Minggu, 09 Februari 2014

Belajar Quran Hingga Maut Menjemput

Saya salah satu pengasuh pondok tahfidz di kota Bandung. Saya dapati di dalamnya, mereka yang membaca dan belajar Al Quran adalah anak-anak yang duduk dibangku SD sampai SMP. Sedangkan anak-anak SMA tidak ada. Saya tahu ini adalah fenomena masyarakat pada umumnya; mereka yang belajar Al Quran kebanyakan anak-anak kecil. Setelah mereka dewasa, mereka tak lagi berkumpul untuk membaca atau mengkaji Al Quran. Fakta ini juga ditemukan dari hasil penelitian LPTQ yang menyebutkan 65% anak SMA kita sudah tidak lagi belajar atau membaca Al Quran. Ada seorang ustadz bercerita, dia merasa kesulitan mencari anak-anak SMA yang bisa diikutsertakan dalam MTQ. Kalaupun ada, jumlahnya sangat sedikit. Kebanyakan mereka yang ikut MTQ adalah anak-anak pesantren yang memang setiap hari mengaji.

Mungkin saja anak-anak itu berpikiran dengan dapat membaca Al Quran saja sudah lebih dari cukup. Baguslah bila mereka konsisten membaca Al Quran, masalahnya mereka berhenti membaca Al Quran setelah bisa membaca Al Quran. Menurut saya pemikiran itu terjadi lantaran Al Quran hanya sekedar jadi bacaan, meskipun tidak dimengerti tapi mendapat pahala. Al Quran tidak menjadi huda atau petunjuk dalam menjalani kehidupan di dunia. Al Quran tidak menjadi syifa atau obat bagi hati yang sedang galau atau bagi segala bentuk kebodohan. Kemudian mereka mencari petunjuk yang lain, yaitu dari apa yang mereka ketahui dan pelajari. Entah itu ilmu sesat ataupun ilmu bermanfaat. Atau mereka mencari pelarian, dalam kegalauan mereka, dengan mabuk-mabukan, narkoba atau kegiatan negatif lainnya.

Sering saya temui terutama dikalangan teman-teman saya yang seusia dengan saya, mulai aktif kembali mempelajari Al Quran setelah mereka menyadari kebutuhan mereka terhadap Al Quran. Walaupun tidak ada kata terlambat, namun kalau saja kita dibina untuk terus menerus mempelajari Al Quran sejak dari kecil, niscaya akan lahir banyak orang saleh dari berbagai profesi. Akan lahir insinyur-insinyur yang paham Al Quran, ilmuwan-ilmuwan yang paham Al Quran, praktisi hukum yang paham Al Quran, pembawa acara TV yang paham Al Quran, petani yang paham Al Quran dan sebagainya. Memahami Al Quran tidak lagi dimonopoli oleh para ulama dan santriwan santriwati di pondok pesantren.

Saya teringat dengan perkataan seorang ulama, Al Quran tidak akan pernah habis untuk dipelajari. Bila kita bisa membaca Al Quran, itu saja belum cukup. Masih banyak hal yang bisa kita pelajari dari Al Quran, mulai dari mempelajari bahasa Arab sebagai alat untuk mengurai makna-makna Al Quran, mempelajari sejarah Al Quran, tafsirnya, nasikh dan mansukh-nya, dan sebagainya. Bukti ilmu Al Quran tidak ada habis-habisnya dipelajari, yaitu dapat dilihat dari banyaknya buku yang ditulis tentang Al Quran. Sejak zaman dulu hingga zaman sekarang entah berapa banyak kitab Tafsir Al Quran ditulis. Setiap tafsir itu kadang mempunyai corak tersendiri sehingga selalu ada faedah yang didapat setelah membacanya.

Mari kita luangkan waktu untuk membaca dan mentabburi ayat-ayat Al-Quran. Minimal satu ayat setiap hari. Ajak juga anak-anak kita, adik-adik kita untuk mempelajari Al Quran. Baca ayatnya lalu baca tafsirnya dengan seksama. Ditambah hati yang bersih, mudah-mudahan ilmu yang kita pelajari menjadi berkah, yaitu mendorong kita dan memberikan kekuatan kepada kita untuk mengamalkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar