Adakah
hubungan antara membaca dengan kondisi keimanan seseorang? Menurut Imam Ibnu Qudamah,
keduanya memiliki keterkaitan. Hati yang sakit terlihat dari ketidakmampuannya
melaksanakan tugas khusus yang karenanya ia diciptakan, yaitu ilmu, hikmah,
ma’rifat, mencintai Allah dan beribadah kepada-Nya serta mementingkan semua ini
daripada setiap bisikan nafsu.
Orang
yang imannya lemah cenderung malas membaca dan menuntut ilmu. Sebaliknya dengan
orang yang imannya kuat, ia akan cenderung rajin membaca dan tekun menuntut
ilmu. Di samping itu, meskipun orang yang imannya lemah mau membaca, maka apa
yang dibaca kurang dipahaminya atau hanya sebatas kulit luarnya saja.
Keimanan
kita yang hidup dan “segar” mendorong kita untuk lebih antusias dalam beramal,
khususnya membaca dan menuntut ilmu. Apabila iman tidak membuat kita beramal,
maka bisa dipastikan – kata Sayyid Quthb – iman itu palsu atau tidak ada sama
sekali. Orang tidak bisa mengatakan “aku beriman” sebelum ia merealisasikan
kata-katanya itu dalam bentuk amal.
Orang
beriman sadar tentang manfaat yang besar dari mengerjakan amal saleh, maka
mereka pun mengerjakannya dengan penuh semangat. Keimanan mengatakan bahwa
dunia ini fana dan akan segera berakhir. Waktu begitu pendek, sementara amal
begitu sedikit. Dia Maha Melihat, Maha Mengetahui, dan Maha Mendengar apa yang
kita kerjakan, rasakan, dan ucapkan. Oleh karena itu, orang yang beriman segera
melakukan amal saleh sebelum nyawa sudah tak lagi dikandung badan.
Imam Syafi`i duduk di depan Imam Malik. Ia
membacakan sesuatu yang membuat Imam Malik sangat mengagumi kecepatannya dalam
menangkap pelajaran, kecerdasannya, dan pemahamannya yang sempurna. Imam Malik
berkata, “Aku melihat, Allah telah meletakan sinar didalam hatimu. Jangan
padamkan sinar itu dengan kegelapan maksiat.”
Imam Syafi’i berkata, “Barangsiapa yang ingin
agar Allah membukakan pintu hati dan menyinari lubuk kalbunya, dia wajib
meninggalkan perkataan yang tidak berguna, meninggalkan perkara-perkara dosa
serta menjauhi berbagai bentuk kemaksiatan. Seyogianya juga dia melakukan
amalan-amalan shalih secara tersembunyi antara dirinya dengan Allah saja. Sungguh,
apabila dia telah berbuat demikian, niscaya Allah bukakan untuknya suatu ilmu
yang membuatnya sibuk sehingga lupa terhadap selainnya. Dan sesungguhnya di
dalam kematian itu terdapat kesibukan yang sangat banyak.”
Dengan
adanya iman yang hidup di dalam diri kita, maka kita akan semakin antuasias
dalam membaca. Dan, membaca mendorong kita untuk beramal, dan amal itu akan
memberikan efek positif terhadap keimanan kita. Begitupun seterusnya – seperti
halnya sebuah lingkaran yang tidak pernah putus – sampai Allah mencabut nyawa
kita. Masing-masing unsur tersebut akan memberikan efek timbal balik yang
positif antara satu dengan yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar