Rabu, 01 Agustus 2012

Setan-Setan pun Dibelenggu


”Apabila Ramadhan telah masuk, pintu-pintu langit dibuka dan pintu-pintu jahannam ditutup serta setan-setan dibelenggu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits ini merupakan salah satu keutamaan bulan Ramadhan, yang tidak ditemukan pada bulan-bulan lainnya. Hal ini menjadikan bulan Ramadhan begitu istimewa, penuh hidayah, semangat dalam beramal, dan menjauhi kemaksiatan. Di dalam bulan ini, sangat mudah ditemukan orang-orang yang shalat berjamaah, membaca al-Quran, berdzikir, dan berdoa. Di dalam bulan ini, orang-orang jahat bertobat, menangisi dosa-dosanya, terenyuh hatinya ketika mendengar nasehat, dan mulai bersemangat dalam beramal saleh.

Jika kita berpedoman pada hadits di atas, di mana disebutkan bahwa setan-setan dibelenggu, apakah selama bulan Ramadhan orang-orang tidak akan berbuat maksiat? Bukankah kita dapat melihat bahwa kemaksiatan masih juga dilakukan? Apakah hadits tersebut bertentangan dengan realitas yang ada? Hal ini dapat dijawab sebagai berikut: Adanya kemaksiatan pada bulan Ramadhan terjadi bisa disebabkan oleh pengaruh kuat dari racun dan hawa nafsu manusia yang terbiasa dengan perbuatan maksiat di luar bulan Ramadhan, sehingga lama kelamaan hal itu menjadi tabiat yang sulit dihilangkan. Inilah sebabnya mengapa orang-orang yang biasa berbuat maksiat di luar bulan Ramadhan, maka di bulan Ramadhan pun ia tetap melakukan maksiat. Karena orang itu terbiasa hidup dengan hawa nafsunya, maka maksiat itu pun terjadi karena pengaruh hawa nafsunya.

Ada riwayat yang menguatkan pendapat ini, yaitu sabda Rasulullah Saw. yang menyatakan bahwa apabila seseorang melakukan suatu dosa, maka satu titik hitam akan melekat di hatinya. Apabila dia bertobat dengan benar, maka titik hitam itu akan terhapus. Jika tidak bertobat, maka titik hitam itu akan tetap melekat. Apabila dia melakukan dosa lainnya, maka titik hitam lainnya akan muncul di hatinya sehingga hatinya betul-betul menjadi hitam. Mengenai hal ini, Allah Swt. berfirman, “Sekali-kali tidak! Bahkan hati-hati mereka telah berkarat (oleh maksiat).” (QS. al-Muthaffifin: 14).

Bulan Ramadhan adalah momentum yang sangat tepat untuk bertobat. Walaupun mungkin saja hawa nafsu kita masih mengajak kita berbuat maksiat, tetapi ajakan itu semakin melemah, setan-setan dibelenggu, dan keinginan untuk berbuat kebajikan semakin bertambah, apalagi ketika melihat orang lain berbondong-bondong berpuasa dan beramal saleh mengerjakan amal saleh lainnya. Berapa banyak pemabuk meninggalkan minuman keras pada bulan ini, berapa banyak kemaksiatan yang biasa dilakukan secara terang-terangan terhenti karena keberkahan bulan ini.

Berkah Makan Sahur


“Bersahurlah karena di dalamnya terdapat berkah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Betapa besar nikmat dan karunia Allah kepada kita sehingga dengan keberkahan puasa, makan sahur pun dijadikan-Nya sebagai sesuatu yang berpahala, dan kaum muslimin yang mengerjakannya akan diberikan ganjaran.

Pen-syarah kitab Shahih Bukhari, Imam Aini Rahimahullah meriwayatkan hadits mengenai keutamaan makan sahur dari 17 orang sahabat. Sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar Rahimahullah dalam kitab Fathul Bari disebutkan, setidaknya ada delapan keberkahan dari makan sahur: Mengikuti sunnah, membedakan dari cara berpuasanya Ahli Kitab, menambah kekuatan untuk beribadah, meningkatkan keikhlasan dalam beribadah, menghilangkan amarah akibat perasaan lapar, membantu orang lain dalam memberikan makan sahur, waktu diijabahnya doa, dan mendapatkan taufik untuk berdoa dan berdzikir.

Rasulullah Saw. bersabda, “Perbedaan antara puasa yang kita lakukan dengan puasa yang dilakukan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) adalah dalam makan sahur yang mereka tidak melakukannya.” Rasulullah Saw. juga bersabda, “Sesungguhnya Allah beserta para malaikat-Nya mengirimkan rahmat kepada orang-orang yang makan sahur.” (HR. Thabrani dan Ibnu Hibban).

Apabila Rasulullah Saw. mengundang para sahabat untuk makan sahur, beliau selalu bersabda, “Marilah makan makanan yang penuh berkah ini bersama-sama denganku.” Dalam sebuah hadits dikatakan, “Bersahurlah sehingga engkau mendapat kekuatan dalam puasamu. Dan tidurlah setelah tengah hari untuk membantumu bangun pada akhir malam (untuk beribadah).”

Abdullah bin Harits Ra. meriwayatkan dari salah seorang sahabat, “Suatu ketika aku mengunjungi Rasulullah Saw. ketika sedang makan sahur. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, ‘Inilah perkara yang penuh dengan keberkahan yang telah dikaruniakan Allah kepadamu. Janganlah kamu meninggalkannya’.”

Dalam berbagai riwayat, Rasulullah Saw. sering memberikan dorongan untuk makan sahur, sehingga beliau bersabda, “Jika tidak ada apa-apa, maka bersahurlah walaupun dengan sebiji kurma atau seteguk air.”

Menurut kesepakatan para ulama, bahwa sahur hukumnya adalah sunat. Banyak sekali orang yang karena kemalasannya, mereka luput dari keuntungan ini. Ada juga sebagian orang yang makan setelah shalat tarawih dan menganggapnya sebagai pengganti makan sahur. Setelah itu ia tidur, sehingga ia kehilangan pahala makan sahur yang sebenarnya. Karena menurut bahasa, sahur adalah memakan makanan menjelang fajar. Sebagian ulama berpendapat bahwa waktu sahur dimulai sejak tengah malam (mirqat). Tetapi perlu diingat, bahwa makan sahur pada waktu yang paling akhir adalah lebih besar pahalanya daripada awal waktu, dengan syarat tidak terlalu mengakhirkannya sehingga mengakibatkan keraguan dalam berpuasa.

Oleh karena itu, orang-orang yang berpuasa hendaknya bersungguh-sungguh dalam meraih keuntungan dan pahala makan sahur, yang merupakan kenyaman dan kemanfaatan serta pahala bagi dirinya sendiri.