Tidak selamanya kesengsaraan dan  penderitaan itu hina dan dibenci. Terkadang kesengsaraan justru  menimbulkan efek positif seorang hamba. Doa yang penuh harap muncul dari  kesengsaraan dan tasbih yang tulus datang dari hati yang tersakiti.  Begitu juga penderitaan dan beban yang dialami seorang pelajar untuk  menuntut ilmu. Akhirnya, akan membuahkan hasil menjadi seorang ilmuwan  besar. Demikianlah, karena dia rela terbakar awalnya, berkilaulah  akhirnya.
Ada juga seorang penyair yang merasakan pilu  karena penderitaan. Namun, akhirnya menghasilkan karya sastra yang  mengagumkan. Sakit hatinya telah menyentuh hati dan urat saraf serta  membuat darahnya bergemuruh. Kemudian, gejolak jiwa itu mengarahkan  intuisinya untuk merangkai kata-kata yang indah. Begitu juga seorang  penulis, setelah melalui berbagai penderitaan dalam hidupnya, akhirnya  dia menghasilkan karya yang mengagumkan dan terus tergambar dalam  ingatan.
Seorang penyair yang tidak pernah merasakan  sakit dan pahit getirnya kehidupan maka syair-syairnya akan terasa  hambar. Syair hanya berisi kumpulan peristiwa murahan dan untaian kata  picisan karena dari lisan bukan dari lubuk hatinya yang paling dalam.  Berpuisi dengan rasionya tanpa melibatkan hati dan perasaan.
Sebelum  mencapai puncak kearifan, Imam al-Ghazali terlebih dahulu bermujahadah  dengan berat. Beliau mengembara menuntut ilmu, beribadah dengan penuh  kekhusyuan, kadang bertafakur seorang diri. Kegelisahan jiwanya dalam  mencari kebenaran membuat seorang dokter memvonisnya menderita penyakit  saraf kronis. Biarpun begitu, Allah tidak menyia-nyiakan usahanya itu.  Kemudian, menunjukkan jalan yang benar ke arahnya. Dari sanalah  karya-karyanya yang tercetak hingga kini bermunculan; Ihya Ulumuddin, Mungidz min Dhalal, Tahafut al-Falasifah, Kimya as-Saadah, dan sebagainya.
Imam  Ibnu Taimiyah – seorang ulama besar pengusung panji kebenaran dan  ketakwaan – menyelesaikan beberapa karyanya di dalam penjara. Ketika  penguasa dzalim menyingkirkan penanya, beliau tetap menulis walaupun  dengan arang. Kita hanya tahu kitab Majmu Fatawa itu tebalnya  satu setengah meter, tapi kita tidak tahu bahwa sebenarnya sebagian  besar buku itu ditulis ketika beliau berada dalam penjara.
Sayyid Quthb mampu menuliskan karya terbesarnya, Tafsir Fizhilalil Quran,  ketika dalam keadaan terhimpit penderitaan. Di siksa dalam penjara  lantas dihukum mati. Di dalam penjara itu juga, beliau menulis sebuah  buku kecil yang konon adalah buku best seller di Timur Tengah dan paling ditakuti pemerintahan otoriter, yaitu Ma’allim fith Thariq.
Prof.  HAMKA adalah sosok ulama yang senantiasa konsisten di jalan Allah,  mampu menyelesaikan kitab tafsirnya yang paling fenomenal dan  berjilid-jilid tebalnya, Tafsir al-Azhar, ketika beliau berada di dalam penjara.
Dr.  Yusuf al-Qaradhawi – ulama terkemuka saat ini – dengan terpaksa harus  berhijrah dari Mesir ke Qatar karena pemerintah otoriter Mesir saat itu  memburu para aktivis Islam dan menjebloskannya ke dalam penjara. Namun,  di sana beliau mampu menyusun kitab Fiqh Zakat, yang menurut Abul A’la Maududi merupakan kitab yang paling bagus pada abad ke-20.
Dr.  Muhammad al-Ghazali – guru dari Dr. Yusuf al-Qaradhawi – juga dengan  terpaksa hijrah ke Madinah al-Munawarah. Di sana beliau habiskan  waktunya dengan membaca, menulis, merenung, dan berdakwah. Beliau  berhasil merampungkan karya terbesarnya, Fiqh Sirah. Kitabnya  itu ditulis di depan makam Rasulullah. Setiap kali memulai menulis,  setiap kali itu pula beliau menangis mengenang perjuangan agung  Rasulullah.
Zainab  al-Ghazali adalah sosok mujahidah terkemuka yang lahir di abad ke-20.  aktivis Ikhwanul Muslimin ini pernah mengalami berbagai bentuk siksaan  dan penderitaan yang mengerikan, sebagaimana diceritakannya dalam  bukunya yang berjudul Ayyamun Min Hayati (Hari-Hari dalam  Kehidupanku). Buku tersebut menggambarkan hari-hari yang dilakukan oleh  si penulis selama di balik terali besi. Setiap huruf, kata, kalimat, dan  lembar yang terdapat di dalam buku tersebut adalah refleksi dari  perasaan yang mendalam. Proses penyiksaan demi pemyiksaan yang  dialaminya, semua ia ungkap dalam buku tersebut. Dari buku terungkap,  bahwa orang-orang yang telah menjalani masa penahanan, lebih mampu  mengungkapkan penderitaan, kesabaran, dan ujian yang dihadapinya.  Bahkan, ia adalah orang yang paling mampu menggambarkan berbagai tragedi  yang dialaminya melalui penanya yang ikut terluka.
Dr.  Aidh al-Qarni pernah di penjara karena pernyataan-pernyataan politik  yang ditulisnya dalam sebuah syair. Namun di sana beliau menghabiskan  waktu untuk membaca, merenung dan menulis. Karyanya yang memukau jiwa  dan mengguncang dunia, La Tahzan, ternyata di tulis ketika  beliau di dalam penjara. Buku itu menggambarkan kepiluan hatinya dan  bagaimana beliau mencari jalan sesuai dengan petunjuk-Nya. Buku itu kini  telah dicetak dua juta eksemplar di seluruh dunia. Beliau juga  dianugerahi penghargaan pemerintah Arab Saudi sebagai penulis paling  produktif di Arab Saudi.
Harun Yahya – pejuang dan ilmuwan terkemuka  Turki – terpaksa digiring masuk penjara selama bertahun-tahun. Bahkan,  beberapa bulan lamanya dimasukkan ke rumah sakit jiwa dan dirantai  kakinya. Namun, di sana dia mampu bersabar dan tawakal kepada Allah  hingga bisa menyelesaikan banyak buku yang salah satunya mengenai  perjalanan hidup Nabi Muhammad. Beliau sendiri sering berkata kepada  sahabat dan murid-murid yang menjenguknya dari kejauhan, “Jangan bersedih. Sesungguhnya Allah beserta kita.”  Pada tahun 2000, beliau dianugerahi majalah ilmiah terkemuka saat ini,  New Scientist, sebagai “Pahlawan Dunia” karena dengan gemilangnya  berhasil mengungkap kebohongan teori evolusi. Kini Harun Yahya juga  termasuk dalam jajaran penulis paling produktif di dunia, karyanya sudah  mencapai 200 judul!
Mereka itulah orang-orang agung karena mereka mampu menjadikan penderitaan sebagai perantara sebagai ketinggian.
Sesungguhnya nasihat yang baik pasti akan  menyentuh hati yang paling dalam dan meluluhkan jiwa. Nasihat yang  demikian dapat ditulis menjadi buku karena pengarangnya pernah mengalami  perjuangan panjang dan kepedihan hidup.
 “…maka  Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan  ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan  kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS. al-Fath: 18).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar