Suatu hari saya bertemu dengan seorang teman. Teman saya bercerita tentang temannya. Dulu temannya itu seorang aktivis dakwah di kampusnya. Namun setelah lulus dari dari kampusnya dan mulai bekerja, dia sudah tidak mengaji lagi. Usut punya usut ternyata sekarang "mengaji" pada orang-orang sekuler dan liberal. Dulu dia sangat berapi-api membela Islam dan selalu mengingatkan bahayanya ghazwul fikr, tapi kini malah bertolak belakang keadaannya. Dia mulai menyimpang dari garis pemikiran Islam.
Penyimpangan pertama adalah saat dia bergaul dengan orang-orang yang tidak baik secara agama. Akibatnya, dia sering melontarkan pendapat-pendapat aneh yang sangat melukai hati umat Islam, khususnya para penegak dan pembela Islam. Misalnya suatu ketika dia menyerang syariat Islam yang menurutnya adalah produk budaya Arab pada zamannya. Katanya, yang bisa kita ambil dari syariat adalah ruhnya saja, seperti keadilan, kemanusiaan, dan kesetaraan. Sedangkan pelaksanaan hukum seperti hukum qishash dibuang saja. Di kesempatan lain dia juga pernah berkata jika Ikhwanul Muslimin lebih baik tunduk pada militer Mesir agar tidak berjatuhan korban jiwa. Tapi anehnya ketika Muhammad Mursi masih berkuasa, dia sering menjelek-jelekkan Mursi dan Ikhwanul Muslimin.
Teman saya dan teman-temannya yang lain sudah mengingatkannya, mulai dengan dalil-dalil sampai mengenang perjuangannya dulu sewaktu masih kuliah. Tetap saja dia bersikukuh dengan pendapatnya, dengan melakukan pembenaran berdasarkan apa yang dia yakini.
Sahabatku, dari cerita teman saya di atas, saya memperoleh pelajaran berharga. Yaitu, hendaknya kita memperhatikan dengan siapa kita bergaul. Jangan pernah meremehkan hal ini karena memilih teman pada hakikatnya memilih masa depan kita mau seperti apa. Memilih teman artinya memilih memperbaiki atau merusak diri kita di dunia maupun di akhirat.
Allah Swt. berfirman, “Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. al-Kahf:28)
Bilamana ayat di atas adalah seruan dan peringatan di dunia, maka permasalahannya di akhirat kelak lebih keras dan seram lagi, sebagaimana firman-Nya, “Dan (ingatlah) hari (ketika) orang yang zalim itu menggigit dua tangannya, seraya berkata, ‘Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan (yang lurus) bersama Rasul shallallahu 'alahi wasallam. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan jadi teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur'an ketika al-Qur'an telah datang kepadaku. Dan syaitan itu tidak akan menolong manusia.’” (QS. al-Furqan:27-29)
Rasulullah saw bersabda: "Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap." (HR. Bukhari dan Muslim)
Mengenai makna hadis ini, Imam Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan: “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Hadits ini juga mendorong seseorang agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”
Imam Abu Hatim ar-Raziy juga berkomentar, bahwa hadis ini adalah dalil untuk memilih teman yang baik dalam hal yang berkaitan dengan agama.
Menurut Imam an-Nawawiy, hadits ini menunjukkan keutamaan bergaul dengan teman shalih dan orang baik yang memiliki akhlak yang mulia, sikap wara’, dan adab. Sekaligus juga terdapat larangan bergaul dengan orang yang buruk, ahli bid’ah, dan orang-orang yang mempunyai sikap tercela lainnya.
Rasulullah Saw. juga bersabda, “Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan Tirmidzi)
Umar bin Khaththab berkata, “Hendaklah kamu memiliki saudara-saudara yang jujur, niscaya kamu dapat hidup di bawah naungan mereka, sebab mereka adalah perhiasan di masa senang dan bekal di masa sulit.”
Imam Ibnul Qayyim juga meriwayatkan dari para ulama enam sifat dan manfaat bergaul dengan orang-orang yang shalih, yaitu: pindah dari ragu menjadi yakin, dari Riya` menjadi ikhlash, dari lalai menjadi ingat, dari suka dunia menjadi suka akhirat, dari sombong menjadi tawadhu dan dari niat yang buruk menjadi nasehat.
Alangkah besar keutamaan memilih teman dari golongan orang-orang saleh, dan alangkah meruginya memilih teman dari golongan orang-orang fasiq. Maka, mulai dari sekarang, mari kita azamkan kepada diri kita untuk senantiasa bersahabat dengan orang-orang saleh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar