Bila membaca sejarah Nabi Saw., para sahabatnya, orang-orang saleh, dan para syuhada, membuat saya berpikir, betapa dahsyatnya amal seorang mukmin.
Keimanan mengobarkan semangat mereka dalam beramal. Mereka tidak dapat melihat Allah, tapi mereka meyakini bahwa Allah ada. Dia Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.
Sekalipun mereka tidak pernah melihat Rasulullah Muhammad Saw., mereka beriman kepadanya, yakin bahwa mengikuti sunnah Nabi adalah jalan terbaik; keselamatan dunia dan akhirat. Meskipun jarak mereka hidup dengan Nabi sangatlah jauh namun hati mereka dekat dengan Nabi. Bahkan merindukan pertemuan dengan Nabi.
Mereka belum pernah melihat surga tapi sangat ingin masuk ke dalamnya. Mereka juga belum pernah melihat neraka tapi sangat ingin menjauh darinya. Walaupun belum pernah melihat surga dan neraka, mereka meyakini keduanya ada.
Mereka juga meyakini adanya malaikat pencatat amal baik dan amal buruk. Padahal mereka tidak melihatnya sama sekali. Keimananlah yang membuat mereka sadar bahwa para malaikat itu ada dan karenanya mereka terus berusaha agar catatan amal baik mereka jauh lebih banyak daripada amal keburukan mereka.
Merekalah yang terdepan dalam amar ma'ruf nahi munkar, menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran walaupun nyawa taruhannya, di depan mereka terdapat seorang penguasa zalim, dan mendapat kebencian orang-orang sombong.
Merekalah yang terdepan dalam beribadah. Mereka mendirikan shalat fardhu, sangat rajin mengerjakan shalat sunah, berpuasa dibulan ramadhan dan puasa sunah dihari-hari yang lain. Bibir mereka tidak jauh dari zikir, tilawah dan dakwah. Kondisi mereka ibarat fursanun fin nahar war ruhbanun fil lail, siangnya ibarat singa (berjihad, mencari nafkah, dan aktivitas duniawi yang bermanfaat), malamnya ibarat rahib (beribadah dengan penuh kekhusyuan). Bila mereka selesai satu urusan, mereka beralih pada urusan bermanfaat lainnya; faidza faraghta fanshab wa ila raabbika farghab. Bila orang kafir beribadah seminggu sekali selebihnya untuk aktivitas duniawi, maka orang yang beriman beribadah menyucikan jiwa mereka setiap hari bahkan setiap waktu. Oleh karena itu, tidak mungkin sama jiwa-jiwa mukmin dengan jiwa-jiwa kafir.
Merekalah yang terdepan dalam ilmu dan prestasi. Mereka meyakini bahwa menuntut ilmu adalah perintah agama oleh karenanya memiliki banyak sekali keutamaan baik di dunia maupun di akhirat. Bila orang kafir menganggap menuntut ilmu tidak ada sangkut pautnya dengan agama; tidak ada sangkut pautnya dengan pahala, maka tidak bagi seorang mukmin. Oleh karena itulah, bagi seorang mukmin lembaran-lembaran pengetahuan yang mereka baca dan majelis-majelis ilmu yang mereka ikuti dipenuhi dengan taburan pahala. Bahkan bila mereka mati saat menuntut ilmu akan diganjar dengan surga. Siapa yang tidak mau?
Mereka terdepan dalam akhlakul karimah. Islam berkembang pesat bukan karena pemberian uang kepada orang kafir agar mau masuk Islam. Atau memaksa mereka dengan kekerasan. Tetapi Islam tersebar karena keindahan akhlak yang diperagakan kaum mukminin. Sangat jauh berbeda dengan umat agama lain dalam menyebarkan agamanya yang sering menghalalkan segala cara.
Seorang suami yang mukmin sangatlah baik memperlakukan istrinya. Begitupun sebaliknya. Orangtua yang mukmin berakhlak baik dalam memperlakukan anak-anaknya. Tidak dengan cara kekerasan melainkan dengan hikmah dan kasih sayang. Hingga kepada orang kafir pun Islam memancarkan akhlakul karimah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar