Sabtu, 22 Februari 2014

Hiburan Allah untuk Orang yang Sedang Sakit (2)


Sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obatnya. Ada yang tahu, dan ada juga yang tidak tahu. Demikian hadits Nabi menyebutkan. Hal ini sudah menjadi ketetapan (sunnatullah) yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Yang mesti dilakukan orang yang sedang sakit adalah berikhtiar mencari obatnya. Bila kemudian penyakit yang mereka derita belum sembuh-sembuh juga sementara mereka sudah berusaha, hal itu bukan berarti penyakit yang mereka derita tidak ada obatnya. 

Dalam hal ikhtiar, orang yang sedang sakit hampir tidak ada bedanya dengan orang yang sehat. Orang yang sakit berikhtiar untuk meraih kesembuhan, sedangkan orang yang sehat berikhtiar untuk menjaga kesehatannya. Kedua-duanya sama-sama mencari kesehatan. Jadi bila ada orang yang sehat berusaha menjaga kesehatannya sementara orang yang sakit malah bermalas-malasan meraih kesehatannya, maka hendaknya orang yang sakit itu malu terhadap orang yang sehat. 

Hadits di atas merupakan hiburan Allah bagi orang yang sedang sakit bahwa Allah berjanji kepada mereka bila setiap penyakit pasti ada obatnya. Maka hendaklah setiap orang yang sedang sakit optimis dengan kesembuhannya. Sikap optimis akan semakin menguatkan dirinya, bahkan meningkatkan daya tahan tubuhnya dan mendorong tubuhnya menjadi lebih sehat lagi. Sebaliknya, sikap pesimis memberikan efek melemahkan daya tahan tubuh sehingga menambah parah penyakit yang dideritanya. Pada sebuah studi kesehatan yang dilakukan pada pasien-pasien depresi ditemukan bahwa terapi pikiran positif seperti optimisme yang dilakukan selama 12 minggu ternyata lebih berkhasiat dan efektif memperbaiki kondisi pasien daripada obat-obatan. Studi lainnya yang dilakukan di Pusat Kanker di Australia menemukan bahwa pasien kanker payudara yang optimis ternyata berpeluang lebih besar untuk sembuh daripada mereka yang pesimis dan putus asa.

Sangat banyak jumlahnya kasus yang menyebutkan tentang penderita suatu penyakit yang menurut banyak orang tidak bisa disembuhkan atau tidak ada obatnya, namun ternyata beberapa orang di antaranya berhasil disembuhkan. 

Kadang efek kesembuhan dari obat itu berasal dari obat yang tepat. Sedangkan mereka yang belum sembuh-sembuh juga dari penyakitnya bisa disebabkan mereka belum mendapatkan obat yang tepat untuk mereka minum. 

Kadang juga efek kesembuhan obat itu berasal dari obat yang sesuai dengan dosis karena ada saja orang yang minum obat sejenis namun belum juga sembuh dari penyakitnya. Hal itu tejadi bisa disebabkan dosis obat yang tidak tepat bagi dirinya. 

Kadang juga yang dimaksud obat itu bukan hanya diperoleh dari meminum obat seperti kapsul, tablet atau sirup yang diresepkan dokter tetapi bisa jadi diperoleh dengan berusaha meningkatkan daya tahan tubuh secara sabar dan terus menerus. Dengan pola makan serta gaya hidup jasmani dan ruhani yang baik, tubuh bisa menyembuhkan dirinya sendiri. Kecuali untuk kasus-kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan medis tertentu. 

Oleh karena itu kita harus menanamkan keyakinan bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Selalu ada harapan ditengah situasi sesulit apapun. 

*****
Ibnu Abbas Ra. kehilangan pandangannya (buta), tapi dia berkata sambil menghibur dirinya: “Jika Allah telah mengambil sinar dari kedua mataku, masih tersisa di hati dan sanubariku cahaya yang lain. Aku masih dianugerahi hati yang cerdas dan akal yang tidak menyimpang sedang lisanku dibuat tajam bagaikan pedang menyambar." Demikian Ibnu Abbas menghibur dirinya dengan mengingat berbagai nikmat yang terdapat pada dirinya meski kehilangan sedikit nikmat.

Salah satu kaki Urwah bin Zubair diamputasi dan pada hari yang sama seorang putranya meninggal. Ia berkomentar: “Segala puji bagi-Mu ya Allah! Meski hari ini Engkau mengambil, dulu Engkau pernah memberi. Meski kini Engkau member cobaan, dulu Engkau sering member keselamatan. Engkau telah memberiku empat anggota badan (kaki dan tangan), namun Engkau hanya mengambil satu saja dariku. Engkau pernah memberiku empat orang anak, namun Engkau hanya mengambil satu dariku.”

Mengapa kesabaran mereka bisa begitu tinggi? Mengapa mereka tetap bersyukur ditengah nikmat yang hilang pada diri mereka? Siapakah Ibnu Abbas dan Urwah bin Zubair? Ibnu Abbas adalah salah seorang sahabat Nabi yang utama. Beliau adalah salah seorang sahabat yang paling tahu isi Al Quran, paling paham agama, banyak membaca Al Quran dan mentadaburinya. Sedangkan Urwah disebutkan sebagai salah satu dari tiga ulama yang paling paham hadits-hadits dari Aisyah Radiyallahu Anha. Artinya, mereka adalah orang-orang yang sangat dekat dengan nilai-nilai Islam. Yang kemudian mendorong mereka untuk dekat kepada Tuhan, menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan Tuhan. Sehingga pada akhirnya hidup mereka menjadi tenang dan tenteram walaupun mereka sedang mengalami kesulitan hidup.

Bandingkan dengan data-data dibawah ini:
George Engel, M.D. dalam artikelnya berjudul “Dapatkah Emosi Anda Membunuh Anda” mengumpulkan 275 kasus di mana kematian umumnya terjadi selama beberapa menit atau beberapa jam setelah peristiwa besar dalam hidup seseorang. Sebagian besar, korban dianggap tidak sedang sakit pada waktu itu, jika sedang sakit tidak mendekati bahaya kematian.

Seorang ibu berkebangsaan Jerman telah membunuh ketiga anaknya. Penyebabnya telah terbukti bahwa ibu tersebut menderita stress dan selalu bersedih.

Karena cintanya yang begitu dalam kepada ketiga anaknya, ia tidak rela bila mereka hidup dalam kesulitan dan kesedihan sebagaimana yang ia rasakan. Karenanya, ibu tersebut memutuskan untuk melepaskan kesulitan hidup dari anak-anaknya dengan cara membunuh mereka, sekaligus menghabisi hidupnya sendiri.

Kasus bunuh diri menempati satu dari 10 penyebab kematian di setiap Negara. bunuh diri merupakan satu dari tiga penyebab utama kematian pada kelompok umur 15 hingga 44 tahun dan nomor dua untuk kelompok 10 hingga 24 tahun. WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia pada 2010 melaporkan angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 jiwa.

Angka itu bisa jadi masih lebih besar lagi mengingat fenomena bunuh diri adalah ibarat gunung es, yang tampak hanya puncaknya sementara yang tertutup dan ditutupi sesungguhnya lebih besar lagi.

Terlihat disini, ternyata jauh sekali dampaknya antara rasa syukur dan optimis dengan kufur dan pesimis. Sebagaimana juga terlihat perbedaan antara orang yang taat dengan orang yang jauh dari Allah.

Malu dan Kehidupan

Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah berkata, “Al-Hayaa’ (malu) merupakan pecahan dari kata al-Hayaat (hidup). Hal ini karena sesuai dengan hidupnya hati seseorang yang mendorong untuk berperangai dengan sifat malu. Sedikitnya rasa malu merupakan tanda matinya hati dan ruh. Maka apabila hati itu hidup, rasa malunya akan lebih sempurna.” (Madarijus Salikin, 2/270)

Apa yang dikatakan Imam Ibnul Qayyim menunjukkan bahwa rasa malu timbul karena adanya adab yang baik, dan adab yang baik timbul karena hidupnya hati. Sedangkan hidupnya hati timbul dari tazkiyatun nafs. Tidak mungkin sesuatu yang hidup tanpa sesuatu itu diberi makan. Maka makanan bagi jiwa adalah dengan melakukan amal-amal yang mensucikan jiwanya. 

Benarlah hadits Rasulullah Saw. yang menyebutkan, "Sesungguhnya di antara apa yang didapati manusia dari kalam nubuwwah yang terdahulu adalah 'apabila engkau tidak malu, maka lakukanlah semaumu'." (HR. Bukhari)


Sebuah sindiran yang tajam. Seolah beliau mengatakan orang yang tidak punya malu itu orang yang tidak baik; jauh dari kebaikan dan gemar pada kemaksiatan. Sebaliknya, orang yang punya malu itu orang yang baik; dekat pada kebaikan dan menjauhi kemaksiatan. Bagaimana tidak? Apakah orang yang berjilbab untuk menutup auratnya, menjaga kehormatannya disamakan dengan orang yang mengumbar auratnya? Apakah seorang pemuda yang rajin beribadah di masjid disamakan dengan pemuda yang gemar pergi ke diskotik? Apakah seorang beriman yang mengajak pada kebaikan disamakan dengan preman yang suka berbuat kerusakan?

Minggu, 09 Februari 2014

Belajar Quran Hingga Maut Menjemput

Saya salah satu pengasuh pondok tahfidz di kota Bandung. Saya dapati di dalamnya, mereka yang membaca dan belajar Al Quran adalah anak-anak yang duduk dibangku SD sampai SMP. Sedangkan anak-anak SMA tidak ada. Saya tahu ini adalah fenomena masyarakat pada umumnya; mereka yang belajar Al Quran kebanyakan anak-anak kecil. Setelah mereka dewasa, mereka tak lagi berkumpul untuk membaca atau mengkaji Al Quran. Fakta ini juga ditemukan dari hasil penelitian LPTQ yang menyebutkan 65% anak SMA kita sudah tidak lagi belajar atau membaca Al Quran. Ada seorang ustadz bercerita, dia merasa kesulitan mencari anak-anak SMA yang bisa diikutsertakan dalam MTQ. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit. Kebanyakan mereka yang ikut MTQ adalah anak-anak pesantren yang memang setiap hari mengaji.

Mungkin saja anak-anak itu berpikiran dengan dapat membaca Al Quran saja sudah lebih dari cukup. Baguslah bila mereka konsisten membaca Al Quran, masalahnya mereka berhenti membaca Al Quran setelah bisa membaca Al Quran. Menurut saya pemikiran itu terjadi lantaran Al Quran hanya sekedar jadi bacaan, meskipun tidak dimengerti tapi mendapat pahala. Al Quran tidak menjadi huda atau petunjuk dalam menjalani kehidupan di dunia. Al Quran tidak menjadi syifa atau obat bagi hati yang sedang galau atau bagi segala bentuk kebodohan. Kemudian mereka mencari petunjuk yang lain, yaitu dari apa yang mereka ketahui dan pelajari. Entah itu ilmu sesat ataupun ilmu bermanfaat. Atau mereka mencari pelarian, dalam kegalauan mereka, dengan mabuk-mabukan, narkoba atau kegiatan negatif lainnya.

Sering saya temui terutama dikalangan teman-teman saya yang seusia dengan saya, mulai aktif kembali mempelajari Al Quran setelah mereka menyadari kebutuhan mereka terhadap Al Quran. Walaupun tidak ada kata terlambat, namun kalau saja kita dibina untuk terus menerus mempelajari Al Quran sejak dari kecil, niscaya akan lahir banyak orang saleh dari berbagai profesi. Akan lahir insinyur-insinyur yang paham Al Quran, ilmuwan-ilmuwan yang paham Al Quran, praktisi hukum yang paham Al Quran, pembawa acara TV yang paham Al Quran, petani yang paham Al Quran dan sebagainya. Memahami Al Quran tidak lagi dimonopoli oleh para ulama dan santriwan santriwati di pondok pesantren.

Saya teringat dengan perkataan seorang ulama, Al Quran tidak akan pernah habis untuk dipelajari. Bila kita bisa membaca Al Quran, itu saja belum cukup. Masih banyak hal yang bisa kita pelajari dari Al Quran, mulai dari mempelajari bahasa Arab sebagai alat untuk mengurai makna-makna Al Quran, mempelajari sejarah Al Quran, tafsirnya, nasikh dan mansukh-nya, dan sebagainya. Bukti ilmu Al Quran tidak ada habis-habisnya dipelajari, yaitu dapat dilihat dari banyaknya buku yang ditulis tentang Al Quran. Sejak zaman dulu hingga zaman sekarang entah berapa banyak kitab Tafsir Al Quran ditulis. Setiap tafsir itu kadang mempunyai corak tersendiri sehingga selalu ada faedah yang didapat setelah membacanya.

Mari kita luangkan waktu untuk membaca dan mentabburi ayat-ayat Al-Quran. Minimal satu ayat setiap hari. Ajak juga anak-anak kita, adik-adik kita untuk mempelajari Al Quran. Baca ayatnya lalu baca tafsirnya dengan seksama. Ditambah hati yang bersih, mudah-mudahan ilmu yang kita pelajari menjadi berkah, yaitu mendorong kita dan memberikan kekuatan kepada kita untuk mengamalkannya.