Sabtu, 31 Maret 2012

24 Jam Bersama Allah

Anggaplah usia kita hanya ada hari ini. Ya hari ini. Berarti esok kita menghadap Allah dengan amal-amal yang pernah kita perbuat selama hidup di dunia. Maka, dengan dasar pemikiran itu, kita akan bersemangat dalam berbuat kebaikan dan menjauhi segala kemungkaran. Tiada detik demi detik, jam demi jam dalam hari ini kecuali dalam ketaatan kepada Allah Swt.

24 Jam bersama Allah berarti 24 jam dalam kemuliaan, keselamatan, kekuatan, keberanian, dan kenikmatan yang melimpah. Jika kita masih diberi kesempatan untuk hidup di hari selanjutnya, maka 24 jam bersama Allah akan memberikan pengaruh positif bagi diri kita untuk kembali berbuat taat dan menjauhi maksiat.

Pada kesempatan ini, saya menuliskan beberapa amal prioritas yang sekiranya diisi dalam rentang waktu 24 jam. Amal-amal ini adalah amal-amal pilihan yang dicintai dan diridhai Allah. Amal-amal ini ada 24, sebagaimana sehari ada 24 jam. Kita bisa mengisi hari ini dengan amal itu. Kalaupun tidak semua bisa kita lakukan, tapi lakukanlah dengan maksimal dengan penuh semangat yang tinggi. Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk senantiasa mengamalkannya.

Jam 1: Taubat dan membaca istighfar
Taubat artinya menyesal, tidak mengulangi perbuatan dosa, menjauhi dosa, dan beramal saleh agar kita senantiasa berada dalam ketaatan kepada-Nya. Taubat ini harus selalu ada dalam pikiran seorang mukmin. Meskipun dia telah beramal saleh, tetap saja dia harus bertaubat. Karena dia harus berpikir, bisa jadi amalnya tidak sempurna dilakukan atau amalnya tidak ikhlas karena Allah atau amalnya tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Semuanya bisa saja terjadi, bahkan orang sekelas Rasulullah Saw., diperintahkan oleh Allah untuk bertasbih, bertahmid, beristighar dan bertaubat setelah berhasil mendapat suatu kenikmatan yaitu Fathu Makkah. Maka, taubat itu ada di antara sebelum dan sesudah mendapat kenikmatan, sebelum dan sesudah beramal saleh. Taubat itu tidak dimonopoli oleh para pendosa, tetapi juga dilakukan oleh para Nabi, para Wali, dan orang-orang beriman.

Amal yang dekat dengan terbukanya pintu maaf dari Allah bagi segala kesalahan kita adalah rajin-rajin membaca istighfar. Rasulullah meskipun maksum, memberikan contoh kepada kita, setiap hari beliau membaca istighfar 70-100 kali setiap hari. Orang-orang beriman juga demikian, bahkan mereka bisa lebih banyak lagi membaca istighfar karena mereka bukanlah orang yang maksum sebagaimana Rasulullah. Lalu, bagaimana dengan para pendosa yang dosanya sungguh banyak sehingga sering terpikir olehnya, apakah ada jalan keselamatan untuknya. Maka, dia harus lebih banyak lagi beristighfar. Istighfar harus lebih didahulukan ketimbang dzikir-dzikir yang lain seperti tasbih, tahmid, takbir, dan tahlil. Ibaratnya, baju yang kotor tidak mungkin dibersihkan kecuali dengan sabun cuci! Istighfar itu ibarat sabun cuci yang membersihkan diri kita dari noda dosa yang melekat dalam hati. Yang membuat hati kita kebal dari menerima kebenaran, yang membuat diri kita terus menerus tersandera dalam penjara dosa.


Mari kita memperbanyak membaca istighfar karena kita tidak tahu pada bilangan istighfar ke berapa, Allah mengampuni dosa-dosa kita. Demikian nasehat Imam Hasan Al-Bashri. Artinya, Allah akan melihat kesungguhan kita, disisi lain kita harus yakin bahwa Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Maha Pengampun. Oleh karena itu, khauf (rasa takut akan tidak diampuni Allah) dan roja' (harapan akan diampuni Allah) harus seimbang, sehingga secara lahiriah istighfar banyak diucapkan, secara batiniah meyakini bahwa setiap istighfar dapat menggugurkan dosa-dosa kita.

Apa tanda Allah menerima taubat dan mengampuni kesalahan-kesalahan seorang pendosa? Yaitu, orang tersebut tidak kembali melakukan kesalahan-kesalahan tersebut. Maka, hari ini adalah kesempatan emas bagi kita. Ya, hari ini, penuhilah pikiran kita dengan taubat dan hati dan lisan kita dengan istighfar.

Bersambung....

Kamis, 29 Maret 2012

Sibuk Beribadah, Tidak Mencari Nafkah. Sibuk Mencari Nafkah, Lupa Beribadah.

"Keinginanmu untuk melakukan at-tajrid (meninggalkan usaha-usaha mencari rezeki) sedangkan Allah mendirikanmu di dalam al-asbab (sebab-musabab, yakni melakukan usaha-usaha mencari rezeki) adalah termasuk ke dalam syahwat yang tersembunyi."

Dan keinginanmu untuk berkecimpung di dalam al-asbab sedangkan Allah mendirikanmu di dalam at-tajrid pula adalah satu penurunan daripada himmah (aspirasi) yang tinggi." (Al-Hikam 2, Ibnu A'thaillah)

Janganlah karena kesibukanmu dalam beribadah kepada-Nya menyebabkanmu enggan mencari rezeki sehingga akhirnya engkau meminta-minta kepada orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupmu sehari-hari. Permintaan itu mengakibatkan tauhidmu menjadi lemah yang merupakan pokokmu dalam meniti jalan menuju-Nya. Kejarlah akhirat, tapi jangan lupa duniamu walau engkau menginginkan sekedarnya saja.

Para salafus saleh adalah orang-orang yang paling paham agama, paling dekat dengan Allah di sisi lain mereka adalah orang-orang yang mandiri secara ekonomi. Di antara mereka ada yang menjadi pedagang, penulis, menawarkan suatu jasa tertentu, ada yang menjadi buruh dengan upah beberapa keping uang. Dengan kemandirian mereka membuat mereka menjadi teladan di mata umat, yaitu tidak tunduk kepada penguasa yang zalim, kuat menghadapi tekanan, tidak meminta-minta, dan senantiasa zuhud terhadap apa yang ada dalam genggaman mereka.

Meminta-minta justru melemahkan sandaranmu kepada-Nya. Itu merupakan syahwat yang dapat menjadi pintu terjerumusnya engkau dalam syahwat-syahwat yang lainnya. Sehingga membelenggumu; tidak mampu berjalan menuju-Nya lebih jauh lagi. Tidak mampu melangkah pada derajat yang lebih tinggi.

Begitupun dengan orang yang sibuk mencari nafkah dunia hingga melupakan ibadah akhirat, mereka ibarat Qorun-Qorun baru yang kemudian dibinasakan Allah. Sibuk beribadah, jangan membuat diri tidak mencari nafkah, dan sibuk mencari nafkah jangan lupa dengan ibadah.

Keutamaan Membaca Al-Qur'an

1. Rumah yang Penuh Kebaikan

“Sesungguhnya rumah yang penuh kebaikan adalah rumah yang dipenuhi dengan bacaan Al-Qur’an (oleh anggota keluarga yang ada di dalamnya).” (HR. Al-Hakim dan Ad-Darimi)

2. Satu Huruf Sepuluh Kebaikan

“Sesungguhnya Allah memberikan ganjaran pahala bagi kalian atas bacaan Al-Qur’an kalian. Yaitu, pada setiap huruf dengan sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan bahwa alif laam miim dianggap sebagai satu huruf.” (HR. Al-Hakim dan Ad-Darimi)

“Siapa saja yang membaca satu huruf dari Kitabullah (Al-Qur’an) maka baginya kebaikan dari huruf tersebut dan kebaikan sepuluh kali lipat yang serupa dengannya. Tidaklah aku mengucapkan alif laam miim dianggap satu huruf. Akan tetapi alif dianggap satu huruf, laam satu huruf, dan miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)

3. Sebaik-baik Muslim

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ad-Darimi)

4. Mendapat Ketenangan, Rahmat, Dikelilingi Malaikat, Kebanggaan Allah Swt.

مااجتمع قوم فى بيت من بيوت الله تعلى يتلو ن كتاب الله ويتدارسونه بينهم الانزلت عليهم السكينة وغشيتهم الرحمة وحفتهم الملائكة وذكرهم الله فيمن عنده

“Tidaklah suatu kaum berkumpul di sebuah rumah (masjid) dari rumah-rumah Allah kemudian mereka membaca Kitabullah dan saling mengajarkannya di antara mereka melainkan akan turun ketenangan kepada mereka, mereka akan dinaungi dengan rahmat-Nya, para malaikat akan mengelilinginya, dan Allah akan menceritakan mereka kepada siapa saja yang ada bersama-Nya. Siapa saja yang lambat dalam mengamalkan Al-Qur’an maka (ketahuilah bahwa sesungguhnya) nasab keturunannya tidak akan dapat membuat (derajatnya) naik.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Abu Daud)

5. Satu Ayat Al-Qur’an Lebih Baik Daripada Unta Besar

“Siapa di antara kalian yang ingin jika pergi pada pagi hari ke Buthhan atau Aqiq kemudian dari tempat itu dia membawa dua unta Kaumawain (yang badannya besar) yang dia dapatkan bukan dari perbuatan dosa atau dengan memutuskan tali silaturahim?” Kami berkata, “Wahai Rasulullah, kami semua ingin seperti itu.” Beliau bersabda, “Tidakkah setiap orang dari kalian pergi ke masjid kemudian mempelajari atau membaca dua ayat dari Kitabullah, itu adalah lebih baik daripada dua ekor unta. Tiga ayat Al-Qur’an lebih baik daripada dua ekor unta. Tiga ayat Al-Qur’an lebih baik daripada tiga ekor unta. Empat ayat Al-Qur’an lebih baik daripada empat ekor unta dan begitu pula beberapa ekor (banyak) unta.” (HR. Muslim dan Abu Daud)

6. Bersama Para Malaikat atau Mendapat Dua Pahala

“Orang yang pandai membaca Al-Qur’an maka dia akan bersama para malaikat yang mulia dan baik. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan terbata-bata dan mengalami kesulitan dalam membacanya, maka baginya dua pahala.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Imam Al-Qurthubi berkata dalam Tafsir-nya, “Dua pahala yang diterimanya adalah karena bacaannya dan karena dia mengalami kesulitan dalam membacanya. Derajat orang yang pandai membaca Al-Qur’an tentu lebih tinggi dari itu semua, karena dia pun pernah melewati masa-masa sulit dalam membaca Al-Qur’an ketika pertama kali mempelajarinya. Kemudian derajatnya terus meninggat hingga menyerupai derajat malaikat.”

7. Lebih Baik Daripada Berdoa

Allah berfirman, “Siapa saja yang (hidupnya) disibukkan dengan (membaca dan mempelajari) Al-Qur’an dan mengingat-Ku daripada meminta (berdoa) kepada-ku maka Aku akan memberikan kepadanya sesuatu yang lebih baik daripada apa yang Aku berikan kepada para pemohon.” (HR. Tirmidzi)

8. Jauh Sekali Keistimewaan Al-Qur’an dengan Keistimewaan Ucapan-Ucapan Lainnya

“Keistimewaan firman Allah dibandingkan ucapan-ucapan lainnya seperti keistimewaan Allah dibandingkan makhluk-Nya.” (HR. Tirmidzi dan Ad-Darimi)

9. Ditinggikan Derajatnya

ان الله يرفع بهذ الكتاب أقواما ويضع اخرين

“Sesungguhnya Allah, dengan kitab ini (Al Qur'an) meninggikan derajat kaum-kaum dan menjatuhkan derajat kaum yang lain.” (HR. Muslim)

Maksudnya: Barangsiapa yang berpedoman dan mengamalkan isi Al Qur'an maka Allah akan meninggikan derajatnya, tapi barangsiapa yang tidak beriman kepada Al Qur'an maka Allah akan menghinakannya dan merendahkan derajatnya.

10. Berdialog dengan Tuhan

Apabila seorang ingin berdialog dengan Tuhannya maka hendaklah dia membaca Al Qur'an. (HR. Ad-Dailami dan Al-Baihaqi)

11. Jalan Keselamatan Dunia dan Akhirat

"Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah (Al Qur'an) dan sunnah Rasulullah Saw." (HR. Muslim)

Janganlah Berputus Asa dari Memperoleh Rahmat Allah!

"Tanda-tanda bergantungnya seseorang kepada amal adalah berkurangnya harapan kepada Allah ketika wujudnya dosa/kesalahan." (Al-Hikam 1, Ibnu A'thaillah)

Janganlah karena dosa-dosamu yang banyak itu, menghalangimu dari berharap kepada-Nya, agar Dia mengampuni dosa-dosamu. Karena Allah Maha Pengasih dan Maha Pengampun bagi hamba-hamba-Nya yang memohon ampun kepada-Nya, meskipun dosa-dosa hamba-Nya itu sebanyak buih dilautan.

Justru bila engkau berhenti berharap kepada-Nya karena engkau beralasan bahwa tidak mungkin rasanya engkau mendapat ampunan itu, engkau telah mengkufuri-Nya. Engkau menganggap bahwa amalmulah yang menyelamatkanmu dari azab-Nya, bukan semata rahmat dari-Nya. Sungguh, bila engkau bergantung pada amal semata, semua itu tak kan cukup untuk menyelamatkanmu dari kebinasaan di dunia dan akhirat atau tidak akan cukup mengantarkanmu dalam meraih surga-Nya.

Mintalah kepada-Nya, mohonlah kepada-Nya, bergeraklah dan jangan hanya bisa diam; mengeluh dan gelisah. Diamnya kamu adalah bisikan setan yang menipumu bahwa pergerakan itu adalah percuma bagimu. Tidaklah demikian adanya. Tidakkah engkau belajar dari permohonan setan kepada Allah bahwa mereka akan menyesatkan manusia dari jalan yang lurus kecuali kepada orang-orang yang ikhlas dan Allah menerima permohonan itu. Bukankah setan adalah makhluk yang terlaknat karena tak henti-hentinya berbuat dosa? Lalu, mengapa engkau, yang masih ada di dalam hatimu iman walau sebesar biji sawi, lantas malu dan enggan untuk meminta kepada-Nya? Engkau yang masih ada kebaikan dalam dirimu lantas tak merasa Tuhan akan mengabulkan permohonanmu. Jangan engkau seperti itu karena perasaan seperti itu adalah tipu daya setan.

Selalu berharap kepada-Nya karena hal itu menunjukkan kemuliaanmu dihadapan-Nya. Selalu berharap kepada-Nya dalam situasi dan kondisi sesulit apapun karena Dia melihatmu, mendengarmu, dan mengetahui seluk belukmu. Akal yang engkau miliki bukanlah untuk diandalkan, tetapi untuk digunakan. Sementara andalanmu adalah Allah Rabbul Izzati. Dialah yang mendinginkan api yang membakar Nabi Ibrahim, memberi hidayah orang yang sebelumnya memusuhi Islam. Dialah yang menyelamatkan Nabi Yunus dari terkaman ikan Paus. Allah telah mengatakan, bila Nabi Yunus bukan orang yang banyak mengingat-Nya, niscaya dia akan terkubur di dalam perut ikan paus tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa hanya Allah-lah satu-satunya jalan keselamatan. Kembali kepada-Nya meskipun dirimu dalam kondisi berlumur dosa adalah satu keharusan agar engkau memperoleh keselamatan dunia dan akhirat.

Mukmin Sejati

Saya senang menulis di blog. Saya berpikir, apa yang saya lakukan ini adalah salah satu cara (wasilah) dalam mengenalkan pikiran saya kepada banyak orang. Karena dunia maya bisa dikatakan dunia tanpa batas, yang memberikan peluang untuk berbuat kebaikan. Jika tulisan saya kemudian memberikan kebaikan kepada orang lain, yang sudah pasti menjadi niat awal saya, maka saya bersyukur kepada Allah. Semoga saja saya dapat konsisten di dalam menggelutinya.

Di samping mengisi blog, saya juga asyik surfing dipelbagai website dan blog. Kalau dari website, biasanya saya mendapatkan informasi berupa berita-berita dunia Islam terkini. Sedangkan dari blog saya dapatkan catatan harian dan pemikiran blogers yang bersangkutan. Artinya, blog itu lebih bersifat personal. Inilah yang menarik dari blog. Hingga kini sudah banyak sekali orang menulis di blog, saya tidak tahu pasti berapa jumlahnya karena saking banyaknya.

Apa yang saya dapatkan dari membaca blog orang? Seperti yang saya katakan di atas, blog itu bersifat personal, jadi saya seolah dapat “membaca” pikiran pemilik blog tersebut. Saya merasakan kebahagiaan atau kesedihan yang dia rasakan. Kisah-kisahnya kadang membuat hati saya miris, sedih, kadang mata ini berkaca-kaca, kadang pula saya merasa terhibur dengan tutur bahasanya yang ceplas ceplos dan terkesan lugu. Ada kisah yang bertutur seseorang yang sudah berumur namun belum juga mendapatkan pendamping hidup, ada yang sudah menikah cukup lama namun belum juga diberi momongan, ada yang tidak jadi menikah padahal sudah direncanakan sebelumnya, ada yang stres karena belum juga menyelesaikan skripsinya, dan sebagainya.

Saya berusaha memahami kejadian-kejadian itu. Saya memahaminya, bahwa semua ini menunjukkan kebesaran dan keagungan Allah. Mungkin dari sana manusia akan semakin dekat dengan Allah, berharap kepada-Nya, memohon pertolongan-Nya, beriman dan bertakwa kepada-Nya. Hal ini juga menunjukkan kelemahan manusia yang tidak bisa berbuat apa-apa saat ujian dan cobaan itu datang menerpa.

Setidaknya, manusia terbagi dua ketika menghadapi ujian dan cobaan, yaitu: semakin tunduk dan khusyu’ kepada-Nya, dan kedua, semakin lemah, bahkan semakin jauh dari-Nya. Memang sulit menghadapi ujian dan cobaan itu, tapi Allah tidak akan membebani sesuatu yang diluar kemampuan hamba-Nya. Ujian seorang Nabi tidak mungkin diberikan juga kepada orang awam. Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang, semakin besar ujian dan cobaan itu mendesaknya. Karena ujian dan cobaan itu berfungsi sebagai “tarbiyah” yang menempa besi buruk menjadi pedang yang tajam.

Yang sangat diperlukan dalam menghadapi ujian dan cobaan itu adalah sikap sabar. Sikap sabar itu akan terlihat pada diri seseorang ketika menghadapi gejolak awal ujian dan cobaan itu. Dalam hadits, hal ini, dikenal dengan istilah “goncangan pertama”. Sabar, menurut para ulama terbagi tiga: pertama, sabar dalam menghadapi musibah. Kedua, sabar ketika menjauhi maksiat. Ketiga, sabar dalam taat kepada-Nya. Sabar, kata Imam Ibnul Qayyim, adalah separuh dari iman, sedangkan separuhnya lagi adalah syukur. Sabar dan syukur ibarat dua sejoli yang saling melengkapi dan mengasihi. Di saat mendapat nikmat, kita bersyukur. Di saat mendapat musibah, kita bersabar. Kedua hal inilah – jika ada pada diri seorang muslim – yang membuat kagum Rasulullah Saw.. Suatu yang dikagumi oleh Rasulullah, sudah pasti dikagumi juga oleh Allah.

Manusia, belum menunjukkan siapa dirinya sebenarnya sebelum dia mendapat ujian dan cobaan. Karena untuk mengatakan bahwa “saya sabar” belum cukup untuk membuktikan dirinya sabar sebelum ia diberi ujian dan cobaan. Besi yang ditempa bisa menjadi pedang, pisau atau barang antik lainnya. Itulah makna ujian dan cobaan, membuat Anda menjadi manusia seutuhnya, yang sudah merasakan pahit getirnya hidup ini, yang sudah merasakan asam garam hidup di dunia ini, yang sudah merasakan “inilah dunia!” – tempat berkeluh kesah. Dengannya, Anda menjadi tahu lubang-lubang yang sama persis seperti lubang yang Anda dulu pernah terjerembab di dalamnya.

Itulah mengapa Imam Jalaluddin Rumi dapat menuliskan ribuan syair yang menggugah, yaitu ketika ditinggal gurunya Syamsuddin. Imam Ibnu al-Jauzy dapat menulis ratusan buku, yaitu karena masa mudanya diisi dengan kegiatan ilmiah yang padat. Khalid bin Walid menjadi panglima perang terbesar dalam sejarah karena telah mengikuti banyak peperangan yang membuat tubuhnya penuh dengan luka. Abdurrahman ad-Dakhil yang dijuluki al-Manshur sebagai “orang paling pemberani dari Quraisy” mampu membangun imperium kekhalifahan Bani Umayah di Andalusia Spanyol karena kerja kerasnya dalam menempuh apa yang dicita-citakannya.

Merekalah orang yang berhasil memenangkan “pertarungan” ini dengan mendapatkan gelar “mukmin sejati”. Allah Swt. berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَا أَخْبَارِكُمْ

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwal (keimanan)mu.” (QS. Muhammad: 31).

Cara Cepat Terkabulnya Doa (2)

Semoga Allah memberi rahmat dan ampunan-Nya kepadaku karena aku telah mengerjakan shalat fardhu berjamaah tepat waktu di masjid. Semoga dengannya pula, rezekiku dilancarkannya, diberi karunia yang banyak, sekaligus menjadi ahli syukur, ahli ibadah dan ahli dzikir.

Semoga Allah semakin mencintaiku karena aku telah melaksanakan shalat sunah. Semoga dengannya pula, aku diberi kesehatan, kesejahteraan, kekuatan iman, dan keturunan yang saleh dan salehah.

Semoga Allah memberiku keridhaan karena telah membaca beberapa halaman buku. Semoga dengannya pula, hatiku diberi kesabaran, ilmuku bertambah luas, banyak hikmah dan pelajaran yang kuraih, mendorongku beramal, menguatkan tekad dan membangkitkan semangat.

Semoga Allah memberiku taufik dan hidayah karena tulisan yang telah kubuat. Semoga dengannya pula ilmuku terus bertambah, hatiku lapang dan ikhlas, ghirahku terus menyala, Allah mengampuni dosa kedua orangtuaku, mertuaku, istriku, kakak dan adikku, dan saudara-saudaraku yang lain. Semoga Allah juga mencucurkan karunianya kepada guru-guruku, baik yang masih ada maupun yang telah tiada, juga untuk sahabat-sahabat yang lama tidak berjumpa denganku.

Wahai sahabatku, masih ingatkah Anda dengan kisah tiga orang yang terperangkap di dalam gua? Ketiganya dapat menyelamatkan diri setelah memohon kepada-Nya dengan “perantaraan” amal saleh yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Seketika itu pula dinding gua bergeser hingga mereka dapat keluar dengan selamat. Iringilah setiap doa dengan amal saleh. Karena Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. Siapa yang mendapat cinta Allah, ia berhak mendapatkan apa yang dimintanya.

وَمَن يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا إِنَّ اللهَ غَفُورٌ شَكُورٌ

“Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. asy-Syura [42]: 23).

هَلْ جَزَآءُ اْلإِحْسَانِ إِلاَّ اْلإِحْسَانِ

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS. ar-Rahman [55]: 60).

وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللهَ لاَيُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Huud [11]: 115).

وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“…Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Ali Imran [3]: 148).

وَمَاتُقَدِّمُوا لأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا

“Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.” (QS. al-Muzzammil [73]: 20).

Bersama Kafilah Dakwah

Kalau tiada jama’ah dalam kehidupan

Niscaya kita tak punya banyak jalan

Dan yang lemah akan menjadi mangsa

Bagi orang yang kuat perkasa

(Imam Abdullah bin al-Mubarak)

Saya teringat dengan satu kisah yang disampaikan Syaikh Abbas as-Sisi dalam bukunya “Bagaimana Menyentuh Hati.” Syaikh Abbas mengisahkan bahwa dirinya pernah saling berkirim surat dengan seorang pemuda asal Mesir yang baru studi di Amerika. Namun entah mengapa, lama kelamaan Syaikh Abbas tidak mendapat kabar lagi dari pemuda itu. Bahkan ketika menanyakan kabarnya, Syaikh Abbas tidak mendapatkan jawabannya. Mudah-mudahan saja Allah menyelamatkan pemuda itu dari serbuan kemaksiatan yang melanda bangsa Amerika Serikat.

Kisah di atas memberikan pelajaran kepada kita tentang fenomena para aktivis dakwah yang sedikit demi sedikit sudah keluar dari jalur dakwah. Kita mengenal istilah penyakit dakwah yang menyerang sebagian aktivis dakwah. Yaitu bersemangat pada awalnya, kemudian bermalas-malasan hingga berhenti dari beramal. Atau yang lebih dikenal dengan istilah “futur”. Hal ini, kata Dr. Sayyid Muhammad Nuh dalam bukunya “Terapi Mental Aktivis Harakah”, disebabkan beberapa hal, utamanya adalah sering bermaksiat kepada Allah.

Saya sendiri pernah mengalami hal serupa seperti yang pernah dialami pemuda itu. Selama bertahun-tahun, saya “terlepas” dari genggaman dakwah. Hingga hati ini selalu bimbang, ragu dan bingung kemana harus melangkah. Saya pun mengalami keterpurukan dan membuat hati saya lalai dari mengingat-Nya dan dari beramal jama’i. Namun kemudian, saya dipertemukan dengan seorang teman yang kembali menunjukkan saya jalan dakwah yang dulu pernah saya tinggalkan. Selepas saya kembali bergabung, saya merasakan energi positif saya keluar ke permukaan dan menunjukkan saya jalan keluar dari kemelut hati ini. Saya pun semakin mencintai Islam dan menginginkan Islam tegak di muka bumi ini. Semua itu harus direalisasikan dalam tindakan nyata yang saya lakukan dalam aktivitas amal jama’i (bersama) dengan para aktivis dakwah lainnya. Apa yang saya tulis, katakan dan perbuat adalah bagian dari dakwah. Jika saya membangun sebuah “rumah” maka “rumah” yang saya buat adalah “rumah peradaban”. Saya sudah merasakan bagaimana rencana-rencana itu berjalan, menggelinding ibarat bola salju. Alhamdulillah, semua ini berkat karunia Allah Swt.. Tanpa pertolongan dan rahmat-Nya, saya tidak mungkin dapat menghirup udara kemerdekaan yang hakiki.

Doa yang selalu saya baca ketika hati ini mulai ada kecondongan berbuat maksiat adalah, “Rabbana la tuziq qulubana ba’da idz hadaytana wahablana mil ladunka rahmatan, innaka antal wahhab”, Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia). Saya berdoa demikian, karena saya takut kembali “jahil” seperti dulu, tak punya pegangan hidup dan tak tahu mau apa. Saya ingin tetap selalu dalam keimanan ini dan terus meningkat hingga saya mati. Karena saya merasakan, keimanan memberikan saya kebahagiaan, ketenangan, dan kesabaran yang berlipat-lipat.

Dakwah tidak butuh kita, tetapi kitalah yang butuh dakwah! Demikian nasihat Syaikh Musthafa Masyhur. Satu hal yang pasti adalah, dakwah memberikan banyak kebaikan untuk kita, namun kita belum tentu memberikan sumbangan positif untuk kemajuan dakwah. Apa yang saya sampaikan di atas dan sampai kata-kata terakhir yang saya sampaikan ini, adalah salah satu dari manfaat bergabung dengan jama’ah dakwah. Karena Anda pasti akan bertanya terlebih dahulu, apa manfaat dari bergabung dengan jama’ah dakwah. Saya memahami hal itu. Karena kita memerlukan jawabannya untuk mendorong kita bergabung dengan jama’ah dakwah.

Yang perlu Anda perhatikan di sini, bahwa dakwah tidak memerlukan orang-orang yang cinta dunia dan rakus dengan materi. Jika itu yang Anda kehendaki, dengan sendirinya, secara alami, Anda akan terpental dari jalan dakwah. Dakwah hanya memerlukan orang-orang yang siap berkorban, ikhlas, taat beribadah, lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya di atas segalanya. Karena semua itulah yang menjadi sebab-sebab kemenangan dakwah. Dan kemenangan dakwah adalah kemenangan bagi kita semua, bagi peradaban yang lebih berperikemanusiaan, peradaban yang lebih membahagiakan dan lebih menentramkan hati.

Rabu, 28 Maret 2012

Taubatan Nasuha

Ketika engkau bertaubat, engkau akan merasakan betapa singkatnya waktu untuk beramal; betapa sedikitnya amal yang telah dilakukan; betapa banyaknya dosa-dosa yang telah dilakukan; betapa banyaknya waktu yang terbuang percuma; betapa banyaknya uang yang terbuang sia-sia.

Taubat membawa kita pada kesadaran tertinggi. Kesadaran yang membawa kita menyesal dan menangis serta bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahan itu lagi. Orang-orang yang bertaubat berjalan lurus, terus melangkah hingga ke tempat tujuan. Walaupun di sisi kanan-kirinya banyak sekali ujian dan cobaan dan bujuk rayu syetan, ia tak bergeming. Jiwanya tetap lurus, hatinya sebening embun, wajahnya menampakkan cahaya kekhusyuan; mudah tersenyum dan selalu optimis dengan masa depan.

Engkau lihat bagaimana kondisi Umar bin Khaththab setelah bertaubat. Engkau juga tahu bagaimana kondisi Umar bin Abdul Aziz ketika diangkat menjadi Khalifah. Engkau tahu bagaimana masa lalu Tsabit al-Banani, Fudhail bin Iyadh, Malik bin Dinar. Mereka berubah total! Kehidupan mereka terangi dengan cahaya kemuliaan. Mereka yang dulunya tertawa terbahak-bahak, kini airmata senantiasa berlinang mengingat dosa-dosa. Mereka berhijrah menuju kebenaran sejati, kebahagiaan sejati, kemuliaan sejati. Ketika berhijrah, mereka seolah berganti wajah. Yaitu wajah munafik dan fasik menjadi wajah penuh keimanan.

Bertaubatlah wahai sahabatku, agar engkau mendapat keberuntungan. Bertaubatlah wahai sahabatku, sebelum ajal datang menjemput; sebelum segalanya menjadi tertutup dan engkau diangkat menuju haribaan-Nya. Bertaubatlah wahai sahabatku, meskipun dosa-dosamu sebanyak buih dilautan atau setinggi gunung menjulang, Allah pasti menerima taubatmu. لَوَجَدُوا اللهَ تَوَّابًا رَّحِيمًا ...tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 64).

Ya Allah Ya Hayyu Ya Qayyum Ya Ghafurur Rahim, anugerahilah kami jiwa-jiwa yang bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat. Anugerahilah kami keikhlasan dalam beramal dan jiwa-jiwa pemberani dalam berjuang di jalan-Mu. Jadikanlah kami orang yang beruntung Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim. Janganlah Engkau sesatkan kami setelah Engkau beri petunjuk. Selamatkanlah kami dari fitnah dunia ini. Sadarkan kami jika belum sadar. Tegurlah kami jika kami bersalah. Ya Allah, hanya kepada-Mulah kami menyembah. Hanya kepada-Mulah kami memohon pertolongan. Kabulkanlah doa kami. Amin Allahumma amin.

Khusyu’ Kemunafikan

Allaahumma innaa naudzubika min annusyrika bika syaian na’lamuhu wanastaghfiruka limaa laa na’lamuh. (Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami ketahui, dan kami mohon ampun kepada-Mu untuk sesuatu yang tidak kami ketahui).

Doa itu adalah doa yang sering aku baca tatkala hati ini mulai tumbuh rasa riya, ujub atau takabur. Karena aku takut, ibadah yang aku lakukan bukan karena Allah atau hanya ingin mendapat pujian manusia. Aku berpikir tentang bisikan setan yang menggoda ini, yang membuat manusia menginginkan agar ibadah-ibadahnya diketahui orang lain. Padahal amal-amal itu tidak diterima melainkan ikhlas karena-Nya semata. Sufyan ats-Tsaury pernah berkata, “Apa yang aku lakukan dengan terang-terangan tak pernah aku anggap sebagai amalanku, karena kebanyakan orang saleh sebelumku selalu menyembunyikan amal-amalnya.”

Kini, baju-baju manusialah yang menjadikan mereka terkenal dan penampilan luarlah yang menjadikan mereka masyhur. Adalah Ayyub as-Sakhtani yang memanjangkan bajunya hingga mencapai kedua kakinya. Dia berkata, “Dahulu orang-orang dikenal karena memanjangkan bajunya, namun kini mereka dikenal karena memendekkan bajunya.” Ketahuilah, derajat seseorang akan diangkat oleh Allah jika ia terbebas dari keinginan memperoleh perhatian makhluk, mampu menghapus rasa ujub dalam kalbu, memupuk rasa ikhlas, dan menjaga hati selalu bening.

Yang terjadi saat ini adalah kebalikannya. Banyak pejabat pura-pura menyumbang, padahal uang sumbangan itu milik negara! Dia menginginkan perhatian dari masyarakat bahwa dia adalah orang dermawan. Sebagian lagi minta di shooting ketika sedang beribadah agar masyarakat melihat bahwa dia adalah ahli ibadah atau orang saleh. Demi Allah! Bukan cara itu yang menyelamatkan negara ini dari keterpurukan. Bahkan negara ini semakin rusak karena ulah mereka.

Yang menyelamatkan negara ini adalah, orang-orang yang ikhlas dalam beramal, bermunajat dikeheningan malam sementara orang lain tidak tahu, bersedekah secara sembunyi-sembunyi, mereka yang bekerja memakmurkan desanya, dokter-dokter yang rela mengabdikan diri di tempat yang jauh dari perkotaan, para mujahidin yang siang dan malam berjihad di jalan Allah, sementara orang lain menganggapnya biang teroris. Mereka tidak mendapatkan perhatian dari manusia selayaknya. Bahkan ada di antara mereka yang di hina dan dicaci maki. Doa-doa dan setiap permohonan mereka yang di dengar dan dikabulkan-Nya.

Takutlah dengan kemunafikan! Karena cara itulah, Anda akan terus menerus memperbaiki diri. Dulu ada seorang sahabat Nabi bernama Handzalah Ra.. Suatu hari, dia berteriak-teriak dengan berkata: “Handzalah orang munafik!” Para sahabat Nabi yang mendengarnya merasa aneh mendengar teriakannya itu, karena mereka tahu siapa Handzalah sebenarnya, yaitu seorang sahabat Nabi yang utama.

Handzalah berteriak seperti itu karena merasa bahwa ketika ia mendengarkan nasehat-nasehat Rasulullah Saw., hatinya khusyu, tunduk dan taat, namun ketika keluar dan berada di rumah dirinya malah tertawa terbahak-bahak. Handzalah bukanlah orang munafik. Karena tidak mungkin orang munafik mengaku dirinya munafik. Apa yang terjadi pada dirinya adalah suatu hal yang wajar. Manusia tidak mungkin selalu dalam kondisi keimanan yang terus naik, karena iman itu sendiri bersifat fluktuatif (naik-turun). Hasan al-Bashri berkata, “Barangsiapa yang takut kepada nifak, ia adalah orang mukmin. Barangsiapa yang tidak takut kepada sifat nifak, sesungguhnya ia adalah munafik!”

Wahai sahabatku, perbaikilah niat Anda. Tinggalkan cara berpura-pura dihadapan manusia. Bersikaplah istiqamah pada kebenaran. Perbanyaklah amal ibadah di saat sendiri melebihi amal ibadah yang Anda lakukan di saat ramai. Dengan cara itulah kaum salaf naik pamornya di hadapan Allah dan bahagia hidupnya.

Selasa, 27 Maret 2012

Takut Munafik

“Barangsiapa yang takut kepada sifat nifak, ia adalah orang mukmin. Barangsiapa yang tidak takut kepada sifat nifak, sesungguhnya ia adalah munafik.” (Imam Hasan al-Bashri).

Orang-orang munafik tidak mungkin mengatakan dirinya munafik karena di dalam hati mereka ada penyakit yang menghalangi mereka untuk beribadah dengan ikhlas. Sifat nifak adalah sifat yang sangat berbahaya jika dimiliki seseorang. Karena hal itu akan memerangkapnya dalam jurang kesesatan. Dia tidak mengatakan kecuali dusta, tidak berjanji kecuali mengingkarinya, tidak diberi amanah kecuali mengkhianatinya, dan tidak bersengketa kecuali membuka rahasia terdahulu.

Orang-orang mukmin sangat jauh dari sifat-sifat itu. Karena fokus dan tujuan mereka adalah ridha Allah semata. Hati mereka tidak mendengki dengan kebahagiaan orang lain. Jiwa mereka sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan. Mereka beriman dengan sebenar-benarnya iman; tidak menginginkan pujian kecuali pujian Allah, suka berdua-duaan dengan Allah, memfokuskan perhatian dan pikiran pada akhirat, jujur dalam berkata, ikhlas dalam beramal, menyembunyikan amal shalihnya dihadapan orang banyak, dan sangat takut berbuat dosa.

Itulah mengapa Handzalah Ra. berteriak-teriak dengan wajah pucat dihadapan orang banyak: “Handzalah orang munafik!” karena dia sangat takut pada kemunafikan. Ibrahim at-Tamimi berkata, “Tidaklah aku bandingkan perkataan dengan amalku kecuali aku merasa takut menjadi seorang pendusta.” Ibnu Abi Mulaikah berkata, “Saya sempat menjumpai tiga puluh sahabat Rasulullah Saw. semuanya takut menjadi orang munafik. Tak ada satu pun di antara mereka yang mengaku memiliki iman seperti keimanan Jibril dan Mikail.”

Hendaknya Anda menginstrospeksi diri Anda sebelum dan sesudah beramal, apakah karena Allah atau karena ingin dipuji orang? Jika amal yang Anda kerjakan lebih karena ingin dipuji orang, beristigfarlah! Bacalah doa: Allaahumma innaa naudzubika min annusyrika bika syaian na’lamuhu wanastaghfiruka limaa laa na’lamuh. Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami ketahui, dan kami mohon ampun kepada-Mu untuk sesuatu yang tidak kami ketahui. Kemudian segera lakukan amal itu karena doa yang Anda panjatkan itu sudah merupakan bukti bahwa Anda takut pada kemunafikan dan berharap nodanya tidak menempel di hati Anda.

Buatlah sistem imunitas hati Anda dari serangan kemunafikan, dengan cara: ingatlah, kehidupan di dunia ini hanya sesaat dan kemudian Anda akan menghadap-Nya dengan seluruh amal kebaikan dan kejahatan yang Anda miliki. Tidak diterima amal ibadah Anda kecuali ikhlas karena-Nya. Ingatlah, azab yang akan diberikan orang-orang munafik, yaitu neraka yang paling bawah. Dan ingatlah, sesungguhnya orang-orang munafik hidup dalam keresahan dan kegelisahan, karena mereka hidup dalam dua dunia, keimanan dan kekufuran. Sedangkan di dalam hati Anda tidak mungkin bersemayam keduanya sekaligus.

Hendaknya Anda juga melihat besarnya pahala yang akan diberikan kepada orang-orang yang ikhlas, diberikannya ketenangan hati, besarnya cinta Allah dan dicintai penduduk langit dan bumi.

Al-Qur'an Kitab Zaman Kita

Sesungguhnya bila kita mengambil mutiara hikmah dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka tidak akan ada habis-habisnya. Setiap kali membacanya, kita akan menemukan hikmah di dalamnya. Begitupun seterusnya. Dan, bisa jadi hikmah itu berlainan bentuknya namun tetap dalam koridornya.

Tidaklah mengherankan bila ada ulama yang membaca berulang-ulang satu ayat Al-Qur'an selama berjam-jam. Dia merasa tersentuh dengan ayat itu dan menemukan makna yang baru setiap kali membacanya, seolah sedang mengawasi perjalanan hidupnya. Makna-makna itu kemudian menghujam ke dalam lubuk hatinya yang paling dalam, sehingga seringkali membuatnya menangis.

Tapi Al-Qur’an tidak mungkin menyatu pada diri orang fasik dan munafik. Mereka tidak akan mendapatkan hikmah Al-Qur’an kecuali mereka bertaubat kepada Allah Swt. Karena, hanya orang yang berimanlah yang mendapatkan petunjuk Al-Qur’an. Sebagaimana telah dikatakan oleh Al-Qur’an itu sendiri.

Bagi orang-orang yang beriman, Al-Qur’an selalu hidup di setiap zaman. Al-Qur’an adalah Kitab Zaman Kita. Kitab Zaman saya dan Anda, sebelum saya dan Anda serta sesudah saya dan Anda. Ia akan selalu memberikan kesegaran dalam hal pemikiran sehingga orang-orang beriman akan selalu mengutipnya, menjadikannya landasan berpijak dan menjadikannya inspirasi utama dalam kehidupan.

Janganlah heran bila kedua rujukan ini telah menjadikan umat Islam berada di masa keemasan. Al-Qur’an dan As-Sunnah sebegai penjelas Al-Qur’an telah memberikan cahaya penerang bagi umat ini yang sebelumnya hidup dalam masa kebodohan. Al-Qur’an dan As-Sunnah menyeruak ditengah pemikiran sesat Romawi dan Persia. Kemudian dengan daya dorongnya yang luar biasa mampu melaju dengan cepat melibas keduanya. Hingga yang tersisa adalah melemahnya pengaruh keduanya di tengah umat Islam pada masa itu.

Kita berdoa kepada Allah Swt. semoga kita mendapat penjagaan dari-Nya untuk senantiasa istiqomah dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, kapanpun dan di mana pun kita berada.

Anugerah Allah yang Paling Utama bagi Rasulullah dan Umatnya

“Dan sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al-Qur’an yang agung.” (QS. Al-Hijr: 87)

Syaikh Muhammad Syauman Ar-Ramli berkata, Adapun arti dari kata adziim yang memiliki sifat kesempurnaan karena tidak ada ucapan yang disifati dengan sifat sempurna, kecuali ucapan atau firman Allah saja yang disifati dengan sifat yang paling tinggi dan paling mulia. Al-Qur’an adalah agung (adziim), yang diagungkan oleh seluruh makhluk dengan pengagungan yang belum pernah diberikan pada ucapan selain Al-Qur’an.

Ibnu Sa’di berkata, “Jika Allah memberikan Al-Qur’an yang agung dan memiliki As-Sab’u Al-Matsani (surat Al-Fatihah) di dalamnya kepada Rasulullah Saw., itu berarti Allah telah menganugerahkan Rasulullah Saw. dengan sesuatu yang paling utama agar orang-orang saling berlomba menuju kepadanya, dan sesuatu yang membuat orang-orang beriman dan bahagia, sebagaimana firman Allah Swt., “Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’.” (QS. Yunus: 58)

Oleh karena itu, Allah Swt. berfirman, Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hijr: 88)

Makna ayat tersebut, yakni janganlah kamu (Muhammad) merasa takjub sehingga membuat pikiranmu terbelenggu oleh cinta dunia, yang merupakan tempat bersenang-senangnya orang-orang yang suka bermegah-megahan, sehingga membuat orang bodoh tertipu. Cukuplah bagimu dengan apa yang telah dikaruniakan kepadamu berupa Al-Matsani dan Al-Qur’an yang agung.

Empat Keistimewaan Al-Qur'an Dibanding Kitab Suci Lainnya

Kitab suci Al-Qur'an memiliki keistimewaan-keistimewaan yang dapat dibedakan dari kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya, di antaranya ialah:

1. Al-Qur'an memuat ringkasan dari ajaran-ajaran ketuhanan yang pernah dimuat kitab-kitab suci sebelumnya seperti Taurat, Zabur, Injil dan lain-lain. Juga ajaran-ajaran dari Tuhan yang berupa wasiat. Al-Qur'an juga mengokohkan perihal kebenaran yang pernah terkandung dalam kitab-kitab suci terdahulu yang berhubungan dengan peribadatan kepada Allah Yang Maha Esa, beriman kepada para rasul, membenarkan adanya balasan pada hari akhir, keharusanmenegakkan hak dan keadilan, berakhlak luhur serta berbudi mulia dan lain-lain. Allah Taala berfirman, “Kami menurunkan kitab Al-Qur'an kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya, untuk membenarkan dan menjaga kitab yang terdahulu sebelumnya. Maka dari itu, putuskanlah hukum di antara sesama mereka menurut apa yang diturunkan oleh Allah. Jangan engkau ikuti nafsu mereka yang membelokkan engkau dari kebenaran yang sudah datang padamu. Untuk masing-masing dari kamu semua Kami tetapkan aturan dan jalan.”(QS. Al-Maidah: 48)

2. Ajaran-ajaran yang termuat dalam Al-Qur'an adalah kalam Allah yang terakhir untuk memberikan petunjuk dan bimbingan yang benar kepada umat manusia, inilah yang dikehendaki oleh Allah Ta'ala supaya tetap sepanjang masa, kekal untuk selama-lamanya. Maka dari itu jagalah kitab Al-Qur'an agar tidak dikotori oleh tangan-tangan yang hendak mengotori kesuciannya, hendak mengubah kemurniannya, hendak mengganti isi yang sebenarnya atau punhendak menyusupkan sesuatu dari luar atau mengurangi kelengkapannya.

Allah Ta'ala berfirman, “Sesungguhnya Al-Qur'an adalah kitab yang mulia. Tidak akan dihinggapi oleh kebatilan (kepalsuan), baik dari hadapan atau pun dari belakangnya. Itulah wahyu yang turun dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Terpuji.” (QS. Fushshilat: 41-42)

Allah Ta'ala berfirman pula, “Sesungguhnya Kami (Allah) menurunkan peringatan (Al-Qur'an) dan sesungguhnya Kami pasti melindunginya (dari kepalsuan).” (QS. Al-Hijr: 9)

Adapun tujuan menjaga dan melindungi Al-Qur'an dari kebatilan, kepalsuan dan pengubahan tidak lain hanya agar supaya hujah Allah akan tetap tegak di hadapan seluruh manusia, sehingga Allah Ta'ala dapat mewarisi bumi ini dan siapa yang ada di atas permukaannya.

3. Kitab Suci Al-Qur'an yang dikehendaki oleh Allah Ta'ala akan kekekalannya, tidak mungkin pada suatu hari nanti akan terjadi bahwa suatu ilmu pengetahuan akan mencapai titik hakikat yang bertentangan dengan hakikat yang tercantum di dalam ayat Al-Qur'an. Sebabnya tidak lain karena Al-Qur'an adalah firman Allah Ta'ala, sedang keadaan yang terjadi di dalam alam semesta ini semuanya merupakan karya Allah Ta'ala pula. Dapat dipastikan bahwa firman dan amal perbuatan Allah tidak mungkin bertentangan antara yang satu dengan yang lain. Bahkan yang dapat terjadi ialah bahwa yang satu akan membenarkan yang lain. Dari sudut inilah, maka kita menyaksikan sendiri betapa banyaknya kebenaran yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern ternyata sesuai dan cocok dengan apa yang terkandung dalam Al-Qur'an. Jadi apa yang ditemukan adalah memperkokoh dan merealisir kebenaran dari apa yang sudah difirmankan oleh Allah Swt. sendiri.

Dalam hal ini baiklah kita ambil firman-Nya, “Akan Kami (Allah) perlihatkan kepada mereka kelak bukti-bukti kekuasaan Kami disegenap penjuru dunia ini dan bahkan pada diri mereka sendiri, sampai jelas kepada mereka bahwa Al-Qur'an adalah benar. Belum cukupkah bahwa Tuhanmu Maha Menyaksikan segala sesuatu?” (QS. Fushshilat: 53)

4. Allah Swt. berkehendak supaya kalimat-Nya disiarkan dan disampaikan kepada semua akal pikiran dan pendengaran, sehingga menjadi suatu kenyataan dan perbuatan. Kehendak semacam ini tidak mungkin berhasil, kecuali jika kalimat-kalimat itu sendiri benar-benar mudah diingat, dihafal serta dipahami. Oleh karena itu Al-Qur'an sengaja diturunkan oleh Allah Ta'ala dengan suatu gaya bahasa yang istimewa, mudah, tidak sukar bagi siapa pun untuk memahaminya dan tidak sukar pula mengamalkannya, asal disertai dengan keikhlasan hati dan kemauan yang kuat.

Allah Swt. berfirman, “Sungguh Kami (Allah) telah membuat mudah pada Al-Qur'an untuk diingat dan dipahami. Tetapi adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar:17)

Di antara bukti kemudahan bahasa yang digunakan oleh Al-Qur'an ialah banyak sekali orang-orang yang hafal di luar kepala, baik dari kaum lelaki, wanita, anak-anak, orang-orang tua, orang kaya atau miskin dan lain-lain sebagainya. Mereka mengulang-ulangi bacaannya di rumah atau mesjid. Tidak henti-hentinya suara orang-orang yang mencintai Al-Qur'an berkumandang di seluruh penjuru bumi. Sudah barang tentu tidak ada satu kitab pun yang mendapatkan keistimewaan melebihi Al-Qur'an.

Bahkan dengan berbagai keistimewaan di atas, jelas Al-Qur'an tidak ada bandingannya dalam hal pengaruhnya terhadap hati atau kehebatan pimpinan dan cara memberikan petunjuknya, juga tidak dapat dicarikan persamaan dalam hal kandungan serta kemuliaan tujuannya. Oleh sebab itu dapat diyakini bahwa Al-Qur'an adalah mutlak sebaik-baik kitab yang ada.

Al-Qur'an yang Banyak Mengandung Hikmah

Dan sesungguhnya Al Quran itu dalam induk Al Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah.” (QS. Az-Zukhruf: 4)

Qatadah dan lainnya mengatakan, Al-Qur’an berasal dari sisi-Nya sehingga ia memiliki derajat yang mulia, terhormat dan utama. Oleh karena itu, Al-Qur’an memiliki sifat hakiim artinya yang jelas jauh dari kesamaran dan penyimpangan.

Hakiim pada ayat di atas menurut Syaikh Muhammad Syauman Ar-Ramli, secara zahir diambil dari kata hikmah sehingga maksudnya adalah Al-Qur’an memiliki sifat penuh hikmah pada setiap perintah, larangan dan berita yang terkandung di dalamnya. Tidak satupun hukum yang ada pada Al-Qur’an bertentangan dengan hikmah, keadilan, dan keseimbangan.

Al-Qur'an Memberikan Manfaat dan Kebaikan yang Banyak

“Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia.” (QS. Al-Waqiah: 77)

Ibnu Sa’di berkata, “Maksudnya adalah, Al-Qur’an memiliki banyak kebaikan dan ilmu. Semua kebaikan dan ilmu, seluruhnya bisa diambil dan dirujuk dari kitab Allah Swt.”

Karim dapat diartikan sebagai yang banyak memberikan manfaat sehingga ia selalu memberikan kebaikannya untuk manusia selamanya tanpa terputus.

Mendapat Mahkota dan Perhiasan Kemuliaan

Pada hari kiamat Al-Qur’an akan datang dan berkata, “Ya Tuhan, berikanlah perhiasan (kepada orang yang membaca Al-Qur’an).” Maka, orang tersebut pun dikenakan mahkota kemuliaan. Kemudian Al-Qur’an kembali berkata, “Ya Tuhan, tambahkanlah.” Maka, orang itu pun dikenakan perhiasan kemuliaan. Lalu, Al-Qur’an kembali berkata, “Ya Tuhan, ridhailah dia.” Maka, Allah pun meridhai orang itu. Kemudian dikatakan kepadanya, “Bacalah (Al-Qur’an) dan naiklah (ke surga). Lantas, derajatnya (di surga) pun terus bertambah. Pada setiap ayat (yang dibacanya) terdapat satu kebaikan.” (HR. Tirmidzi dan Al-Hakim)

Dikatakan kepada orang yang membaca Al-Qur’an: “Bacalah (Al-Qur’an), naiklah (ke surga), dan bacalah (Al-Qur’an) dengan tartil sebagaimana kamu membacanya dengan tartil di dunia. Sesungguhnya kedudukanmu berada pada akhir ayat yang kamu baca.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad, Al-Hakim, dan Ibnu Majah)

Kepada orang yang suka membaca Al-Qur’an di saat masuk ke surga dikatakan, “Bacalah dan naiklah (ke surga).” Maka, orang itu pun membaca (Al-Qur’an) dan naik satu derajat pada setiap ayat yang dia baca hingga membaca ayat terakhir yang ada padanya. (HR. Ibnu Majah)

Kekuatan Hati untuk Menerima Panggilan Al-Qur’an

Imam Al-Qurthubi berkata dalam Tafsir-nya, Seandainya Allah tidak memberikan kekuatan ke dalam hati hamba-hamba-nya untuk mengembannya, mengambil pelajaran darinya, dan mengingat ajaran ketaatan dan ibadah yang ada di dalamnya, serta menunaikan hak dan kewajiban-kewajibannya, niscaya mereka lemah dan tidak akan mampu memikulnya. Allah Swt. berfirman, “Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah.” (QS. Al-Hasyr: 21)

Sebenarnya, di mana letak kekuatan hati atas kekuatan gunung? Meski secara zahir gunung sebenarnya lebih kokoh dibandingkan hati namun Allah menganugerahkan kekuatan kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki untuk dapat memikulnya, sebagai keutamaan dan rahmat dari-Nya.

Senin, 26 Maret 2012

Peringatan bagi Para Pembaca Al-Qur’an

Imam Al-Qurthubi berkata dalam Tafsir-nya, Orang yang mengetahui Kitabullah (Al-Qur’an) harus dapat lebih menjauhi larangan-larangan-Nya, mengingat apa yang telah dijelaskan kepadanya, takut dan bertakwa kepada Allah, terus mendekatkan diri, dan bersikap malu kepada-Nya. Sesungguhnya orang yang membaca Kitabullah adalah orang yang membawa tugas-tugas para rasul. Dirinya akan menjadi seorang saksi pada hari kiamat terhadap orang yang menyelisihi pribadi-pribadi yang beragama. Allah Swt. berfirman, “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan manusia).” (QS. Al-Baqarah: 143)

Ingatlah, bahwasanya hukuman bagi orang yang mengetahui ajaran Al-Qur’an namun dia melalaikannya lebih berat daripada orang yang tidak mengetahui ajaran Al-Qur’an kemudian dia mengabaikannya. Juga, lebih berat hukumannya bagi orang yang telah dianugerahkan ilmu Al-Qur’an namun dia tidak mengambil manfaat darinya, melanggar larangan-larangannya namun tidak merasa takut karenanya, dan gemar melakukan perbuatan-perbuatan dosa dan perbuatan criminal secara terang-terangan. Al-Qur’an akan menjadi laknat atas perbuatannya itu dan musuh baginya kelak. Rasulullah Saw. bersabda, “Al-Qur’an itu akan menjadi penolong bagimu atau laknat atasmu.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Abu Bakar Al-Anbari mengatakan bahwasanya Abu Abdurrahman As-Sulami jika ada seseorang yang telah mengkhatamkan Al-Qur’an maka dia akan mendudukkan orang itu dihadapannya, dan meletakkan tangannya di atas kepala orang itu. Lalu, dia berkata kepada orang itu, “Wahai Fulan, bertakwalah kepada Allah. Tidak ada seorang pun yang lebih baik dari dirimu jika kamu mengamalkan apa yang telah kamu ketahui.”

Rahmat Allah bagi Para Penyimak Al-Qur’an

Al-Laits berkata, “Ada yang mengatakan, ‘Tidak ada rahmat yang lebih cepat datang kepada seseorang selain kepada orang yang menyimak Al-Qur’an’.” Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah: “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raaf: 204).

Menurut Imam Al-Qurthubi, lafazh ‘la’alla’ bagi Allah adalah sesuatu yang wajib diwujudkan.

Mendapat Petunjuk, Tidak akan Sesat dan Celaka Selamanya

Ibnu Abbas berkata, “Siapa saja yang membaca Al-Qur’an dan mengikuti ajaran yang ada di dalamnya maka Allah akan memberikan petunjuk kepadanya dari kesesatan dan menjaganya pada hari kiamat dari keburukan perhitungan amal. Hal ini sebagaimana firman Allah, ‘Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka’. (QS. Thaha: 123). Allah memberikan jaminan kepada orang yang mengikuti ajaran Al-Qur’an bahwa dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat kelak.”

“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegangan dengannya, yaitu Kitabullah (Al Qur'an) dan sunnah Rasulullah Saw.” (HR. Muslim)

Keutamaan Membaca Al-Qur'an Di Dalam Shalat


أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ إِذَا رَجَعَ إِلَى أَهْلِهِ أَنْ يَجِدَ فِيهِ ثَلَاثَ خَلِفَاتٍ عِظَامٍ سِمَانٍ قُلْنَا نَعَمْ قَالَ فَثَلَاثُ آيَاتٍ يَقْرَأُ بِهِنَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلَاثِ خَلِفَاتٍ عِظَامٍ سِمَانٍ

“Apakah salah seorang dari kalian suka jika ketika dia kembali kepada isterinya, di rumahnya dia mendapati tiga ekor unta yang sedang bunting lagi gemuk-gemuk?” Kami menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Tiga ayat yang dibaca oleh salah seorang dari kalian di dalam shalatnya adalah lebih baik daripada ketiga ekor unta yang bunting dan gemuk itu.” (HR. Muslim)

Sahabat, di dalam hadits ini tergambar jelas keutamaan membaca Al-Qur'an di dalam shalat. Bahwa membaca Al-Qur'an walau satu ayat di di dalam shalat lebih baik daripada mendapat seekor unta yang bunting lagi gemuk. Apalagi jika kita membacanya lebih dari satu ayat, maka kita akan memperoleh lebih banyak lagi faidah dan keutamaan. Rasulullah Saw. dalam satu haditsnya mengatakan bahwa sebaik-baik orang yang shalat adalah yang berdirinya lama. Yaitu berdiri dalam rangka membaca Al-Qur'an dan mentadabburinya.

Minggu, 25 Maret 2012

Ketika Orang Lain Membuka Aib Kita

Kegelisahan, ketakutan, dan keresahan yang kita rasakan, seharusnya menjadi sinyal untuk melihat ke dalam diri kita sendiri. Apa yang ada dalam diri kita, jauh lebih besar daripada apa yang ada di luar diri kita.

Ketika orang lain membuka dan mengorek-ngorek aib kita, apakah kita marah? Itu tergantung diri kita bagaimana melihatnya. Bagi orang yang tinggi hati, apa yang dilakukan orang itu kepada diri kita sebagai tindakan permusuhan dan harus kita balas! Sedangkan bagi orang-orang yang sabar dan rendah hati, dia lebih melihat ke dalam dirinya, apakah benar apa yang dikatakan orang itu. Di dalam hatinya dia berterima kasih karena pandangan diri kadang tidak objektif. Sementara pandangan orang lain lebih banyak objektifnya ketimbang subjektifnya.

Sahabatku, alangkah bermaknanya apa yang dikatakan Imam Ibnu Qudamah berikut ini: “Orang-orang salaf sangat suka jika ada seseorang yang menunjukkan aib mereka. Sementara kita pada zaman sekarang justru marah besar. Hal ini menunjukkan lemahnya iman. Sebab akhlak yang buruk itu seperti kalajengking. Jika ada seseorang yang menunjukkan bahwa di dalam baju salah seorang di antara kita ada kalajengking, maka secepat itu pula kita akan bertindak untuk membunuh kalajengking tersebut. Sementara akhlak yang hina lebih berbahaya dari kalajengking, bagi orang yang tidak menyadarinya.”

Dengan melihat ke dalam diri, kita mulai menempuh perjalanan yang benar. Yaitu jalan yang ditempuh orang-orang saleh. Apakah ada yang salah pada apa yang kita lakukan selama ini? Apakah ada yang kurang dari yang seharusnya kita lakukan? Atau, apakah ada nikmat yang tidak kita syukuri? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu senantiasa berada di dalam benak kita. Dengan mengintrospeksi diri, berarti kita telah mengobati luka batin kita. Kita sudah lama terpuruk pada kesalahan. Sudah lama tenggelam dalam lautan fitnah. Hidup di alam kegelapan. Kemudian menemukan kembali cahaya kearifan, kemuliaan, dan kebahagiaan.

Kejujuran adalah hal terpenting ketika kita mulai mengintrospeksi diri. Ketika kita jujur, akan terlihat banyaknya kesalahan dan kekurangan diri kita. Benarlah apa yang dikatakan orang itu mengenai diri kita. Akhirnya kemarahan pun meredup. Berganti kelapangan, kesabaran, dan kenikmatan dalam mengenal diri. Perkataan orang itu telah menjadi cambuk yang membuat kita cepat dalam melangkah menuju-Nya. Di saat-saat yang indah ini, airmata pun tumpah dan penyesalan pun memuncak. Inilah modal kita untuk memperbaiki diri.

Sabtu, 24 Maret 2012

Airmata Keinsafan, Airmata Kebahagiaan

Jika Muhammad bin Munkadir menangis, dia mengusap wajah dan janggutnya dengan airmatanya, lalu berkata, “Aku mendengar bahwa api neraka tidak akan membakar tempat yang terbasuh oleh airmata.”

Hasan al-Bashri berkata, “Sungguh kedua mata ini menangis, meskipun ada hati yang bersaksi atas kebohongan keduanya. Dan jika seorang hamba menangis di tengah-tengah orang banyak, maka orang-orang yang ada di sekelilingnya itu akan dirahmati tangis hamba itu.”

Ja’far bin Sulaiman adh-Dhab’i berkata, “Suatu ketika Malik bin Dinar memberi nasihat, maka dia mulai berbicara. Hausyab bin Muslim pun menangis, lantas Malik menepuk pundaknya dan berkata, “Menangislah wahai Abu Bisyr! Sesungguhnya kami mendengar kabar, bahwa seorang hamba akan selalu menangis hingga dia dikasihi oleh Tuhannya, maka dibebaskanlah dia dari api neraka.”

Abdullah bin Sarraj berkata, “Suatu hari kita sedang berada di majelis al-Hasan, ketika itu dia sedang memberi nasihat. Dari pojok majelis terdengar dengan jelas suara tangis seorang lelaki. Maka al-Hasan berkata, “Wahai orang yang menangis, keraskanlah! Sesungguhnya kita telah mengetahui, bahwa seorang yang menangis karena takut kepada Allah akan menjadi orang yang dikasihi pada hari kiamat.”

Hamzah al-A’ma berkata, “Suatu kali aku masuk rumah al-Hasan. Saat itu aku dapati dia sedang menangis. Pada kesempatan yang lain aku dan beberapa orang mendatanginya, kita pun mendapatinya sedang menangis. Terkadang aku datang pada saat dia sedang shalat, kemudian aku mendengarnya sedang menangis. Suatu ketika aku tanyakan hal ini kepadanya, ‘Wahai Abu Sa’id (panggilan al-Hasan), sungguh engkau orang yang banyak menangis?’ Maka dia pun menangis lagi, dan berkata, ‘Wahai anakku, lalu apa yang dapat dilakukan oleh seorang mukmin jika dia tidak menangis? Wahai anakku, sesungguhnya tangis adalah sebab turunnya belas kasih Allah. Jika engkau bisa menangis sepanjang umurmu, maka lakukanlah, semoga Allah melihatmu saat engkau menangis, lalu engkau dikasihi oleh-Nya karena tangisanmu itu, dan tanpa kau sadari, kau dapati dirimu telah selamat dari api neraka.”

Abdu Rabbih bin Ubaid al-Azdi berkata, “Dulu kita pernah bersama Mu’awiyah bin Qurah. Lalu dia bercerita sedikit, maka seorang lelaki terdengar jelas sedang menangis di sisi majelis. Mu’awiyah berkata kepadanya, ‘Semoga Allah menjadikanmu kaya atas apa yang kau tangisi’. Setelah itu majelis penuh dengan tangisan.”

Khalid bin Ma’dan berkata, “Tidak ada seorang hamba yang menangis karena Allah, melainkan anggota badannya menjadi khusyu’ karenanya.”

Sahabatku, demi penyegaran batin kita, cobalah sesekali kita mengikuti acara muhasabah. Saat itu akan terasa keinginanmu untuk menangisi dosa-dosamu semakin kuat. Mendengar suara tangisan orang lain, engkaupun bertanya, mengapa orang itu menangis. Kemudian engkau dengarkan untaian kata-kata penuh hikmah yang disampaikan seorang penceramah. Engkau resapi. Engkau dalami. Engkau terpekik sadar. Hatimu remuk oleh rasa penyesalan yang mendalam. Akhirnya airmata meleleh membasahi pipi. Mulutmu berbisik, “Rabbighfirli...”

Subhanallah! Ini bukan cerita tentang kesedihan, tetapi inilah kebahagiaan sesungguhnya. Ini bukan cerita tentang kesakitan, tetapi kesegaran! Ini bukan cerita tentang orang yang akan mati, tetapi banyak pemuda menangis juga! Bagaimana mungkin airmata keinsafan dipandang sebagai airmata kesedihan dan kesakitan, sedangkan orang-orang saleh dari dulu hingga sekarang telah mewarisi tangisan?

Sahabatku, mereka adalah orang yang paling bahagia di dunia dan akhirat! Mereka adalah orang yang paling produktif beramal dan paling bersih hatinya. Justru orang-orang yang berakhlak buruk, jauh dari agama, adalah orang-orang yang sakit, gelisah dan keras hatinya.

Cermin Hati

Kita dapat melihat fisik kita saat kita bercermin. Bagaimana rupa, rambut, tangan, badan, kulit kita, dan lain-lain. Tujuan dari cermin adalah memantulkan kembali siapa diri kita. Tapi hal itu tergantung dari cermin itu sendiri, apakah bersih atau kotor. Cermin yang kotor, tidak dapat memperlihatkan diri kita sebenarnya. Kita agak kesulitan untuk mengenali bagian tubuh kita yang tidak terlihat oleh pandangan mata kita. Jika saja ada goresan pena di wajah kita, kita tidak mengetahuinya, karena kita melihat bahwa yang kotor itu cerminnya, bukan wajah kita.

Demikianlah cermin yang ada di luar dunia kita. Apa yang ada di dalam diri kita jauh lebih besar daripada apa yang ada diluar diri kita. Penyakit yang ada dalam tubuh kita, lebih berbahaya daripada penyakit yang terlihat dipermukaan. Penyakit jiwa lebih berbahaya daripada penyakit fisik. Penyakit fisik bisa disembuhkan dengan kesegaran ruhani. Sementara penyakit jiwa tidak dapat disembuhkan dengan berbagai macam obat-obatan fisik. Ia hanya bisa disembuhkan oleh kesadaran ruhaniah. Sesungguhnya cermin fisik hanya menyentuh dunia luar kita, tetapi ia tidak mampu menyentuh dunia dalam kita. Ia tidak dapat menyentuh perasaan, kegelisahan, ketakutan, ataupun ketenangan kita. Tidak mungkin kita melihat perasaan kita dengan penampilan fisik semata. Bisa saja kita menutup-nutupi kekurangan diri kita dengan cara berhias, berpakaian rapi, berjalan anggun, dan berbicara sopan, tetapi ketika dihadapkan pada ujian dan cobaan, hatinyalah yang berbicara.

Seberapa dalam kita mengenal diri kita, tergantung bersih atau tidaknya cermin yang ada di dalam diri kita. Cermin yang bersih menimbulkan kepekaan ruhani yang tinggi. Pemiliknya sangat sensitif pada hal yang terkait akhirat, iman, ibadah, akhlak mulia, dan syariat. Rasulullah Saw. biasa beristighfar seratus kali sehari, padahal beliau sudah dihapuskan dosa-dosanya baik yang sebelum maupun sesudahnya. Para sahabat Rasulullah sering mengatakan, “Andaikan aku sebatang pohon yang ditebang...Andaikan aku rumput yang diinjak-injak...Andaikan aku jerami yang dibakar...” Kata-kata itu timbul dari hati yang bersih sehingga menghasilkan kepekaan yang menakjubkan.

Kita tidak heran dengan orang yang malu ketika berhadapan dengan orang lain, tetapi Abu Bakar menutup wajahnya saat di WC. Beliau malu kepada Allah Swt. Pada suatu ketika Abu Bakar kedatangan rombongan dari negeri Yaman. Salah seorang dari rombongan itu membaca al-Quran, anggota rombongan lain yang mendengarnya pun menangis. Melihat hal itu, Abu Bakar kagum. Beliau mengatakan bahwa tangisan itu hadir dari hati yang bersih.

Orang-orang saleh tergetar hatinya tidak hanya pada saat melakukan ibadah, tetapi juga ketika melihat suatu fenomena atau mendengar sebuah syair saja. Orang-orang saleh begitu lembut perasaannya. Ketika nasihat dia dengarkan, nasihat itu memantul pada cermin hati, memberitahukan siapa diri kita sebenarnya. Dengan jelas dia melihat dirinya sebenarnya. Ketika melihatnya, dia menangis karena banyak sekali kekurangan dan dosa-dosa yang telah ia lakukan.

Anas bin Malik Ra. berkata, “Rasulullah Saw. berkhutbah kepada kami, sama sekali aku belum pernah mendengar khutbah yang seperti itu sebelumnya. Rasulullah Saw. bersabda, ‘Jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui, sungguh kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa’. Maka para sahabat menutupi wajah-wajah mereka, dan sesaat terdengarlah suara isakan tangis.”

Pada suatu ketika Rasulullah Saw. membaca ayat:

وَلاَتُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَتَمْشِ فِي اْلأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18).

Kemudian Nabi Saw. berbicara tentang kesombongan. Beliau mengatakan bahwa hal itu adalah perkara yang besar. Maka Tsabit bin Qais yang duduk di sisi Rasulullah Saw. menangis. Lalu Rasulullah Saw. berkata kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Dia menjawab, “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku ini orang yang sangat mencintai keindahan, sampai-sampai tali terompahku aku bagus-baguskan?” Rasulullah Saw. bersabda, “Engkau penghuni surga, bukan termasuk kesombongan lantaran memperbagus kendaraan dan tempat tinggal. Akan tetapi kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.”

Abu Musa al-Asy’ari Ra. berkhutbah dihadapan orang-orang di Bashrah. Dalam khutbahnya dia menyinggung tentang api neraka. Dia menangis sampai airmatanya jatuh ke mimbar. Maka orang-orang pun menangis sejadi-jadinya.

Zirr bin Hubaisy menulis surat kepada Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Lewat surat itu dia menasihatinya. Pada akhir surat itu tertulis:

Wahai Amirul Mukminin, kesehatan yang ada padamu janganlah membuatmu terlena mengharapkan panjangnya masa hidup. Sesungguhnya engkaulah yang lebih tahu akan dirimu! Dan ingatlah apa yang dikatakan oleh orang-orang generasi awal:

Apabila orang dewasa, anak mereka telah lahir

Dan jasad mereka telah rusak karena ketuaan

Dan jatuh sakit pun telah biasa menimpanya

Itulah masa panen telah dekat

Setelah membaca surat itu, Khalifah Abdul Malik pun menangis keras.

Sahabatku, ketika cermin hati kita tidak bersih, kita tidak dapat mengenal diri kita sebenarnya. Kekotoran kita ditutup-tutupi dengan keadaan cermin yang kotor. Jika sudah tidak dapat mengenal diri kita, kita tidak dapat mengenal Tuhan kita. Naudzubillahi mindalik.

File Kehidupan

Suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Khaththab Ra. berkeliling kampung guna melihat keadaan rakyatnya lebih dekat. Umar berhenti sejenak di sebuah rumah di mana dia mendengar perdebatan kecil antara seorang ibu dan anaknya.

Ibu itu berkata kepada anaknya, ''Anakku, tambahkanlah air pada susu yang akan kita jual ini.'' Sang anak menjawab, ''Wahai ibu, saya tidak mungkin melakukannya karena hal itu dilarang Khalifah Umar.'' Ibunya kembali berkata, ''Anakku, Umar tidak melihat apa yang kita kerjakan ini.'' Sang anak menjawab, ''Wahai ibu, biar pun Umar tidak melihat kita, tapi Tuhannya Umar (Allah) sedang melihat kita.'' Sang ibu tertegun mendengar kata-kata yang diucapkan anaknya itu, dan akhirnya tidak jadi melakukan perbuatan buruk itu.

Khalifah Umar yang ikut mendengarkan tak kalah tertegunnya. Beliau merasa kagum dengan akhlak dan kepribadian gadis itu. Beliau pulang ke rumahnya dan menceritakan kejadian itu kepada istri dan anak-anaknya. Kemudian beliau menawarkan gadis itu kepada seorang putranya untuk dinikahi. Dari hasil pernikahan itu, kelak terlahirlah anak keturunan yang cerdas lagi shalih, pemimpin umat dan pembaru yang tiada tandingannya, Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah.

Orang lain mungkin tidak melihat keburukan yang kita lakukan, tetapi Allah Penguasa langit dan bumi melihatnya. Allah telah menyimpan file film kehidupan kita yang kelak akan diperlihatkan kepada kita di yaumil akhir, tanpa sensor sedikit pun! Tidakkah kita merasa malu, jika keburukan-keburukan kita mulai dari yang kecil hingga yang besar dipertontonkan kepada seluruh makhluk-Nya?

Ternyata orang yang selama ini kita kenal baik sebagai pejabat, tokoh masyarakat, telah melakukan perbuatan buruk dan tercela. Namun, mereka sengaja menyembunyikannya. Padahal, tidak ada sesuatu pun yang luput dari Allah atas apa yang telah mereka kerjakan. Allah Swt. berfirman:

يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلاَ يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْيُبَيِّتُونَ مَالاَيَرْضَى مِنَ الْقَوْلِ وَكَانَ اللهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا

''Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah. Padahal, Allah beserta mereka, ketika suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.'' (QS. an-Nisa: 108).

Dalam ayat-Nya yang lain Allah Swt. berfirman:

وَمَاتَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَاتَتْلُوا مِنْهُ مِنْ قُرْءَانٍ وَلاَتَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلاَّ كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَايَعْزُبُ عَن رَّبِّكَ مِن مِّثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي اْلأَرْضِ وَلاَفِي السَّمَآءِ وَلآَأَصْغَرَ مِن ذَلِكَ وَلآأَكْبَرَ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

''Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Alquran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).'' (QS. Yunus: 61).

Karena itu, berhati-hatilah dalam meniti kehidupan ini. Setiap kali kita bertutur kata, berusahalah untuk jujur. Setiap kali kita berjalan, berusahalah untuk selalu melangkah dalam kebaikan. Setiap kali tangan kita digerakkan, berusahalah agar tangan ini kelak tidak menjadi saksi atas keburukan yang pernah kita lakukan.