Sayyid Quthb dalam Fizhilalil Quran menjelaskan makna surat Al Ashr dengan sangat indah. Katanya, seorang mukmin dengan amalnya ibarat bunga yang tidak kuasa menahan wewangiannya. Seorang mukmin dengan amal saleh ibarat satu tubuh. Bila tidak beramal, maka keimanan yang ada dalam dirinya patut dipertanyakan; tipis atau tidak ada sama sekali.
Sejarah peradaban Islam yang agung telah menggambarkan kepada kita tentang kehebatan dan kedahsyatannya dalam berkarya. Gedung-gedung dengan nilai seni dan arsitektur tinggi bertebaran di mana-mana dan menjadi sejarah dunia yang elok untuk disaksikan. Buku-buku yang ditulis oleh para ulama begitu banyak jumlahnya dan sebagian di antaranya masih bisa kita baca hingga kini. Tapak-tapaknya masih terasa menunjukkan betapa besar dan hebatnya peradaban pada saat itu.
Semangat itu tidak lain muncul dari keimanan yang kokoh dan kuat. Bila saja 313 muslim tidak mau berperang melawan kafir quraisy yang jumlahnya lebih dari seribu orang pada perang Badar, maka berhentilah peradaban itu. Bila Thariq bin Ziyad dengan bala tentaranya yang tidak begitu banyak tidak berani menyerang orang-orang kafir Spanyol, maka terputuslah Eropa dari mengenal Islam.
Bila Muhammad Al Fatih dan pasukannya berhenti untuk melanjutkan penyerangan terhadap Konstantinopel, maka mungkin kita tidak akan menyaksikan Konstantinopel berubah nama menjadi Istambul (di ambil dari kata "Islambul" yang artinya "kota Islam").
Bila saja Ibnu Taimiyah berhenti berkarya karena dijebloskan ke dalam penjara, mungkin kita tidak mengenal Kitab Majmu Fatawa, salah satu karya hebat dibidang ilmu fikih. Begitupun dengan Sayyid Quthb, di penjara justru menghasilkan karya legendarisnya "Fizhilalil Quran, HAMKA menghasilkan karya agungnya "Tafsir Al Azhar" yang tebal dari kedua kitab itu bila digabungkan mencapai satu meter. Begitupun yang terjadi pada Aidh Al Qarni, keimanan yang ada dalam dirinya justru mengobarkan semangatnya untuk terus berkarya meskipun di dalam penjara. Maka lahirlah kitab La Tahzan yang kesohor itu.
Beberapa waktu lalu saya membaca berita tentang mahasiswi berprestasi, anak tukang becak yang miskin. Dia meraih prestasi tertinggi dikampusnya dengan IPK 3,9. Ketika ditanya apa rahasianya bisa sukses dalam belajar. Jawabannya, selalu mengulang-ulang pelajaran yang di dapat, tilawah satu hari satu juz, shalat tahajud, dan shalat dhuha. Jawabannya sederhana tapi sungguh bermakna. Kebiasaan-kebiasaan itu membentuk karakternya, mengisi baterai jiwanya, mengobarkan semangatnya. Karena yang menghidupkan hati yang malas adalah Allah, yang membuka khazanah pengetahuan adalah Allah. Kemiskinan bukanlah penghalang dari kemuliaan. Tapi yang menjadi penghalang seseorang meraih kemuliaan adalah kemaksiatan yang dilakukannya.
Orang-orang berprestasi tidak mungkin didapat dari pelaku maksiat, pelajar yang sering tawuran, suka bolos, dan malas belajar. Tapi ia bisa didapat dari rumah-rumah semi permanen, para pelajar yang berjalan kaki berkilo-kilo meter ke sekolahnya, atau mereka yang terpaksa mencari nafkah sendiri karena orangtuanya tidak mampu membiayainya sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar