Entah mengapa, saya selalu memahami teori evolusi dengan cara yang sederhana. Yaitu, kebenaran teori evolusi sangat ditentukan oleh adanya link atau kesinambungan antara satu makhluk dengan makhluk hidup yang lainnya. Dalam hal ini khususnya adalah keterkaitan antara kera dengan manusia. Dalam teori evolusi manusia berkerabatan dengan kera. Taruhlah manusia itu berkerabatan dengan kera, tapi mengapa dalam perkembangannya dari awal evolusi hingga kini terjadi perbedaan yang sangat mencolok. Yang satu semakin cerdas, yang satunya lagi tetap bodoh. Apakah anda berpikir kera pada zaman sekarang lebih cerdas daripada kera zaman dulu? Sepertinya hal ini menjadi kegalauan kaum evolusionis seperti yang nampak ketika saya membaca artikel ini:http://sains.kompas.com/read/2013/10/31/1751453/Ada.Missing.Link.antara.Simpanse.dan.Manusia.Modern
Di berita itu tertulis: "Ada missing link untuk melihat relasi antara simpanse (yang dikatakan kerabat terdekat manusia yang masih eksis hingga sekarang) dan spesies manusia modern. Ini menjadi sulit diterangkan sebab tidak sedikit spesies yang sudah punah. "Tapi, yang secara luas ahli-ahli sepakati, kerabat terdekat manusia—yang telah mengalami kepunahan—adalah Neandertal," kata Richard Edward Green, seorang peneliti asal Department of Biomolecular Engineering, University of California-Santa Cruz.
Nah kan, pada awalnya teori evolusi bilang manusia itu berkerabatan dengan kera atau dengan kata lain masih satu nenek moyang, kemudian para pendukungnya bingung karena mata rantai kekerabatannya belum ditemukan dan tampaknya hampir mustahil ditemukan. Lalu mereka, ambil contoh pernyataan di atas, merubah pandangan awal mereka dengan mengatakan seperti perkataan di atas. Apa itu Neanderthal? Sederhana saja, biar ngga ribet, pernah lihat orang papua bugil hanya pakai koteka untuk menutup kemaluannya? Nah, bagi kaum evolusionis, orang-orang seperti itu dianggap sebagai manusia purba. Tapi pada kenyataannya mereka sama seperti kita. Bedanya mereka hidup ratusan ribu tahun yang lalu, hidup dengan peralatan yang terbuat dari tulang belulang, misalnya. Sedangkan kita hidup zaman sekarang dengan peralatan yang canggih. Zaman dulu pakai tombak, zaman sekarang pakai bedil, misalnya. Nah, manusia Neanderthal ini adalah manusia purba yang paling awal ditemukan oleh para arkeolog. Kaum evolusionis terpaksa menggunakan Neanderthal sebagai patokan untuk menentukan sejarah evolusi mereka. Nyatanya, kekerabatan antara kera dengan Neanderthal tetap saja terbentang jarak yang sangat jauh, sama seperti jauhnya kekerabatan kera dengan manusia saat ini. Inilah yang disebut missing link. Atau terputusnya mata rantai.
Kasus yang lain, aneka pemalsuan dan kebohongan mengenai bukti-bukti rekaan evolusi seperti lukisan khayalan dan berlimpah fosil palsu menambah panjang daftar kejahatan mereka dalam menipu manusia agar percaya pada teori bohong evolusi. Sepertinya pemalsuan masa lalu seperti gambar embrio Haeckel dan manusia Piltdown tidaklah membuat mereka jera. Profesor evolusionis asal Jerman, Reiner Protsch von Zieten, yang beberapa tahun lalu menjadi bintang media massa. Fotonya terpampang di mana-mana bukan lantaran temuan gemilangnya mengenai evolusi, tapi karena penipuan yang dilakukannya sehubungan dengan beragam fosil. Profesor von Zieten pernah mengatakan bahwa manusia setengah kera berusia 50 juta tahun yang dijuluki Adapis telah ditemukan di Swiss. Namun faktanya, fosil monyet itu telah digali di Prancis. Akibat penipuan ini, Terberger, sang arkeolog pembongkar pemalsuan, menggambarkan kerugian yang diderita antropologi akibat pemalsuan Protsch: "Anthropology is going to have to completely revise its picture of modern man between 40,000 and 10,000 years ago" (Antropologi akan diharuskan membenahi sama sekali gambarannya tentang manusia modern antara 40.000 hingga 10.000 tahun yang lalu).
Kaum evolusionis semakin berusaha mencari missing link semakin galau. Sebagian dari mereka tampaknya tidak sabar sehingga melakukan penipuan. Sebagian lagi masih percaya teori evolusi dengan merubah pandangan awal teori evolusi. Bagi mereka, ini yang mereka sebut pembaharuan tapi masih dalam tataran teori evolusi. Bagi saya yang benar mereka itu sedang taklid buta terhadap teori evolusi, bukannya sedang melakukan pembaharuan. Benar atau salahnya teori ini, bukan suatu hal yang aneh jika kemudian mereka menerimanya tanpa mau keluar dari doktrin evolusi. Prof. Steve Jones, seorang evolusionis dari University College London, ketika ditanya, “Bagaimana, jika Teori Evolusi suatu saat dibuktikan keliru?” Lantas dia mengatakan, “Hal itu bagi ilmu pengetahuan sesungguhnya hal yang sama sekali lumrah: Orang punya hipotesa dan orang berupaya menyangkalnya. Jika itu tidak berhasil, maka teori itu mungkin benar. Setiap teori bisa dibantah, juga Newton telah dibantah. Jadi andai saya pernah bertemu manusia Cro-Magnon yang memakai (jam tangan) Rolex, maka saya akan segera membuang Teori Evolusi. Tapi itu belum pernah terjadi pada saya. Karenanya saya akan tetap menerimanya, setidaknya untuk sementara waktu.”
Cro Magnon hidup puluhan ribu tahun yang lalu, sedangkan jam tangan rolex baru beberapa tahun saja diciptakan. Bagaimana bisa manusia Cro-Magnon memakai jam tangan rolex? Hal itu benar-benar mustahil terjadi. Dengan kata lain sebenarnya Prof. Steve Jones sedang mengatakan, "Teori evolusi itu harga mati meskipun salah!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar