Selama ini banyak orang salah kaprah memahami rezeki. Bagi mereka,
rezeki adalah apa yang dihasilkan dari usaha mereka. Ternyata, tidak semua yang
kita dapatkan itu bisa kita manfaatkan. Jadi, apa yang dimaksud dengan rezeki?
Menurut kamus besar bahasa Indonesia kata rezeki memiliki dua arti yaitu,
pertama, rezeki adalah segala sesuatau yang dipakai untuk memelihara kehidupan
(yang diberikan oleh Tuhan) berupa makanan (sehari-hari); nafkah. Kedua, yaitu
kata kiasan dari penghidupan, pendapatan, (uang dan sebagainya yang digunakan
memelihara kehidupan), keuntungan, kesempatan mendapatkan makanan dan
sebagainya. Sedangkan menurut Prof. Dr. M. Mutawalli asy-Sya’rawi, “Rezeki
ialah apa yang dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya.”
Definisi yang disampaikan Prof. Dr. Mutawalli Asy-Sya’rawi sangat
bagus sekali. Ada seseorang mempunyai uang ratusan jutaan rupiah namun sangat
ketat dan irit membelanjakan uangnya, setiap hari yang dikeluarkan hanya
beberapa rupiah sangat tidak seimbang dengan hartanya, berarti rezeki orang
tersebut hanya sebatas yang dibelanjakan atau yang bisa dimanfaatkan sedang
yang disimpan bisa jadi milik orang lain, atau bias jadi pemilik harta tersebut
hanyalah centeng yang terpercaya dari rezeki orang lain yang sudah ditakdirkan
oleh Allah Ta’ala.
Apabila pembicaraan tentang rezeki material maka akan bisa
diterima oleh sebagian besar manusia, namun pembicaraan pembicaraan rezeki
nilai-nilai yang tidak pernah terlintas dalam pikiran banyak orang, karena
sebagian orang memandang rezeki itu berbentuk harta dan bersifat materi padahal
sesungguhnya rezeki itu bisa berupa juga ilmu, wawasan, keterampilan,
kecerdasan otak, kefasihan bicara, kesehatan, dan sebagainya.
Udara (oksigen) yang kita hirup, kebutuhan air, cahaya matahari,
hasil hutan, hasil bumi/tambang, atau apa pun yang dapat diambil manfaatnya
adalah rezeki.
Itulah sebabnya, balasan Allah Swt. atas sedekah uang yang
dilakukan orang tidak harus berupa uang juga. Bisa jadi balasan itu berupa
terhindarnya seseorang dari penyakit atau mara bahaya, atau perasaan tentram di
dalam jiwa, atau kehidupan yang penuh dengan keberkahan dan kemanfaatan, dan
lain-lain.
Hakikatnya yang disebut rezeki adalah sesuatu yang sudah kita
rasakan manfaatnya atau sudah dipergunakan. Makanan yang ada di kulkas belum
tentu rezeki kita, sebelum kita memakannya. Demikian pula minuman sebelum kita
minum dan pakaian sebelum kita kenakan.
Uang yang ada di saku, dompet, atau rekening kita juga belum tentu
rezeki kita, karena bisa saja hilang atau kita meninggal dunia sehingga uang
itu berpindah kepemilikan, misalnya kepada ahli waris atau orang lain.
Uang baru disebut rezeki kita jika sudah dibelanjakan dan
belanjaan itu sudah kita nikmati. Ia juga baru bisa disebut rezeki jika sudah kita
belanjakan di jalan Allah dengan zakat, infak, dan sedekah. Bahkan, infak di
jalan Allah termasuk Amal Jariyah berarti menjadikan uang itu sebagai
"rezeki dunia-akhirat” karena pahalanya terus mengalir hingga ke alam
akhirat.
Yang pasti, Allah Swt. menjamin ada rezeki bagi setiap makhluk-Nya
(QS. Hud: 6). Tugas kita adalah ikhtiar, doa, dan tawakal untuk menjemput
rezeki itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar