Rabu, 31 Oktober 2012

Belajar dari Kesungguhan Imam Ath-Thabari

'Tatkala aku tiba di Mesir, tidak tersisa seorang ahli ilmu pun kecuali mereka menemuiku untuk mengujikan apa yang telah dikuasainya. Pada suatu hari datang kepadaku seorang laki-laki bertanya tentang sebagian tertentu dari ilmu Arudh yang aku sendiri belum mengetahui tentang ilmu tersebut. Akhirnya, aku katakan kepadanya, Aku tidak bisa bicara, karena hari ini aku tidak akan membicarakan masalah Arudh sedikit pun. Tetapi datanglah besok dan temui aku. Lalu aku pun meminjam Kitab Arudh karya Khalil Ahmad dari temanku. Malam itu aku pelajari kitab tersebut dan pagi harinya aku telah menjadi seorang ahli Arudh,'' tutur Imam Ath-Thabari.

Sungguh luar biasa bila ini terjadi; Imam Ath-Thabari mampu memahami ilmu Arudh (tentang syair) hanya dalam waktu semalam!

Saya dapati tiga pelajaran berharga di dalam penuturan beliau ini: Pertama, beliau tidak mengatakan apa yang beliau tidak ketahui. Maka, beliau pun menjawab tidak tahu ketika seseorang bertanya tentang sesuatu yang belum beliau ketahui. Ini adalah kejujuran sekaligus kerendahan hati beliau. 

Kedua, beliau memberi kesempatan si penanya untuk datang besok. Kata-kata yang keluar dari lisan beliau ini menunjukkan kesungguhan dan  tekad yang kuat untuk menguasai ilmu yang ditanyakan si penanya. Setelah itu, beliau benar-benar menghabiskan waktu yang pendek itu untuk memahami ilmu tersebut. Pada saat itu mungkin beliau tidur sebentar atau tidak sama sekali. 

Ketiga, keadaan para ulama yang sibuk dengan ilmunya terutama dizaman keemasan Islam menunjukkan bahwa mereka sangat kaya ilmu. Mereka ibarat tambang yang terus digali dan diambil manfaatnya. Bila memahami satu ilmu saja bisa dikuasai dalam satu malam, bagaimana dengan waktu mereka yang tersisa dalam hidup mereka, berapa banyak ilmu yang pasti telah mereka kuasai? Tidaklah mengherankan jika para ulama pada saat itu seperti ensiklopedia yang berjalan. Mereka menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan. 

Selain menguasai sejarah, tafsir Al-Qur'an, fikih, ushul fikih, dan hadits, Imam Ath-Thabari juga menguasai ilmu kedokteran. Pernah suatu ketika beliau meminta seorang dokter untuk mendiagnosa sakitnya. Sang dokter yang diminta malah menjawab, “Sesungguhnya aku tidak lebih pandai dalam ilmu kedokteran dari pada dirimu wahai Imam Besar.” Al Washaya adalah salah satu kitab kedokteran yang beliau tulis.

Wara'nya Seorang Hakim

Afiyah bin Yazid merupakan seorang hakim yang terkenal adil, meski demikian beliau akhirnya memilih mengundurkan diri dari jabatannya setelah mengalami suatu kejadian.

Suatu saat hakim yang juga merupakan faqih madzhab Hanafi ini telah mantap dalam memutuskan suatu perkara, kemudian pihak yang terlibat dalam perkara memberi hadiah korma kepada beliau. Beliau pun menolak bahkan marah besar terhadap orang tersebut. Namun keesokan harinya di waktu beliau menyampaikan keputusannya, beliau menjadi ragu hingga batal menyampaikan apa yang beliau yakini sebelumnya.

Akhirnya Afiyah pun menghadap Khalifah Al Mahdi dan menceritakan apa yang beliau alami dan menyampaikan,”Demikianlah keadaan hatiku meski aku menolak hadiah itu. Jika demikian, bagaimana jika aku menerimanya?” Dan khalifah pun mengizinkan Afiyah mengundurkan diri dari jabatannya. (Siyar A’lam An Nubala’, 6/399)

Begitu waranya para ulama itu. Tidak heran bila mereka dijuluki pewaris para Nabi. Yaitu pewaris dalam keimanan,kebenaran, keberanian, ketegasan, keadilan, dan kebaikan lainnya. Kita akan menemukan dalam sejarah, dari waktu demi waktu, perhiasan yang indah ini.

Bukanlah indahnya dunia ini karena malaikat yang senantiasa bersujud kepada-Nya, tetapi karena keberadaan orang-orang yang beriman dan bertakwa. Itulah perhiasan dunia yang sesungguhnya, karena hal itulah manusia lebih istimewa daripada malaikat.

Kisah ini seolah hidup walau orangnya telah mati. Ia akan hidup karena ada orang yang meneladaninya. Seperti sebuah wakaf atas kesalehannya yang tercatat dalam sejarah atau seperti ilmu yang bermanfaat. Maka ia akan terus hidup,melekat dalam ingatan, menjadi inspirasi dan motivasi orang-orang beriman. 

Sebagai umat, sudah seharusnya kita mengambil kisah ideal agar lebih termotivasi dalam beramal. Jika kita mengambil kisah-kisah yang tidak jelas sumbernya dan jauh dari ruh keimanan, motivasi pun akan ikut melemah. 

Selasa, 30 Oktober 2012

Siapa Tahu Engkau akan Kembali


Jangan tutup pintu terlalu keras karena siapa tahu engkau akan kembali. Cintailah dan bencilah sewajarnya karena siapa tahu orang yang engkau cintai menjadi orang yang engkau benci, dan siapa tahu orang yang engkau benci menjadi orang yang engkau cintai. 

Seringkali kebencian yang tidak wajar membinasakan pelakunya sehingga membuatnya malu untuk kembali setelah kebenaran itu nampak pada orang yang dia benci. 

Dan, seringkali pula kecintaan yang tidak wajar menyeret pelakunya pada keburukan meskipun kesalahan itu nampak pada orang yang dicintainya.

Minggu, 28 Oktober 2012

Berlibur ke Situ Lengkong Panjalu Ciamis

Saya kaget saat berkunjung ke Situ Lengkong Panjalu Kabupaten Ciamis, betapa indahnya pemandangan alam di tempat itu, serasa seperti di pedalaman Kalimantan yang sering saya saksikan di televisi. Masyarakat disana masih percaya mitos, kalau merusak hutan akan celaka karena si penunggu hutan marah. Jadilah hutan itu tampak asri, lebat, dan banyak binatang liarnya. Saya lihat di beberapa pohon banyak bergelantungan kelelawar besar, yang kata pemilik perahu yang saya sewa, sayapnya bisa sepanjang satu meter.Di dalam hutan juga terdapat makam yang dikeramatkan. Konon kabarnya makam salah seorang penyebar Islam di daerah itu.

Dengan menggunakan perahu yang dikayuh oleh pemiliknya, saya menikmati perjalanan sekitar 45 menit.


 


Putriku Nisrina Shofi Hatmanti

Tidak terasa sudah setahun engkau menemani ayah dan ibu, anakku.



Jumat, 26 Oktober 2012

Turki dan Khilafah Utsmaniyah


Saya mendapat oleh dari kakak saya yang baru pulang dari Turki. Dua kotak kue, makaroni, kaos, gantungan kunci, dan spageti. Dua kotak kue itu mengingatkan saya pada kue mochi & kue kelapa. Hanya saja kue itu dikemas dengan bagus jadi tampak lebih baik dibanding kemasan indonesia. Walaupun untuk ukuran Turki terbilang cukup murah. Tak hanya itu, saya mendapat cerita-cerita yang menarik tentang Turki. Rasa-rasanya semakin kuat diri saya untuk berkunjung kesana.

Dulunya Turki adalah negara yang besar. Ia adalah tempat lahirnya Kekhalifahan Utsmaniyah. Kekhalifahan ini runtuh disaat umat Islam memang mengalami kemorosotan. Dimana-mana wilayah kekuasaan Islam dijajah. Persatuan runtuh. Umat disinggung masalah nasionalisme. Umat dibisiki oleh setan yang terkutuk (Barat) bahwa bangsa Turki sedang menjajah mreka. Mereka tidak memandang lagi Islam sebagai pemersatu. Mereka tidak lagi memandang siapa saja boleh memimpin asal Islam. Kemudian di waktu-waktu berikutnya dikenallah istilah-istilah seperti Pan Arab.

Padahal dulu umat Islam hanya mengenal "wilayah islam" dan yang lain "wilayah kafir". Tapi kini kita mengenalnya dalam batas-batas negara meskipun negara-negara itu berpenduduk muslim. Kita sering bentrok dengan Malaysia dan Malaysia sering memprovokasi kita. Padahal sama-sama muslim; agamanya sama, shalatnya sama, dan berakidah sama.Percaya atau tidak, dulu wilayah Indonesia dan Malaysia masuk dan tunduk pada Kekhalifahan Utsmaniyah nun jauh disana.

Bashar Asad pernah menghina Erdogan, Perdana Menteri Turki, bahwa Erdogan sedang bermimpi membangun kekhalifahan. Bashar seolah buta, bahwa hakikatnya impian hari ini adalah kenyataan hari esok. Bahkan berdirinya negara zionis Israel berawal dari sebuah mimpi Herzl tentang tanah impian. Tapi kini negara itu telah berdiri.

Begitupun dengan Rasulullah Saw. Siapa sangka para pembelanya adalah orang-orang lemah, miskin, dan budak, tapi mampu menjadi tonggak berdirinya daulah di sepertiga dunia dan pemeluk agamanya menjadi tersebar hingga penjuru dunia. Kelemahan yang dipandang orang banyak, bisa menjadi kekuatan yang dahsyat sehingga mmpu mengatasi segala rintangan dan hambatan.mndirikan kekhalifahan tidak mudah tapi sebuah keniscayaan sebagaimana sejarah mengajarkannya.   

Introspeksi Diri

“Alangkah baiknya apabila orang kembali mengatur dirinya dari waktu ke waktu, meneliti seluruh bagian dirinya untuk dapat mengetahui segala macam kekurangan dan penyakitnya. Lalu merumuskan program jangka pendek dan jangka panjang untuk membebaskan dirinya dari segala hal yang merendahkan.” (Syaikh Muhammad Al-Ghazali)

Sahabatku, tentu kita pernah dan bahkan sering membersihkan dan merapikan meja kerja kita, rumah kita, halaman rumah kita, dan sebagainya yang bertujuan mengembalikan segala sesuatu kepada keindahan dan kerapihannya. 

Sampai disini, apakah kita juga berpikir tentang hal yang sama tentang diri kia. Apakah keindahan di dalam diri kita tidak berhak diperlakukan seperti itu? Apakah diri kita tidak berhak untuk kita curahkan perhatian kita kepadanya dari waktu ke waktu agar dapat kita ketahui apa yang tidak beres dan kemudian berusaha merapikannya, atau agar kita dapat menemukan dosa-dosa yang melekat padanya dan kemudian membersihkannya, seperti halnya membersihkan halaman-halaman yang mengotorinya?

Apakah suatu jiwa tidak berhak setelah sekian banyak menempuh perjalanan hidup untuk kita lakukan evaluasi padanya menghitung laba rugi yang diperolehnya. Apabila didapati ia telah digetarkan oleh krisis dan digoncangkan oleh pertarungan terus-menerus yang berkecamuk di permukaan bumi dalam kehidupan ini.

Apabila kerusakan yang ada dalam diri kita biarkan, maka dapat menjadi penyebab kebinasaan. Ketika itu ikatan perasaan dan akal kita akan bercerai berai seperti halnya manik-manik apabila terputus untaiannya. 

Banyak orang terbelenggu oleh hawa nafsunya sebab memperturutkan hawa nafsunya sendiri. Dia tidak segera mengintrospeksi dirinya tentang dosanya yang begitu banyak. Malah ia asyik dengan keburukan. Seperti halnya pemabuk yang asyik dengan minuman keras. Maka tak cukup baginya minum hanya sekali dua kali. Karena akalnya sudah tertutup sehingga tidak mampu melepaskan diri dari keburukan yang dipandang nikmat olehnya. Tidaklah heran bila orang seperti ini menunggu masa kehancurannya. Pasti. Cepat atau lambat.

Kamis, 25 Oktober 2012

Tanda-Tanda Allah Mencintai Hamba-Nya (5)

5. Mendapat Ujian dan Cobaan
Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya balasan yang besar ada dalam ujian yang berat. Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia menguji mereka. Barangsiapa yang ridha dengan ujian itu, maka mereka akan mendapatkan keridhaan Allah. Barangsiapa yang murka atau tidak senang dengan ujian itu maka mereka akan mendapatkan murka-Nya." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dengan cobaan itu, Allah hendak mengampuni dosa-dosa yang telah mereka lakukan di masa lalu. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., "Tiap mukmin dan mukminah tidak henti-hentinya mendapat cobaan pada diri, anak dan hartanya sampai dia bertemu Allah dengan tanpa memiliki dosa." (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Hakim)

Ujian dan cobaan menunjukkan rasa kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, bila kita mendapat cobaan, pandanglah sisi positif ini agar hati kita mau bersabar dalam melalui cobaan itu.

Kesabaran hamba-Nya dalam menghadapi ujian dan cobaan menjadi bukti kesungguhan hamba tersebut dalam cinta kepada-Nya. Sebab, cinta butuh pengorbanan. Jika cinta hanya sekedar kata maka akan banyak orang berkata tapi pada hakikatnya mereka bukanlah para pecinta.

Allah Swt. berfirman, "Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kalian agar Kami mengetahui orang yang berjihad dan bersabar di antara kalian; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwal kalian." (QS. Muhammad: 31)

Seorang ulama saleh pernah berkata, keimanan seseorang akan terlihat ketika ia menghadapi musibah.

Ujian dan cobaan itu sepadan dengan kekuatan iman yang dimiliki oleh orang-orang yang dicintai Allah itu. Sa'ad bertanya, "Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berat ujiannya?" Jawab Nabi Saw., "Para Nabi, orang-orang yang mengikutinya, dan demikian seterusnya. Seseorang diuji dengan kadar keimanannya. Makin kuat agamanya, makin berat ujiannya. Bila lemah agamanya, diuji pula sesuai dengan kadarnya. Seorang hamba tidak henti-hentinya diberikan ujian, sehingga ia dibiarkan berjalan di muka bumi ini dengan tanpa kesalahan." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ad-Darimi, dan Hakim)

Abu Sa'id berkata, "Saya menemui Rasulullah Saw. saat beliau kurang sehat. Saya pegang, dan terasa tubuhnya panas sekali. Kataku, 'Ya Rasulullah, alangkah beratnya cobaan yang menimpamu!' Beliau berkata, 'Beginilah kita, maka cobaan yang menimpa kita lemah, maka kecil pula pahalanya.' Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, lalu siapakah yang paling berat cobaannya?' Beliau menjawab, 'Para Nabi.' Tanyaku lagi, 'Kemudian siapa?' Jawab Nabi Saw., 'Orang-orang saleh. Sungguh salah seorang di antara mereka merasa senang menerima cobaan seperti kalian merasa senang mendapat anugerah'." (HR. Ibnu Majah dan Hakim) 

Bersambung...

Ketika Allah Mengubah Keadaan Hamba-Nya


Muhammad bin Ghassal yang saat itu menjabat sebagai qadhi Kufah melihat seorang tamu wanita yang mengunjungi ibunya. Setelah mencari tahu Ibnu Ghassal mengerti bahwa yang datang adalah ibu Ja'far Al Barmaki, menteri Harun Ar Rasyid.


Ibnu Ghassal pun mengucapkan salam kepada wanita itu lalu menyampaikan,”Lama tidak bertemu Anda, bagaimana keadaan Anda?” Wanita itu pun menjawab,”Zaman telah berbalik, tiga tahun yang lalu 400 pembantu melayaniku dan anakku sendiri mengirim kepadaku 1000 kambing dan 300 sapi untuk kurban, itu belum termasuk perhiasan dan pakaian. Dan sekarang aku datang untuk meminta kulit dua domba untuk aku jadikan lapisan pakaian dan alas tidur di malam hari”.

Ibnu Ghassal pun menangis mendengar kabar itu lalu beliau pun menghibahkan beberapa dinar untuk wanita itu. (Bahr Ad Dumu’, hal. 97)

Ja'far Al Barmaki dan ayahnya Yahya bin Khalid sebelumnya termasuk orang kepercayaan Harun Ar Rasyid namun setelah itu hubungan mereka berubah menjadi permusuhan setelah Harun Ar Rasyid menilai bahwa mereka terlalu banyak mencampuri urusan istana, hingga akhirnya keduanya dikurung dalam penjara.

Tampaknya, sejarah selalu saja berulang dan mengambil peranannya sebagai peringatan bagi orang-orang zalim agar segera bertaubat dan bagi orang-orang yang ingin berbuat kezaliman agar mengurungkan niatnya itu. Di sini sejarah memainkan peranannya sebagai tashdiq atau membenarkan dan meneguhkan sejarah yang terjadi di masa lalu.  

Allah Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengetahui atas apa yang diperbuat hamba-Nya baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan dilakukan. Apa yang terjadi pada hari ini adalah sebagai akibat dari apa yang kita lakukan dimasa lalu. Tidak peduli apakah masa lalu itu tahun kemarin, bulan kemarin, atau bahkan hari kemarin. Maka, sejarah -- dengan izin Allah -- akan memainkan peranannya dalam memutarbalikkan keadaan. Dari kaya menjadi miskin. Dari sengsara menjadi bahagia. Dari tangisan menjadi sukacita. Menjadi sesuatu yang tidak aneh lagi.