Jumat, 08 Juni 2012

Amar Ma'ruf Nahi Munkar


Seorang warga Mesir yang pernah berkata kepada mantan Presiden Mesin Hosni Mubarak untuk “takut kepada Allah” setelah bertemu dengannya di sebuah mesjid, berbicara setelah mendapat siksaan selama 15 tahun di penjara dikarenakan mengatakan kata-kata itu.

Pada tahun 1993, ketika Sheikh Ali al-Qattan selesai sholat di Mesjid Nabawi di Saudi Arabia, dia terkejut mendapatkan Mubarak memasuki ruang peribadatan.

“Itu merupakan hal yang spontan, Saya tidak merencanakannya,” kata Qattan kepada TV Mesir dalam sebuah talk show “Al Haqiqa” (Kebenaran) pada Minggu ini.

“Setelah kami selesai sholat, saya menoleh dan melihat presiden;  namun anehnya, mereka mengosongkan sebagian besar ruangan sholat hanya untuk memberikan dia jalan masuk. Dia memiliki banyak pengawal dengan senjata lengkap; mereka tampak sangat bermusuhan dan menjadikan suasana di dalam mesjid menjadi tidak nyaman.”

Qattan kemudian berdiri dan mendekati mantan presiden itu sambil mengatakan “takutlah kepada Allah, ” sambil menunjukkan kemarahannya atas bagaimana Mubarak memimpin negara.

Saat itu, Qattan menjelaskan,  di Mesir seringkali terjadi serangan mematikan terhadap pemberontak Islam.  Khususnya pada tahun 1993 adalah tahun yang sangat sering terjadi serangan teroris di Mesir, yang mengakibatkan sedikitnya terbunuh 1100 orang atau terluka, sementara beberapa orang polisi senior ditembak mati di siang bolong.

“Pasukan keamanan berkeliaran di jalan-jalan di seantero negeri dan menembaki  penduduk Mesir secara serampangan,” kata Qattan.

Setelah mengucapkan perkataan itu, Qattan mengatakan, Mubarak “langsung terlihat tidak senang.”

“Dia lalu menoleh ke kiri dan kanan untuk memanggil para pengawalnya. Dengan kasar, para pengawalnya itu langsung menangkap saya dan melindungi Mubarak,  dan segera memintanya keluar dari tempat peribadatan. Saya lalu mengerti bahwa dia mungkin takut akan menjadi korban serangan dengan kekerasan.

“Pengawalnya lalu membekap mulut saya, seolah mencoba menghentikan saya untuk mengatakan hal lain, tapi saya tidak berencana melakukannya. Mereka membawa saya keluar ruangan, bahkan mereka tidak memberi kesempatan pada saya untuk memakai sepatu.

“Mereka kemudian menggeledah saya untuk mencari bom atau senjata. Ketika mereka tidak mendapatkan sesuatu pada saya, salah seorang dari mereka berkata: ‘Kamu telah membuat malu kami. Kamu seharusnya mengatakan kepadanya [Mubarak] di Mesir.’”

Qattan kemudian menjawab: “Kami sedang berada di mesjid;  ini adalah tempat untuk semua muslim dan tidak mengapa mengatakan hal seperti itu  di sebuah mesjid.”

Sheikh Qattan kemudian dibawa dari Madinah ke Jeddah untuk diinterogasi. Dia teringat bahwa dia harus menyeret “10 kilogram rantai dan bola besi” di kakinya ketika berjalan di airport menuju pesawat.

Setelah diinterogasi di Saudi Arabia, pasukan Keamanan Nasional Mesir membawanya pulang ke Mesir.

“Saya diperlakukan seperti seorang teroris. Mereka mengikat saya dengan rantai dan borgol. Mereka mencoba memaksa saya memimum obat penenang, tapi saya katakan saya sedang puasa dan tidak minum apapun,” paparnya.

Sesampainya di Mesir, para penyelidik mendapatkan bahwa dia tidak berafiliasi dengan kelompok-kelompok militan Islam atau kelompok teroris manapun.

Mantan sipir penjara tempat dimana Qattan ditahan, Major-General Ibrahim Abd al-Ghaffar, menggambarkan bagaimana Qattan diperlakukan selama dalam tahanan.

“Dia dipenjara dalam ruang tahanan tersendiri selama bertahun-tahun  dan tidak boleh menerima kunjungan melainkan atas izin menteri dalam negeri. Saya memutuskan untuk membawanya keluar ruangan dan setiap hari saya katakan kepadanya untuk datang ke kantor saya, dimana dia dapat duduk bersama saya dan minum teh. Saya tahu dia diperlakukan dengan kejam.”

Ghaffar kemudian meminta Major-General yang lain untuk meminta Qattan agar dia dibebaskan. Namun, permintaan itu ditolak oleh mantan Kepala Staf Militer, Zakariya Azmy, yang mengatakan bahwa Mubarak masih “tersinggung” atas perkataan Qattan dan tidak mau membahas topik itu lagi, kata Ghaffar. Permintaan itu diajukan beberapa kali hingga akhirnya pihak berwenang akhirnya setuju untuk membebaskannya tahun 2007.

Dalam wawancara televisi, Qattan menyebutkan bahwa dalam sejarah Islam, perkataan “Takutlah kepada Allah” dikatakan kepada para khalifah Islam.

“Khalifah biasanya meminta rakyatnya untuk menasehati mereka untuk takut kepada Allah. Ketika mereka mendengarnya, mereka tidak marah [seperti halnya Mubarak], tapi mereka menyambutnya seperti sebuah nasehat.

“Tidak ada contoh yang lebih tinggi dari demokrasi selain dari hal ini,” Qattan menambahkan.

Walaupun penggambaran diberikan dari segi agama, Mubarak tetap memerintahkan penahanannya selama 15 tahun tanpa pengadilan dan dalam suasana penuh siksaan. (http://www.mediaumat.com/headline-news/3747-orang-yang-mengatakan-kepada-mubarak-takutlah-kepada-allah-berbicara-setelah-dipenjara-selama-15-tahun.html#.T8lwgImR3TA.facebook)

Komentar:
Subhanallah, kisah ini begitu mengharu biru. Wahai Syaikh, sesungguhnya apa yang engkau lakukan hanya dilakukan oleh orang-orang yang beriman, yang taat dan patuh pada seruan-Nya. Kisahmu menggambarkan keberanian, kepahlawanan, dan keistiqomahan tiada tanding yang pantas kami teladani.

Sesungguhnya umat Islam disebut sebagai umat terbaik karena mereka menjalankan amar ma'ruf nahi munkar. Dengan amar ma'ruf nahi munkar inilah Islam terjaga kemurniannya sampai sekarang. Karena amar ma'ruf nahi munkar inilah Allah menjauhkan kita dari musibah dan bencana. 

"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat." (QS. Ibrahim: 24-25)

Tidakkah engkau sadari hal ini wahai saudaraku? Mereka yang telah melakukan amar ma'ruf nahi munkar (kalimat yang baik), maka apa yang disampaikan mereka tetap terjaga, mereka memperoleh kebaikan darinya. Begitupun dengan orang-orang yang mendengarnya, menyimaknya, dan mengamalkan apa yang diserunya. Sehingga kebaikan itu tetap terjaga dan buahnya berupa kebaikan pula; bercabang seperti pohon, semakin meninggi dan membesar. Di sisi lain, kalimat itu terus menghujam, ke lubuk hati yang paling dalam. Orang-orang taat semakin banyak dan ahli maksiat semakin berkurang. 

Sedangkan mereka yang tidak menjalankan fungsi amar ma'ruf nahi munkar, diibaratkan mereka tahu ada penumpang kapal yang melubangi kapal, tapi mereka biarkan. Maka, tenggelamlah mereka bersama kapal tersebut. Seluruh isi kapal. Tak terkecuali. Meskipun ada di antara mereka orang yang taat, yang tidak tahu menahu apa yang sebenarnya terjadi sehingga membuat kapal tersebut tenggelam. 

Bila ada seseorang melakukan kemaksiatan, lalu tidak dicegah oleh orang yang mengetahuinya, maka mereka seperti orang yang menenggelamkan seluruh isi kapal. Maka berterima kasihlah kepada mereka yang telah beramar ma'ruf nahi munkar. Doakan mereka agar memperoleh rahmat dari Allah. Bukan dicela, dihina, dan dicaci maki. Apalagi oleh seorang yang mengaku dirinya muslim!

Ya Allah ya Tuhan kami, ampunilah dosa guru-guru kami, ulama-ulama kami yang membimbing kami. Yang menyeru kami pada kebaikan dan mencegah kami dari kemungkaran. Rahmatilah mereka. Sempurnakanlah rezeki mereka. Kasihanilah mereka sebagaimana mereka mengasihani kami dengan kebaikan mereka. Jika mereka telah tiada, maka anugerahilah mereka surga-Mu yang penuh kenikmatan. Hanya kepada-Mulah kami menyembah dan hanya kepada-Mulah kami memohon pertolongan. Maka, kabulkanlah doa kami. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar