Jumat, 26 September 2014

Keberanian untuk Memulai Kebaikan

”Barangsiapa tidak menyayangi siapa (yang berada) di bumi maka tidak menyayanginya siapa (yang berada) di langit”. (Riwayat Ath Thabrani, dan dishahihkan oleh Al Hafidz As Suyuthi)

Dalam syarh Al Hikam disebutkan, bahwa seseorang bermimpi bertemu dengan dengan saudaranya yang telah wafat, kemudian ia pun bertanya mengenai perihalnya, ”Apa yang telah Allah lakukan terhadapmu?” Saudaranya itu pun menjawab,”Allah mengampuniku dan menyayangiku, hal itu disebabkan saat aku melalui jalanan di Baghdad dalam keadaan hujan deras, aku menyaksikan seekor kucing kedinginan, aku pun merasa kasihan lalu aku ambil dia dan kuletakkan dibalik pakaiannku.” (Lihat, Faidh Al Qadir, 6/239)

Melakukan kebaikan memerlukan keberanian untuk memulai.Saat berada di dalam sebuah bus, disebelah kita ada seorang nenek berdiri. Dia berdiri karena tidak dapat kebagian tempat kursi. Karena kasihan kita pun mempersilahkan sang nenek untuk duduk di tempat kita duduk. Tampak sederhana. Tapi sungguh hal itu memerlukan keberanian untuk memulai. Karena bisa saja ada respon orang lain yang membuat kita malu. Misalnya perkataan teman kita, "Wah solehnya kamu", "Ngga nyangka kamu begitu peduli". Atau pandangan tidak biasa dari orang-orang di sekeliling kita.

Mungkin mereka memandang kita demikian karena kita tidak seperti yang mereka bayangkan sebelumnya; kita ini sama seperti mereka. Sama-sama tidak peduli. Sama-sama tidak soleh.

Keberanian itu mengalahkan ocehan-ocehan yang membuat kita malu atau ego yang membuat kita tidak bergerak atau rasa malas yang membuat kita tidak mau berkorban. Keberanian kita akan menjadi pembeda antara kita dengan mereka; apakah kita sama seperti mereka atau tidak. Tatkala orang lain tidak peduli; apakah kita peduli atau tidak. Memulai tradisi yang baik menjadikan kita gerbong yang diikuti; pahala yang kita terima tidak hanya berhenti disitu tapi terus sampai hari penghisaban. .

Ketika Orang Buta Mengalahkan Orang yang dapat Melihat

Abu As Samra Adh Dharir merupakan seorang ulama besar madzhab Asy Syafi’i yang buta. Meski demikian beliau tetap bermujahadah dalam menghafal, dengan cara ditalqin. Hingga dalam setiap harinya beliau berhasil menghafal lebih dari seratus baris.

Karena kepandaian serta toleransinya, meski bermadzhab Asy Syafi’i, ketika beliau berfatwa, maka fatwa disesuaikan dengan madzhab si penanya. (Ad Durar Al Munadzdzam fi Ziyarah Al Jabal Al Muqaththam, hal. 608)

Sering sekali keterbatasan membuat pemiliknya termotivasi dan bersemangat. Dan sering sekali kelebihan membuat pemiliknya terlena sehingga melupakan dan tidak mensyukurinya.

Untuk Meraih Kesuksesan Butuh Pengorbanan

Manusia memerlukan ketenangan agar ia dapat berpikir jernih. Dan berpikir jernih diperlukan agar ia dapat menjalani hidup ini dengan benar.

Manusia sering mendapati masalah dalam hidupnya. Dan masalah-masalah itu sering membuatnya tidak tenang. Mereka ingin masalah-masalah itu cepat teratasi.

Sebagian manusia berpikir mengatasi masalah itu dengan cara kesenangan. Mereka lantas menghabiskan waktu dengan berbuat maksiat. Mereka meminum-minuman keras, menghisap sabu-sabu, traping di diskotik, berzina dengan wanita, meminum obat-obatan penenang, bermalas-malasan dalam beramal, dan melakukan kemaksiatan lainnya. Betul mereka tenang tapi itu hanya sesaat! Setelah itu mereka kembali tidak tenang, bahkan stres atau depresi mereka bertambah!

Bila lawan dari ketenangan adalah kesenangan, maka ketenangan itu sama dengan pengorbanan. Ketenangan hanya bisa diraih melalui pengorbanan. Buktinya pendahulu kita melawan penjajah, bukannya bersenang-senang dengan penjajah. Meskipun akibatnya nyawa melayang dan harta benda menjadi korban tapi kesudahannya adalah kemerdekaan. Karena tidak mungkin dapat meraih ketenangan selama masih dijajah. Begitupun yang terjadi pada rakyat Palestina. Mereka ingin hidup tenang. Dan satu-satunya cara adalah dengan meraih kemerdekaan. Untuk menebus kemerdekaan itu mereka korbankan jiwa harta dan tenaga.

Seorang miskin ingin hidup tenang maka dia berkorban mengejar impiannya menjadi orang yang sukses dan kaya harta. Dia belajar menjadi orang yang sukses. Dia berusaha terapkan ilmunya dalam kehidupannya sehari-hari. Dia rajin menabung atau berinvestasi. Dia lupakan segala kesenangan untuk meraih kesuksesan. Dia lawan kemalasan dengan ketekunan dan kerja keras.

Seorang pelajar ingin hidup tenang maka dia berkorban dengan cara tekun belajar untuk mendapatkan prestasi dan nilai yang baik.

Itulah sunnatullah. Bila ingin hidup tenang jangan melalui kesenangan tapi raihlah melalui pengorbanan. Korbankanlah diri anda untuk tilawah. Korbankanlah diri anda untuk doa dan dzikrullah. Korbankanlah diri anda untuk shalat. Korbankanlah diri anda untuk kebaikan, menundukkan hawa nafsu anda, dan menjauhi segala maksiat dalam hidup anda.

Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.Sesudah kesulitan akan datang kemudahan.

Sudah Tua Masih Rajin Beribadah

Suwaid bin Ghaflah seorang tabi’in yang memiliki umur panjang dalam ketaatan. Al Walid bin Ali mengisahkan, ”Suwaid bin Ghaflah mengimami kami dalam bulan Ramadhan untuk melakukan qiyam dengan berdiri sedangkan umurnya saat itu telah sampai pada 120 tahun.”

Sedangkan Suwaid bin Ghaflah sendiri menikah pada umur 116 tahun, dan beliau masih mendatangi shalat Jumat dengan berjalan kaki di saat meski umurnya mencapai 127 tahun. Sedangkan murid dari Abu Bakr Ash Shiddiq ini wafat pada usianya yang mencapai 128 tahun. (Sifat Ash Shafwah, 3/22,23)

Subhanallah, semoga keterangan di atas dapat menjadi cambuk bagi kita yang masih muda. Bahwa sesungguhnya bukanlah usia yang menghalangi seseorang untuk beribadah. Tapi yang menghalangi seseorang untuk beribadah adalah karena ketiadaan iman di dalam dada.

Orang yang Hatinya Bersih Sensitif Terhadap Dosa

Bisyr Al Hafi suatu saat ditinggal wafat oleh saudara perempuan beliau Mudghah, yang termasuk juga sebagai kalangan ahli ibadah. Saat itu Bisyr terlihat menangis dan terpukul menghadapi peristiwa itu, hingga ada seorang bertanya kepada beliau,”Kenapa engkau merasa terpukul?”

Bisyr pun menjawab,”Aku telah membaca dalam beberapa kitab, bahwa seorang hamba jika lalai dalam berkhidmat kepada Rabb-nya, maka Ia akan mengambil teman dekatnya. Sedangkan Mudghah merupakan teman dekatku”. (Shifat Ash Shafwah, 2/339)

Begitulah hati yang hidup; hati yang sehat. Hati yang bersih ibarat gelas bersih yang terisi air yang jernih. Sedikit saja kotoran yang masuk ke dalamnya, akan terlihat dengan jelas. Sehingga tampak menjijikkan bila kotoran tersebut tidak segera diangkat.

Dalam jiwa orang-orang saleh, apa yang dia saksikan dan dia dengar, bisa menjadi pelajaran berharga. Seperti kisah Bisyr Al Hafi di atas. Beliau terpukul bukan karena ditinggal saudarinya, tapi khawatir hal itu terjadi karena kelalaiannya dalam beribadah.

Efek dari Maksiat: Malas Beribadah

Abu Sulaiman Ad Darani, seorang ulama zuhud, suatu saat memperoleh keluhan dari Ahmad bin Abi Al Hawari,"Aku tidak melakukan witir tadi malam, juga tidak shalat sunah fajar serta tidak shalat shubuh berjamaah."

Abu Sulaiman Ad Darani pun menjawab, "Itu karena perbuatanmu sendiri dan Allah tidaklah berbuat dzalim terhadap hamba-Nya, syahwat telah menjangkiti dirimu.” (Hilyah Al Auliya, 9/ 258).

Pernahkah anda berpikir mengapa sulit dan malas shalat fardhu berjamaah di masjid padahal jarak anda dengan masjid sangatlah dekat? Sementara orang yang rumahnya lebih jauh daripada anda malah lebih rajin ke masjid.

Ingatlah Allah Dikala Senang, Allah Akan Mengingat Anda Ketika Susah

Sudah biasa orang berkeluh kesah disaat gelisah. Tapi sungguh luar biasa ketika Allah diingatinya saat sedang bahagia.

Tidakkah engkau mengingat kisah tiga orang yang terperangkap di dalam goa? Mereka berhasil menyelamatkan diri setelah menyebut amal-amal saleh yang pernah mereka lakukan.

Tidakkah juga engkau mengingat kisah Nabi Yunus yang ditelan ikan paus? Selama tiga hari berada di dalam gelapnya rongga. Lalu Allah perintahkan ikan paus tersebut untuk mengeluarkan Nabi Yunus. Karena dia adalah hamba-Nya yang banyak berdzikir, mengingat-Nya; bertasbih, mensucikan-Nya. Maka tidaklah sukar baginya mendapat pertolongan Allah.

Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah berkata, "Amal soleh bisa memberikan pertolongan kepada pelakunya di sisi Allah dan menjadi sebab dia diperhatikan ketika dalam kondisi kesusahan. Allah ta’ala berfirman tentang Dzun Nun (Nabi Yunus), "Kalau sekiranya dulu dia bukan termasuk orang-orang yang banyak bertasbih, Niscaya dia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit." (Madarij as-Salikin, 1/329).

Amal saleh yang engkau lakukan hari ini akan menyelamatkanmu dikemudian hari. Setiap untaian zikir yang engkau baca di saat lapang, akan menjadi pengingat Allah untuk mengingat engkau disaat engkau susah.

”Ingatlah Rabmu ketika lapang, dia akan mengingatmu ketika susah.” (HR. Ahmad).

Melipatgandakan Kesabaran dan Ketakwaan Ketika Tertimpa Musibah

Ketika musibah menimpa kita, perbanyaklah mengerjakan ibadah. Perbanyaklah berdoa, berdzikir, tilawah, dan shalat sunah.

Sesungguhnya musibah yang menimpa kita adalah ujian bagi kita, apakah kita sabar menghadapinya atau tidak. Ia akan berlalu dengan sendirinya tanpa perlu kita memintanya untuk segera berlalu. Justru musibah itu seringkali memiliki banyak hikmah dan keutamaan. Orang-orang saleh tidak meminta musibah itu cepat berlalu. Tapi yang mereka minta adalah kesabaran dan ketabahan dalam menghadapinya. Para pejuang dilahirkan dari kawah candradimuka perjuangan. Bukan dari kemalasan, kelemahan, dan ketidaksabaran.

Ketika musibah menimpa kita, kuatkan kesabaran dengan beribadah. Jauhi maksiat. Totallah dalam bermujahadah. Setiap mendapat hasil meskipun sedikit, syukurilah. Insya Allah yang sedikit akan menjadi banyak dan berkah. Sesudah kesulitan pasti akan datang kemudahan.

Mengazan dan Mengiqomahkan Bayi yang Baru Lahir

Saya termasuk orang yang setuju dengan pendapat bahwa bayi yang baru lahir di azankan dan di iqomahi. Di antara ulama yang saya jadikan rujukan adalah Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah Al Hanbali murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahumullah. Sebagaimana tertulis dalam buku Tuhfatul maudud bi ahkamil maulud, bahwa adzan pada telinga bayi dilakukan dengan alasan agar kalimat yang pertama kali didengar oleh seorang anak manusia adalah kalimat yang membesarkan Allah SWT, juga tentang syahadatain, dimana ketika seseorang masuk Islam atau meninggal dunia, juga ditalqinkan dengan dua kalimat syahadat.

Saya sarankan kepada sahabat-sahabatku untuk berhati-hati dalam mengambil ilmu. Jangan cepat-cepat menyalahkan orang lain yang tidak sependapat karena siapa tahu di dalam pendapatnya ada kebenaran dan di dalam pendapat kita ada kesalahan. Bersikap ariflah bahwa semua itu adalah perbedaan yang dimaafkan karena hanya terkait dengan furu' bukan ushul.

Akibat Lalai dari Berdzikir

Tidak ada alasan bagi anda untuk tidak berdzikir kepada Allah. Seorang petani bisa menjadikan setiap cangkulnya menjadi dzikir. Seorang ibu bisa menjadikan ayunan anaknya menjadi dzikir. Seorang pedagang bisa menjadikan waktu menunggunya menjadi dzikir. Ucapkanlah "subhanallah", "alhamdulillah", "Allahu Akbar", "La ilahaillallah", atau dzikir-dzikir lainnya yang lebih singkat dan lebih ringan.

Dzikir itu begitu ringan diucapkan tapi anehnya begitu berat diamalkan. Semua itu terjadi karena iman yang ada dalam dada kita. Sesibuk apapun seseorang mukmin, dia masih menyempatkan diri berdzikir. Sebaliknya, sebanyak apapun waktu luang yang dimiliki seseorang yang tidak beriman, tidaklah membuatnya mau berdzikir.

"Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi." (QS. Al Munafiqun: 9)

Imam Asy-Syaukani dalam kitab Fathul Qadir menyebutkan bahwa harta dan anak-anak yang melalaikan seseorang dari berdzikir kepada Allah Swt. merupakan salah satu akhlak kaum munafiqin. Naudzubillahimindzalik

Jomblo Tapi Bahagia: Pelajaran dari Imam Nawawi

Alhamdulillah saya sudah pernah khatam membaca kitab Riyadhus Shalihin dan Al Adzkar karya Imam Nawawi rahimahullah. Seringkali ketika saya membacanya, saya mengingat sejarah kehidupan Imam Nawawi. Membuat saya terkesima dengan pencapaian yang telah diraih oleh beliau. Beliau wafat masih muda bila dibandingkan kebanyakan ulama pada umumnya. Namun keilmuan beliau sungguh luar biasa banyaknya. Hal ini ditunjukkan dengan karya-karyanya yang sangat banyak dan berjilid-jilid tebalnya. Tidak hanya itu, hampir semua karyanya dijadikan rujukan utama para ulama dari zamannya hingga kini. Membuktikan dari segi keilmuan, kepakaran beliau sudah tidak diragukan lagi.

Mengenai diri beliau, secara singkat dapat kita baca dari keterangan berikut ini:
Imam Adz-Dzahabi mengatakan, "Beliau adalah profil manusia yang berpola hidup sangat sederhana dan anti kemewahan. Beliau adalah sosok manusia yang bertakwa, merasa cukup dengan apa yang ada, menjaga diri dari yang haram, memiliki perasaan selalu merasa di awasi Allah baik di saat sepi maupun ramai. Beliau tidak menyukai kesenangan pribadi seperti berpakaian indah, makan-minum lezat, dan tampil mentereng. Makanan beliau adalah roti dengan lauk seadanya. Pakaian beliau adalah pakaian yang seadanya, dan tempat tidur beliau hanyalah kulit yang disamak."

Abul Abbas bin Faraj berkata, "Syaikh (An-Nawawi) telah berhasil meraih tiga tingkatan yang mana satu tingkatan saja jika orang biasa berusaha untuk meraihnya, tentu akan merasa sulit. Tingkatan pertama adalah ilmu yang dalam dan luas. Tingkatan kedua adalah zuhud yang sangat. Tingkatan ketiga adalah keberanian dan kepiawaiannya dalam beramar ma'ruf nahi munkar."

Ibnu Al-Aththar berkata, "Guru kami, An-Nawawi, di samping selalu bermujahadah, menjaga diri dari yang diharamkan, senang mendekatkan diri kepada Allah, dan mensucikan jiwanya, beliau adalah seorang yang hafal banyak hadits, bidang-bidangnya, rijalnya, dan ma'rifat shahih dan dhaif-nya. Beliau juga seorang imam dalam madzhab fikih."

Ibnu Al-Aththar juga berkata, "Guru kami, An-Nawawi, menceritakan kepadaku bahwa beliau tidak pernah sama sekali menyia-nyiakan waktu, tidak di waktu malam atau di waktu siang bahkan sampai di jalan, beliau terus dalam menelaah dan menghafal."

Rasyid bin Muallim berkata, "Syaikh Muhyiddin An-Nawawi sangat jarang masuk kamar kecil, sangat sedikit makan dan minumnya, sangat takut mendapat penyakit yang menghalangi kesibukannya, sangat menghindari buah-buahan dan mentimun karena takut membasahkan jasadnya dan membawa tidur. Beliau sehari semalam makan sekali dan minum seteguk air di waktu sahur."

Quthbuddin Al-Yuniny berkata, "Beliau adalah teladan zamannya dalam ilmu, menjaga diri dari yang diharamkan, ahli ibadah, dan zuhud."

Syamsuddin bin Fakhruddin Al-Hanbaly berkata, "Beliau adalah seorang imam yang menonjol, hafidz yang mutqin, sangat menjaga diri dari yang diharamkan dan zuhud."

Imam Nawawi hingga akhir hayatnya tidak menikah. Namun beliau menjalani hidupnya dengan penuh kebahagiaan. Beliau benar-benar mewakafkan usianya untuk berdzikir kepada Allah, menuntut ilmu, mengajar, dan menulis kitab tanpa ada yang menghalangi, tanpa ada yang menakut-nakutinya. Usianya yang singkat benar-benar berkah. Ilmunya pun kemudian menjadi berkah. Hingga kini karya-karyanya telah menjadi amal jariyah bagi beliau.

Sahabatku, kesendirian anda janganlah anda tangisi. Karena bisa jadi kesendirian anda saat ini jauh lebih bermanfaat bagi anda dan orang lain. Isilah waktu-waktu anda dengan kesibukan yang bermanfaat. Jauhkan diri anda dari maksiat. Tutuplah hari-hari anda dengan kebahagiaan. Semoga Allah memberkahi hidup anda.

Pernikahan Bagi Kaum Liberal Sekuler

Dalam Islam menikah itu ibadah. Tapi tidak bagi orang sekuler, menikah ya menikah. Ibadah ya ibadah. Menikah tidak ada kaitannya dengan ibadah. Menikah dengan lawan jenis, menikah dengan sesama jenis, menikah dengan orang satu agama, menikah dengan orang yang beda agama, menikah dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, dan benda mati sekalipun bagi mereka sah-sah saja.

Kalau ada seorang muslim yang ikut-ikutan pemikiran ini, berhati-hatilah karena akidahnya sudah rusak sehingga mendekati kekufuran. Kekufurannya tergantung pada keyakinannya pada pemikiran sesat itu. Bila sudah pada taraf tinggi, seperti menolak segala pemikiran selain ini dan menghina para penyeru kebenaran, bisa masuk dalam kategori kufur hakiki. Naudzubillahimindzalik

Keutamaan Mengulang-Ulang Bacaan

Seringkali ketika akan menyampaikan suatu permasalahan yang terkait dengan hukum syariah saya membaca kembali buku-buku atau artikel yang terkait tentangnya. Takut-takut pemahaman sebelumnya salah. Jadi saya mempelajarinya kembali guna mencari jalan selamat. Dengan cara itu saya memperoleh dua manfaat: Pertama, menyegarkan, menambahkan atau meluruskan kembali pemahaman saya. Kedua, mendapatkan keselamatan dalam bertutur kata.

Saya dapati di dalam sejarah kehidupan para ulama, meskipun sudah dikenal dengan keilmuan dan kepakarannya, para ulama tidaklah malu untuk mengulang-ulang pelajaran yang telah mereka dapatkan sebelumnya. Meskipun mereka sudah hafal hadits-hadits, sudah pernah membaca buku Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Bulughul Maram, Riyadhus Shalihin, Tafsir Ibnu Katsir, dan banyak buku lainnya, mereka masih saja mengulang-ulang untuk membaca buku-buku itu. Tidak sedikit di antara mereka telah mengulang-ulangnya hingga puluhan kali bahkan ratusan kali.

Gholib bin Abdirrahman bin Gholib Al-Muhaariby telah membaca Shahih Al Bukhari sebanyak 700 kali.

Al-Muzani berkata: Aku telah membaca kitab Ar Risalah (karya Imam Asy-Syafi’i) sejak 50 tahun lalu dan setiap kali aku baca aku menemukan faidah yang tidak ditemukan sebelumnya.

Al-Hafizh Burhanuddin Al-Halabi pernah membaca Shahih Al-Bukhari lebih dari 60 kali, dan Shahih Muslim 20 kali, di luar bacaan beliau semasa masa belajar atau dari bacaan orang lain (yang beliau dengar). (Adh-Dha’ul Lami’, As-Sakhawi 1/141)

Al-Hafizh Sulaiman bin Ibrahim Al-Alawi membaca ulang Shahih Al-Bukhari lebih dari 280 kali dengan membaca, mendengar atau dibacakan. (Thabaqatul Khawash, Syihab Ahmad Asy-Syarji)

Al-Fairuz Abadi membaca kitab Shahih al-Bukhari lebih dari 50 kali. (Fihrizul Faharis wal Atsbat, Al-Kattani)

Imam An-Nawawi ketika menulis biografi Imam Abdul Qadir bin Muhammad Al-Farisi berkata, Al-Hafizh Al-Hasan As-Samarandi membaca Shahih Muslim lebih dari 30 kali. Dan Abu Sa’id Al-Buhairi membaca Shahih Muslim di hadapannya lebih dari 20 kali. (Syarhul Muslim, An-Nawawi, 1/8)

Apa yang tersebut di atas menunjukkan bahwa mengulang-ulang membaca buku yang bermanfaat merupakan amaliah para salafus saleh. Maka, mari kita amalkan amaliah ini, semoga ilmu kita bertambah keberkahannya dan kemanfaatannya. Aamiin.

Renungan Surat Al Kautsar

Bagi sebagian orang berpikiran, biar cepat shalatnya baca saja surat-surat pendek seperti al kautsar.

Surat al kautsar memang tampak begitu pendek. Anak SD sampai TK pun sudah banyak yang hafal. Tapi yang menjadi permasalahan, apakah kita pernah mentadabburi surat ini atau tidak?

Bila kita perdalam kandungan surat al kautsar, maka akan terlihat mutiara yang berharga. Dari sana tampak cahaya pemikiran yang akan menerangi jalan kehidupan kita.

Kata "al kautsar" berasal dari kata "al katsrah". Dalam konteks ayat ini berarti "nikmat yang sangat banyak". Saking banyaknya tidak terhitung jumlahnya.

Ayat pertama dimulai dengan kata "inna" sesungguhnya. Menunjukkan suatu kepastian, keteguhan, keyakinan yang kuat bahwa pada dasarnya manusia memperoleh nikmat yang sangat banyak.

Apakah anda dapat menghitung nikmat Allah? Mulailah menghitung berapa banyak udara yang anda hirup. Satu nikmat ini saja anda tidak dapat menghitungnya. Lalu, mengapa anda tiba-tiba menjadi makhluk pendurhaka dan kufur nikmat?

Kalaulah ada nikmat yang hilang dari diri anda. Misalnya anda tidak dianugerahi seorang anak laki-laki, sebagaimana yang terjadi pada diri Nabi Muhammad Saw. Orang-orang kafir menjuluki Nabi sebagai "al abthar" yang terputus. Yaitu yang terputus keturunannya karena wafatnya semua anak laki-laki beliau disaat mereka masih bayi. Janganlah membuat anda kufur terhadap Allah. Ingat-ingatlah kenikmatan lainnya yang Allah berikan kepada anda agar hidup anda tenang dan bahagia. Karena jika anda terlalu larut dalam kesedihan akibat dari nikmat yang hilang itu, itu malah akan mencelakakan anda. Betapa banyak orang yang bunuh diri karena terlalu terfokus pada hilangnya satu atau dua nikmat. Pandangannya sudah dibutakan oleh setan sehingga yang nampak padanya hanya kenikmatan yang hilang itu.

Janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Karena sesungguhnya yang terputus "al abthar" itu adalah orang-orang kafir. Bukan dirimu yang mukmin dan mukminah.

Demikianlah kandungan surat al kautsar. Begitu besar dan dahsyat maknanya. Menghujam ke lubuk hati. Menerangi alam pikiran bagi mereka yang gundah gulana; resah gelisah.

Doa untuk Para Ahli Hadits

Imam Sakhowi berkata, “Menurut sebagian Imam hadits, orang yang disebut dengan Ahli Hadits (Muhaddits) adalah orang yang pernah menulis hadits, membaca, mendengar, dan menghafalkan, serta mengadakan rihlah (perjalanan) keberbagai tempat untuk, mampu merumuskan beberapa aturan pokok (hadits), dan meng- komentari cabang dari Kitab Musnad, Illat, Tarikh yang kurang lebih mencapai 1000 buah karangan. Jika demikian (syarat-syarat ini terpenuhi -pent) maka tidak diingkari bahwa dirinya adalah ahli hadits. Tetapi jika ia sudah mengena- kan jubah pada kepalanya, dan berkumpul dengan para penguasa pada masa- nya, atau menghalalkan (dirinya memakai) perhiasan lu’lu (permata) dan marjan atau memakai pakaian yang berlebihan (pakaian yang berwarna-warni). Dan hanya mempelajari hadits Al-Ifki wa Al-Butan. Maka ia telah merusak harga dirinya, bahkan ia tidak memahami apa yang dibicarakan kepadanya, baik dari juz atau kitab asalnya. Ia tidak pantas menyandang gelar seorang Muhaddits bahkan ia bukan manusia. Karena dengan kebodohannya ia telah memakan sesuatu yang haram. Jika ia menghalalkannya maka ia telah keluar dari Agama Islam.” (Lihat Fathu Al-Mughis li Al-Sakhowi, juz 1hal. 40-41).

Sungguh berat rasanya menjadi seorang muhaddits. Mereka bukanlah orang sembarangan. Mereka berlelah-lelah menuntut ilmu. Mencintai Nabi dengan cara menghafal dan mengamalkan begitu banyak hadits. Mereka adalah para wali Allah dimuka bumi. Sedikit orang yang bisa menggapai gelaran itu.

Sungguh celakalah mereka yang telah menghina para muhaddits dengan julukan-julukan yang sangat buruk. Seperti julukan "orang yang kuno dan dangkal pemikirannya." Padahal sesungguhnya para muhaddits itu adalah orang yang cerdas, paling kuat hafalannya, dan paling baik amalnya (karena senantiasa mengikuti sunnah Nabi Saw.).

Mari kita doakan para ulama muhaddits berikut ini:
  1. Para sahabat Nabi Saw. Di antaranya: Abu Hurairah, Aisyah, Abu Said Al Khudri, Jabir bin Abdullah, Anas bin Malik, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan perawi-perawi hadits lainnya dari kalangan para sahabat radhiyallahuanhuma.
  2. Umar bin Abdul Aziz rahimahullah. Beliau adalah penguasa yang adil dan bijaksana, mencintai alim ulama, dan orang yang paling awal memerintahkan pengumpulan hadits untuk dibukukan.
  3. Imam Az-Zuhri rahimahullah yang dikenal sebagai penghulu ahli hadits.
  4. Imam Mazhab yang empat: Abu Hanifah, Malik, Asy-Syaf'i, dan Ahmad rahimahumullah.
  5. Penulis kitab Ash-Shahihain: Imam Bukhari dan Imam Muslim rahimahumullah. Melalui beliau berdua kita banyak mengenal hadits-hadits shahih yang bisa kita jadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari.
  6. Penulis kitab-kitab hadits: Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah, Imam Tirmidzi, Imam Nasa'i, Imam Hakim, Imam Baihaqi, Imam Thabrani, Imam Ibnu Khuzaimah, Imam Ad-Daruqutni, dan Imam Ibnu Hibban.
  7. Pensyarah kitab-kitab hadits: Imam Al Karmani, Imam Ibnu Rajab, Imam Ibnu Hajar Al Asqalani, Imam Imam Badruddin Al Aini, Imam Ibnu Battol, Imam Al-Qastolani, Imam As-Suyuthi, Imam Nawawi, Imam Al-Khaththabi, Imam Ibnul ‘Arabi, Imam Ibnu Abdil Barr.

Dan para ulama hadits yang tidak bisa disebutkan satu persatu lainnya rahimahullahu jamian.

Berkat merekalah kita mengenal hadits-hadits Nabi.

Semangat dan Antusias dalam Membaca

Banyak pekerjaan rumah berupa membaca buku. Selesai satu buku, datang lagi empat buku. Begitu seterusnya. Walaupun agak sulit untuk mengkhatamkan semuanya, setidaknya saya sudah menjadwalkan dengan teratur buku-buku yang saya baca selama 1 minggu. 

Bila dalam sehari kita mampu membaca 100 halaman, itu berarti dalam seminggu kita dapat membaca 700 halaman. Itu artinya kita mampu menamatkan sebuah buku yang cukup tebal. Dua buku yang saya baca di atas misalnya, bila ditotal mencapai 680 halaman.

Jumlah halaman di atas sebenarnya masih tergolong sedikit. Imam Al Anbari, misalnya, mampu membaca sebanyak 10.000 halaman dalam sepekan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, kakeknya begitu sangat antusias dalam membaca. Hingga dikamar mandi pun dia minta dibacakan buku.

Salah seorang ulama kontemporer yang saya kagumi, yakni Syaikh Muhammad Al Ghazali rahimahullah, sebagaimana dikutip Syaikh Yusuf Al Qaradhawi dalam buku Syaikh Muhammad Al Ghazali yang saya kenal mengatakan, Syaikh Al Ghazali sering membaca buku saat sedang makan.

Dalam buku Biblioholism, The Literary Addiction karya Tom Raabe menyebutkan 2 orang yang nyentrik; Lord Thomas Babington dan Thomas Herne. Keduanya punya keranjingan membaca. Sambil berjalan kaki pun tak luput dari membaca buku. Bedanya, karena saking asyiknya membaca membuat Thomas Herne nyasar dijalan.

Mungkin kita belum sampai seekstrem contoh di atas. Tapi setidaknya waktu luang dan senggang kita pergunakan dengan baik khususnya untuk membaca.

Terjerumus pada Dosa Ujub dan Riya

Saya tertegun ketika membaca tulisan berikut ini, Ath-Thayyibi berkata, "Riya merupakan gangguan jiwa yang paling berbahaya. Tipu daya yang tersimpan di dalamnya menyebabkan banyak ulama, hamba-hamba Allah, dan mereka yang bertekad mencapai jalan akhirat banyak menghadapi cobaan. Sebab meskipun mereka mengekang diri mereka, memisahkannya dari hawa nafsu, dan menjaganya dari perkara-perkara syubhat, akan tetapi jiwa mereka tidak mampu membendung keinginan untuk melakukan kemaksiatan yang nyata dan dapat dilakukan anggota-anggota tubuh mereka. Sehingga jiwa mereka ingin beristirahat dengan memperlihatkan diri sebagai orang yang baik, berpendidikan, dan giat bekerja.

Dalam kondisi seperti ini, maka tidak mengherankan jika anda mendapati orang-orang yang ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam beribadah merasakan kenikmatan ketika mendapat pujian dari orang lain dan tidak pernah merasa puas dalam memuji Allah Yang Maha Esa.Ia lebih senang pujian orang lain dan penghargaan mereka, ketika mereka melihatnya, membantunya, memuliakannya, dan mengundangnya dalam berbagai pesta.

Dengan perlakuan seperti ini, maka jiwanya merasakan kelezatan dan kenikmatan luar biasa. Ia menganggap bahwa seluruh hidupnya hanyalah untuk Allah Swt. dan beribadah kepada-Nya. Padahal hidupnya penuh dengan syahwat tersembunyi dalam dirinya, yang membuat pikiran kritisnya tidak mampu menyelaminya. Ia telah menorehkan namanya di sisi Allah Swt. sebagai orang munafik. Ia menganggap bahwa dirinya termasuk orang-orang yang dekat dengan Allah."

Jika orang saleh saja terbawa hanyut oleh ujub dan riya, bagaimana dengan orang awam dan fasiq? Bila orang awam sombong karena keilmuannya... Bila orang fasiq sombong karena kesalehannya... Bila pendusta sombong karena kejujurannya... Bila orang munafik sombong karena keimanannya. Naudzubillahimindzalik.

Bukti dari Keutamaan Sedekah

Seminggu terakhir ini setiap hari saya menyiram tanaman, khususnya pohon mangga yang sering berbuah tidak kenal musim.

"Tumben ayah sekarang rajin nyiram tanaman," tiba-tiba saja istri saya berkata begitu dari arah belakang saya. Entah perkataan itu pujian atau kritikan saya tersenyum saja mendengarnya dan berkata, "Sudah satu atau dua bulan ini tidak turun hujan. Kasihan tanaman-tanaman ini kekeringan. Dulu mereka bersedekah kepada kita dengan memberi kita buah dan kesejukannya. Sekarang tinggal kita bersedekah untuk mereka."

Dan kemarin daerah tempat saya tinggal diguyur hujan cukup lebat. Sekarang giliran Allah "bersedekah" untuk saya dan tanaman-tanaman itu.

Dahsyatnya Amal Seorang Mukmin (2)

Sayyid Quthb dalam Fizhilalil Quran menjelaskan makna surat Al Ashr dengan sangat indah. Katanya, seorang mukmin dengan amalnya ibarat bunga yang tidak kuasa menahan wewangiannya. Seorang mukmin dengan amal saleh ibarat satu tubuh. Bila tidak beramal, maka keimanan yang ada dalam dirinya patut dipertanyakan; tipis atau tidak ada sama sekali.

Sejarah peradaban Islam yang agung telah menggambarkan kepada kita tentang kehebatan dan kedahsyatannya dalam berkarya. Gedung-gedung dengan nilai seni dan arsitektur tinggi bertebaran di mana-mana dan menjadi sejarah dunia yang elok untuk disaksikan. Buku-buku yang ditulis oleh para ulama begitu banyak jumlahnya dan sebagian di antaranya masih bisa kita baca hingga kini. Tapak-tapaknya masih terasa menunjukkan betapa besar dan hebatnya peradaban pada saat itu.

Semangat itu tidak lain muncul dari keimanan yang kokoh dan kuat. Bila saja 313 muslim tidak mau berperang melawan kafir quraisy yang jumlahnya lebih dari seribu orang pada perang Badar, maka berhentilah peradaban itu. Bila Thariq bin Ziyad dengan bala tentaranya yang tidak begitu banyak tidak berani menyerang orang-orang kafir Spanyol, maka terputuslah Eropa dari mengenal Islam.

Bila Muhammad Al Fatih dan pasukannya berhenti untuk melanjutkan penyerangan terhadap Konstantinopel, maka mungkin kita tidak akan menyaksikan Konstantinopel berubah nama menjadi Istambul (di ambil dari kata "Islambul" yang artinya "kota Islam").

Bila saja Ibnu Taimiyah berhenti berkarya karena dijebloskan ke dalam penjara, mungkin kita tidak mengenal Kitab Majmu Fatawa, salah satu karya hebat dibidang ilmu fikih. Begitupun dengan Sayyid Quthb, di penjara justru menghasilkan karya legendarisnya "Fizhilalil Quran, HAMKA menghasilkan karya agungnya "Tafsir Al Azhar" yang tebal dari kedua kitab itu bila digabungkan mencapai satu meter. Begitupun yang terjadi pada Aidh Al Qarni, keimanan yang ada dalam dirinya justru mengobarkan semangatnya untuk terus berkarya meskipun di dalam penjara. Maka lahirlah kitab La Tahzan yang kesohor itu.

Beberapa waktu lalu saya membaca berita tentang mahasiswi berprestasi, anak tukang becak yang miskin. Dia meraih prestasi tertinggi dikampusnya dengan IPK 3,9. Ketika ditanya apa rahasianya bisa sukses dalam belajar. Jawabannya, selalu mengulang-ulang pelajaran yang di dapat, tilawah satu hari satu juz, shalat tahajud, dan shalat dhuha. Jawabannya sederhana tapi sungguh bermakna. Kebiasaan-kebiasaan itu membentuk karakternya, mengisi baterai jiwanya, mengobarkan semangatnya. Karena yang menghidupkan hati yang malas adalah Allah, yang membuka khazanah pengetahuan adalah Allah. Kemiskinan bukanlah penghalang dari kemuliaan. Tapi yang menjadi penghalang seseorang meraih kemuliaan adalah kemaksiatan yang dilakukannya.

Orang-orang berprestasi tidak mungkin didapat dari pelaku maksiat, pelajar yang sering tawuran, suka bolos, dan malas belajar. Tapi ia bisa didapat dari rumah-rumah semi permanen, para pelajar yang berjalan kaki berkilo-kilo meter ke sekolahnya, atau mereka yang terpaksa mencari nafkah sendiri karena orangtuanya tidak mampu membiayainya sekolah.

Dahsyatnya Amal Seorang Mukmin

Bila membaca sejarah Nabi Saw., para sahabatnya, orang-orang saleh, dan para syuhada, membuat saya berpikir, betapa dahsyatnya amal seorang mukmin.

Keimanan mengobarkan semangat mereka dalam beramal. Mereka tidak dapat melihat Allah, tapi mereka meyakini bahwa Allah ada. Dia Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.

Sekalipun mereka tidak pernah melihat Rasulullah Muhammad Saw., mereka beriman kepadanya, yakin bahwa mengikuti sunnah Nabi adalah jalan terbaik; keselamatan dunia dan akhirat. Meskipun jarak mereka hidup dengan Nabi sangatlah jauh namun hati mereka dekat dengan Nabi. Bahkan merindukan pertemuan dengan Nabi.

Mereka belum pernah melihat surga tapi sangat ingin masuk ke dalamnya. Mereka juga belum pernah melihat neraka tapi sangat ingin menjauh darinya. Walaupun belum pernah melihat surga dan neraka, mereka meyakini keduanya ada.

Mereka juga meyakini adanya malaikat pencatat amal baik dan amal buruk. Padahal mereka tidak melihatnya sama sekali. Keimananlah yang membuat mereka sadar bahwa para malaikat itu ada dan karenanya mereka terus berusaha agar catatan amal baik mereka jauh lebih banyak daripada amal keburukan mereka.

Merekalah yang terdepan dalam amar ma'ruf nahi munkar, menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran walaupun nyawa taruhannya, di depan mereka terdapat seorang penguasa zalim, dan mendapat kebencian orang-orang sombong.

Merekalah yang terdepan dalam beribadah. Mereka mendirikan shalat fardhu, sangat rajin mengerjakan shalat sunah, berpuasa dibulan ramadhan dan puasa sunah dihari-hari yang lain. Bibir mereka tidak jauh dari zikir, tilawah dan dakwah. Kondisi mereka ibarat fursanun fin nahar war ruhbanun fil lail, siangnya ibarat singa (berjihad, mencari nafkah, dan aktivitas duniawi yang bermanfaat), malamnya ibarat rahib (beribadah dengan penuh kekhusyuan). Bila mereka selesai satu urusan, mereka beralih pada urusan bermanfaat lainnya; faidza faraghta fanshab wa ila raabbika farghab. Bila orang kafir beribadah seminggu sekali selebihnya untuk aktivitas duniawi, maka orang yang beriman beribadah menyucikan jiwa mereka setiap hari bahkan setiap waktu. Oleh karena itu, tidak mungkin sama jiwa-jiwa mukmin dengan jiwa-jiwa kafir.

Merekalah yang terdepan dalam ilmu dan prestasi. Mereka meyakini bahwa menuntut ilmu adalah perintah agama oleh karenanya memiliki banyak sekali keutamaan baik di dunia maupun di akhirat. Bila orang kafir menganggap menuntut ilmu tidak ada sangkut pautnya dengan agama; tidak ada sangkut pautnya dengan pahala, maka tidak bagi seorang mukmin. Oleh karena itulah, bagi seorang mukmin lembaran-lembaran pengetahuan yang mereka baca dan majelis-majelis ilmu yang mereka ikuti dipenuhi dengan taburan pahala. Bahkan bila mereka mati saat menuntut ilmu akan diganjar dengan surga. Siapa yang tidak mau?

Mereka terdepan dalam akhlakul karimah. Islam berkembang pesat bukan karena pemberian uang kepada orang kafir agar mau masuk Islam. Atau memaksa mereka dengan kekerasan. Tetapi Islam tersebar karena keindahan akhlak yang diperagakan kaum mukminin. Sangat jauh berbeda dengan umat agama lain dalam menyebarkan agamanya yang sering menghalalkan segala cara.

Seorang suami yang mukmin sangatlah baik memperlakukan istrinya. Begitupun sebaliknya. Orangtua yang mukmin berakhlak baik dalam memperlakukan anak-anaknya. Tidak dengan cara kekerasan melainkan dengan hikmah dan kasih sayang. Hingga kepada orang kafir pun Islam memancarkan akhlakul karimah.

Akibat dari Meremehkan Shalat

Banyak orang berkumpul untuk mendiskusikan suatu permasalahan agama. Tetapi ketika memasuki waktu shalat, mereka menunda-nundanya bukan dengan alasan yang syar'i. Adzan artinya istirahat dari melakukan diskusi. Yaitu untuk makan-makan, minum-minum, sampai tidur. Adzan bukan lagi sebagai panggilan untuk segera melaksanakan shalat.

Mungkin bagi mereka shalat bukan sebagai pokok tujuan mereka. Shalat ibarat penghalang untuk melakukan aktivitas yang telah mereka lakukan sebelumnya. Kalaupun mereka shalat, mereka melakukannya dengan berat hati. Maka diskusi-diskusi itu, meskipun membicarakan tentang agama, tidak membawa keberkahan bagi para pelakunya.

Allah Swt. berfirman, “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam: 59)

Ibnu Abbas berkata, “Makna menyia-nyiakan shalat bukanlah meninggalkannya sama sekali. Tetapi mengakhirkannya dari waktu yang seharusnya.” (Imam Adz-Dzahabi, Al Kaba’ir, hal. 33)

“Maka celakalah orang-orang yang shalat. Yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al-Ma’un : 4-5)

Sa’ad bin Abi Waqqash Ra. berkata, “Aku telah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang mereka yang melalaikan shalatnya, maka beliau menjawab, “Yaitu mengakhirkan waktu.“ (HR. Ibnu Abi Hatim dan Al Baihaqi)

Bila mengakhirkan shalat saja begitu besar dosanya, apalagi bagi mereka yang sengaja meninggalkan shalat!

Pelajaran dari Ruhiyah Seorang Ustadz

Tadi saya mengirim whatsapp kepada seorang ustadz untuk mengisi ta'lim di pondok hari minggu ini. Sang ustadz menyanggupinya sambil berkata, "Insya Allah, semoga ada usia sampai waktu tersebut. Syukran atas kesempatan yang diberikan."

Beberapa kali bertemu dengan beliau sangat terasa ruhiyah beliau lewat perkataan beliau dan beliau sangat sopan dalam bertutur kata meskipun beliau kini menjabat sebagai kepala sekolah sebuah sma di bandung.

Beliau menjadi guru saya sewaktu saya mengikuti pelatihan khatib jumat. Beliau berkata kepada kami, hendaklah memperbanyak zikir dan tilawah serta menjauhi maksiat sebelum memulai khutbah jumat.

Semoga Allah menjaga beliau

Melihat Calon Pasangan Hidup

Saat anda ta'aruf dengan tujuan untuk memilih calon pendamping hidup anda, bisa jadi anda akan dihadapkan oleh dua keadaan. Keadaan pertama, anda tidak merasakan getar-getar asmara di dalam diri anda. Anda tidak merasakan calon anda itu menarik perhatian anda. Keadaan kedua, anda merasakan getar-getar asmara saat melihatnya pertama kali, Ibarat bunga-bunga yang menebar keharumannya anda menyenanginya dan merasakannya. Keadaan ini membuat anda mulai merindukannya; mulai terbayang di dalam benak anda wajahnya, ingin selalu bersua dengannya, dan ingin memilikinya.

Bagi saya, "melihat" calon pasangan hidup sebelum melangsungkan pernikahan itu penting. Sebagai salah satu modal untuk melangsungkan pernikahan. Agar semakin kuat pijakan, agar semakin langgeng rumahtangga yang akan dibangun.

Ibarat pepatah mengatakan jangan membeli kucing dalam karung hanya karena anda ingin menundukkan pandangan. Anda akhirnya merelakan begitu saja perasaan anda; cinta atau tidak cinta, suka atau tidak suka. Yang penting menikah!! Ingatlah, anda sedang ta'aruf bukan sedang zina mata! Walaupun sama-sama melihat tapi memiliki niat yang berbeda. Jangan menyesal bila sudah menikah, saat menatapnya pertama kali, anda tidak menyukainya. Anda tidur bersama orang yang anda tidak suka. Anda hidup bersama orang yang anda tidak suka. Bagaimana mungkin ia dapat bertahan lama!

Ada seorang laki-laki menghadap Rasulullah Saw. memberitahukan bahwa ia akan menikah dengan salah seorang wanita Anshar. Kemudian beliau memerintahkan kepadanya, “Lihatlah dahulu wanita itu!” Ia menjawab, “Tidak Rasul.”

Lalu beliau kembali memerintahkan, “Lihatlah dahulu wanita itu…”

“Lihatlah dulu wanita itu, sebab akan lebih menjamin kelanggengan kalian berdua.” (HR. Muslim, Sa’id bin Manshur, An-Nasa’i, Ath-Thahawi , Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi, hadits ini shahih)

Maknanya menurut Syaikh Nashiruddin Al Albani, agar cinta kasih di antara kalian berdua lebih langgeng.