Haji Abdul Karim Amrullah atau yang biasa dikenal dengan
nama Buya HAMKA adalah ulama terkemuka asal Indonesia yang sangat produktif
dalam menulis. Karya-karya beliau menjadi rujukan banyak ulama, sastrawan,
cendikiawan muslim, hingga menjadi bahan penelitian para orientalis.
Buya HAMKA dikenal sebagai ulama yang tegas namun santun,
gaya bicaranya puitis karena beliau adalah seorang sastrawan besar. Kehidupan
beliau penuh dengan perjuangan dan kejujuran. Salah satu kisah perjuangan
beliau berikut ini tercantum dalam Al-Azhar, kitab tafsirnya yang terkenal itu.
"Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu
ada kemudahan." Ini adalah Sunnatullah! Nabi Muhammad merasa berat beban itu sampai
seakan-akan hendak patah tulang punggung memikulnya. Namun di samping beratnya
beban, atau beserta dengan beratnya beban, namanya diangkat Tuhan ke atas,
sebutannya dimuliakan! Karena demikianlah rupanya Sunnatullah itu; kesulitan
selalu beserta kemudahan Yang sulit saja tidak ada! Yang mudah saja pun tidak
ada! Dalam susah berisi senang,dalam senang berisi susah; itulah perjuangan
hidup. Dan ini dapat diyakinkan oleh orang-orang yang telah mengalami.
Penulis tafsir ini sendiri mendapat pengalaman besar
sekali untuk meresapkan intisari ayat ini seketika ditahan dua tahun empat bulan
dengan secara kezaliman dan sewenang-wenang. Itu adalah kesulitan!
Kalau saya bawa bermenung saja kesulitan dan perampasan
kemerdekaanku itu, maulah rasanya diri ini gila. Tetapi akal terus berjalan;
maka ilham Allah pun datang. Cepat-cepat saya baca al-Quran, sehingga pada 5
hari penahanan yang pertama saja, 3 kali al-Quran khatam dibaca. Lalu saya atur
jam-jam buat membaca dan jam-jam buat mengarang tafsir al-Quran yang saya baca
itu. Demikianlah hari berjalan terus dengan tidak mengetahui dan tidak banyak
lagi memikirkan bilakah akan keluar.
Akhirnya setelah terjadi kekacauan politik gara-gara
Komunis pada 30 September 1965 itu dan di bulan Mei 1966 saya dibebaskan, saya
telah selesai membaca al-Quran sampai khatam lebih dari 150 kali dalam masa dua
tahun, dan saya telah selesai pula menulis Tafsir al-Quran 28 Juz'. Karena 2
Juz' 18 dan 19 telah saya tafsirkan sebelum ditangkap dalam masa dua tahun. Dan
kemudian itu pada tahun 1968, atau 1387 hijriyah saya dan almarhumah isteri
dapat naik haji. Kami bawa pula anak kami yang kelima, Irfan. Lebih dari
separuh belanja perjalanan kami bertiga beranak ialah dari hasil royalti Tafsir
Al-Azhar Juz' 1.
Saudaraku, dari kisah Buya HAMKA di atas, saya mendapat
beberapa pelajaran berharga: Pertama, sikap Buya HAMKA dalam menghadapi
ujian dan cobaan, beliau tetap tegar dan sabar serta beliau meyakini bahwa
sesudah kesulitan pasti datang kemudahan.
Kedua, bukannya malah melemah
semangat beliau dalam beribadah, justru ketika berada di penjara beliau tambah
rajin beribadah. Dalam waktu dua tahun beliau mampu mengkhatamkan Al-Qur’an
sebanyak 150 kali. Jumlah khatam yang sangat banyak yang dibaca oleh seorang
muslim. Tidaklah bisa dilakukan ibadah sebanyak itu kecuali orang yang
merasakan kenikmatan dalam membaca Al-Qur’an.
Ketiga, meskipun mendapat ujian dan cobaan, tidak menyurutkan
langkah beliau untuk berkarya. Justru ketika berada di dalam penjara itu, salah
satu Kitab Tafsir paling fenomenal yang pernah ditulis ulama Indonesia,
ditulis. Kesibukan pada kebaikan inilah yang memberikan kebahagiaan tersendiri
di dalam hati. Kesempitan penjara tidak membuat hati beliau ikut sempit.
Keempat,
keyakinan beliau pada ayat "Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu ada
kemudahan." Terbukti membuahkan hasil. Yaitu, ketika beliau keluar
dari penjara beliau mendapat royalti juz 1 dari 30 juz Tafsir Al-Azhar yang
beliau tulis. Dan uang royalty tersebut menjadi bekal beliau dalam menunaikan
ibadah haji. Subhanallah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar