Di
zaman yang serba sibuk, jarang ditemui orang yang mau memasak sendiri di
rumah. Membeli makanan di luar memang lebih praktis dan bervariasi,
namun belum tentu sehat. Sebuah penelitian menemukan bahwa orang yang
sering makan di rumah lebih panjang umur dibanding orang yang banyak
jajan di luar.
Gabungan ilmuwan dari Monash University, National Defense Medical Centre di Taiwan dan National Health Research Institutes di Taiwan berusaha mencari efek memakan makanan rumahan bagi kesehatan. Hasilnya menemukan bahwa orang yang makan makanan rumah minimal 5 kali seminggu memiliki kemungkinan 47% lebih besar dapat berumur panjang.
Penelitian ini dilakukan selama 10 tahun untuk melihat kebiasaan hidup orang-orang di Taiwan yang berusia 65 tahun ke atas. Dari seluruh peserta, 31% di antaranya mengaku menyiapkan sendiri makanannya di rumah setidaknya 5 kali dalam seminggu. Sebanyak 17% memasak tidak lebih dari 2 kali dalam seminggu dan 9% memasak di rumah 3 - 5 kali per minggu. Sisanya sebanyak 43% mengaku tidak pernah makan di rumah.
Ketika menindaklanjuti penelitian 10 tahun berikutnya, peneliti menemukan bahwa peserta yang masih hidup kebanyakan adalah yang lebih sering memasak sendiri makanannya di rumah. Peneliti menduga kebiasaan ini merupakan faktor yang signifikan bagi kondisi kesehatan dan umur panjang.
"Peserta yang lebih sering memasak memiliki pola makan yang lebih baik. Kami menemukan orang-orang ini memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai gizi dibandingkan yang tidak memasak sendiri makanannya di rumah," kata peneliti, Profesor Emeritus Wahlqvist Mark dari Monash University seperti dilansir situs resmi Monas Univesity, monash.edu, Senin (11/6/2012) sebagaimana lansir Natural Health News.
Menurut Prof. Mark, memasak adalah kegiatan yang membutuhkan kesehatan mental dan fisik yang baik. Makanan yang dimasak sendiri di rumah jelas lebih sehat dan jelas kandungan gizinya. Tak hanya itu, memasak sendiri juga memiliki manfaat lain mulai dari membeli bahan makanan, mempersiapkan makanan dan saat makan karena kebanyakan ditemani orang lain.
"Kami menemukan bahwa orang yang sering memasak memiliki pola makan yang lebih baik dan mendapat asupan nutrisi yang lebih bermanfaat. Oleh karena itu, mungkin memasak berkaitan dengan umur panjang lewat pilihan dan kualitas makanan yang disajikan," kata prof Mark.
Seperti dikutik detikhealth.com, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa wanita yang memasak makanan dalam sebuah rumah tangga hidup lebih lama daripada pasangan prianya. Hal ini menunjukkan bahwa wanita lebih mendapat manfaat kesehatan dari memasak untuk orang lain.*
http://hidayatullah.com/read/23110/12/06/2012/makan-makanan-rumah-lebih-sehat-dan-panjang-umur.html
Saya sering mengatakan kepada istri saya jika saya lebih suka makan makanan di rumah daripada beli diluar. Alasannya bukan hanya sebatas hemat, tetapi yang terpenting adalah kebersihan dan kehalalannya. Bila kita memasak sendiri di rumah, maka kita akan lebih mengetahui bahan-bahan yang akan kita gunakan.
Saya pernah menulis sebuah tulisan tentang 68% Jajanan Sekolah Mengandung Bahan Kimia Berbahaya. Ini adalah salah satu bahayanya bila kita jajan di luar karena belum terjamin kebersihan dan kehalalannya. Tidak hanya jajanan sekolah yang terlihat memang tidak bersih, tetapi juga makanan yang berasal dari restoran-restoran cepat saji terkenal seperti KFC, McDonald, Burger King, dan sebagainya.
"Mereka yang mengkonsumsi makanan siap saji ala Barat lebih besar kemungkinan terkena diabetes tipe 2," kata pemimpin penelitian, dr Andrew Odegaard, dari University of Minnesota School of Public Health, Minneapolis. Ia menambahkan, Ada dokumentasi menyebutkan bahwa lemak yang berbahaya bagi kesehatan ini tetap disediakan oleh produsen makanan cepat saji di luar Amerika.
Selama ini, kata Odegaard, penelitian yang langsung menghubungkan konsumsi makanan cepat saji dengan kesehatan sangat terbatas. Otoritas kesehatan Singapura memberikan Odegaard dan rekan kesempatan untuk mempelajari kejadian diabetes tipe 2 dan penyakit jantung koroner di antara 52.584 pengidapnya, antara 1993 dan 1998. Untuk mortalitas penyakit jantung koroner, kematian yang tercatat hingga akhir 2009 sebanyak 1.397 orang.
Secara keseluruhan, orang yang makan di restoran cepat saji dua kali per minggu atau lebih memiliki risiko meningkat secara signifikan dari diabetes dan kematian akibat penyakit jantung koroner. (http://www.tempo.co/read/news/2012/07/16/060417197/Ini-Bahaya-Makanan-Cepat-Saji-ala-Barat)
Bagi anak-anak, bahaya memakan makanan cepat saji jauh lebih berbahaya lagi. Sebuah studi dari Goldsmiths, University of London menunjukan anak yang diberi lebih banyak makanan cepat saji akan memiliki IQ lebih rendah dari mereka yang secara rutin makan makanan yang baru dimasak.
Pada usia delapan tahun, anak-anak yang mengonsumsi makanan cepat saji memiliki IQ yang lebih rendah hingga dua poin daripada mereka yang makan makanan sehat, berdasarkan studi yang dilakukan di University of Adelaide.
Studi lainnya, dari Amerika, yang dimuat di Journal of Epidemiology and Community Health pada tahun 2010, menunjukan bahwa anak-anak yang mengonsumsi makanan cepat saji seperti pizza, keripik kentang, dan biskuit di bawah usia tiga tahun dapat memiliki IQ yang lebih rendah daripada mereka yang makan masakan rumah dengan buah-buahan dan sayuran. (http://www.antaranews.com/berita/336796/makanan-cepat-saji-pengaruhi-iq-anak)
Mudah-mudahan kita menjadi semakin sadar akan keutamaan memakan makanan rumah ketimbang makanan dari luar.
Gabungan ilmuwan dari Monash University, National Defense Medical Centre di Taiwan dan National Health Research Institutes di Taiwan berusaha mencari efek memakan makanan rumahan bagi kesehatan. Hasilnya menemukan bahwa orang yang makan makanan rumah minimal 5 kali seminggu memiliki kemungkinan 47% lebih besar dapat berumur panjang.
Penelitian ini dilakukan selama 10 tahun untuk melihat kebiasaan hidup orang-orang di Taiwan yang berusia 65 tahun ke atas. Dari seluruh peserta, 31% di antaranya mengaku menyiapkan sendiri makanannya di rumah setidaknya 5 kali dalam seminggu. Sebanyak 17% memasak tidak lebih dari 2 kali dalam seminggu dan 9% memasak di rumah 3 - 5 kali per minggu. Sisanya sebanyak 43% mengaku tidak pernah makan di rumah.
Ketika menindaklanjuti penelitian 10 tahun berikutnya, peneliti menemukan bahwa peserta yang masih hidup kebanyakan adalah yang lebih sering memasak sendiri makanannya di rumah. Peneliti menduga kebiasaan ini merupakan faktor yang signifikan bagi kondisi kesehatan dan umur panjang.
"Peserta yang lebih sering memasak memiliki pola makan yang lebih baik. Kami menemukan orang-orang ini memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai gizi dibandingkan yang tidak memasak sendiri makanannya di rumah," kata peneliti, Profesor Emeritus Wahlqvist Mark dari Monash University seperti dilansir situs resmi Monas Univesity, monash.edu, Senin (11/6/2012) sebagaimana lansir Natural Health News.
Menurut Prof. Mark, memasak adalah kegiatan yang membutuhkan kesehatan mental dan fisik yang baik. Makanan yang dimasak sendiri di rumah jelas lebih sehat dan jelas kandungan gizinya. Tak hanya itu, memasak sendiri juga memiliki manfaat lain mulai dari membeli bahan makanan, mempersiapkan makanan dan saat makan karena kebanyakan ditemani orang lain.
"Kami menemukan bahwa orang yang sering memasak memiliki pola makan yang lebih baik dan mendapat asupan nutrisi yang lebih bermanfaat. Oleh karena itu, mungkin memasak berkaitan dengan umur panjang lewat pilihan dan kualitas makanan yang disajikan," kata prof Mark.
Seperti dikutik detikhealth.com, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa wanita yang memasak makanan dalam sebuah rumah tangga hidup lebih lama daripada pasangan prianya. Hal ini menunjukkan bahwa wanita lebih mendapat manfaat kesehatan dari memasak untuk orang lain.*
http://hidayatullah.com/read/23110/12/06/2012/makan-makanan-rumah-lebih-sehat-dan-panjang-umur.html
Saya sering mengatakan kepada istri saya jika saya lebih suka makan makanan di rumah daripada beli diluar. Alasannya bukan hanya sebatas hemat, tetapi yang terpenting adalah kebersihan dan kehalalannya. Bila kita memasak sendiri di rumah, maka kita akan lebih mengetahui bahan-bahan yang akan kita gunakan.
Saya pernah menulis sebuah tulisan tentang 68% Jajanan Sekolah Mengandung Bahan Kimia Berbahaya. Ini adalah salah satu bahayanya bila kita jajan di luar karena belum terjamin kebersihan dan kehalalannya. Tidak hanya jajanan sekolah yang terlihat memang tidak bersih, tetapi juga makanan yang berasal dari restoran-restoran cepat saji terkenal seperti KFC, McDonald, Burger King, dan sebagainya.
"Mereka yang mengkonsumsi makanan siap saji ala Barat lebih besar kemungkinan terkena diabetes tipe 2," kata pemimpin penelitian, dr Andrew Odegaard, dari University of Minnesota School of Public Health, Minneapolis. Ia menambahkan, Ada dokumentasi menyebutkan bahwa lemak yang berbahaya bagi kesehatan ini tetap disediakan oleh produsen makanan cepat saji di luar Amerika.
Selama ini, kata Odegaard, penelitian yang langsung menghubungkan konsumsi makanan cepat saji dengan kesehatan sangat terbatas. Otoritas kesehatan Singapura memberikan Odegaard dan rekan kesempatan untuk mempelajari kejadian diabetes tipe 2 dan penyakit jantung koroner di antara 52.584 pengidapnya, antara 1993 dan 1998. Untuk mortalitas penyakit jantung koroner, kematian yang tercatat hingga akhir 2009 sebanyak 1.397 orang.
Secara keseluruhan, orang yang makan di restoran cepat saji dua kali per minggu atau lebih memiliki risiko meningkat secara signifikan dari diabetes dan kematian akibat penyakit jantung koroner. (http://www.tempo.co/read/news/2012/07/16/060417197/Ini-Bahaya-Makanan-Cepat-Saji-ala-Barat)
Bagi anak-anak, bahaya memakan makanan cepat saji jauh lebih berbahaya lagi. Sebuah studi dari Goldsmiths, University of London menunjukan anak yang diberi lebih banyak makanan cepat saji akan memiliki IQ lebih rendah dari mereka yang secara rutin makan makanan yang baru dimasak.
Pada usia delapan tahun, anak-anak yang mengonsumsi makanan cepat saji memiliki IQ yang lebih rendah hingga dua poin daripada mereka yang makan makanan sehat, berdasarkan studi yang dilakukan di University of Adelaide.
Studi lainnya, dari Amerika, yang dimuat di Journal of Epidemiology and Community Health pada tahun 2010, menunjukan bahwa anak-anak yang mengonsumsi makanan cepat saji seperti pizza, keripik kentang, dan biskuit di bawah usia tiga tahun dapat memiliki IQ yang lebih rendah daripada mereka yang makan masakan rumah dengan buah-buahan dan sayuran. (http://www.antaranews.com/berita/336796/makanan-cepat-saji-pengaruhi-iq-anak)
Mudah-mudahan kita menjadi semakin sadar akan keutamaan memakan makanan rumah ketimbang makanan dari luar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar