Rabu, 07 Maret 2012

Be Yourself

Sahabatku, beruntunglah orang yang menemukan bakatnya. Salah satu rahasia kesuksesan seseorang adalah, meniti jalan yang sesuai dengan selera, bakat, serta potensi kejiwaan dan akalnya.

Sang Pencipta tidak menciptakan semua makhluk dalam keadaan sama, dan tidak membekali potensi bagi segala perkara kepada setiap individu manusia. Untuk memutar roda sosial, Dia menciptakan beberapa individu dengan bakat-bakat dan potensi-potensi yang khusus, agar setiap individu meniti sebuah jalan yang sesuai dengan bakatnya dan melakukan aktivitas yang terpancar dari kecenderungan batin dan kekuatan fitrinya.

Sebagian kegagalan yang dialami oleh seseorang diakibatkan oleh penyimpangan dari poin pokok ini (menemukan bakat dan potensi diri). Terkadang mereka cenderung pada hal-hal tertentu, padahal bakat dan potensi mereka tidak mengarah ke situ. Hal ini bisa disebabkan oleh propaganda-propaganda buruk dan pendidikan yang salah.

Saya teringat dengan kejadian beberapa waktu lalu, di mana banyak pelajar – termasuk saya – yang menginginkan masuk ke jurusan Teknik Informatika. Karena kabarnya, jurusan itu adalah jurusan masa depan. Pola pikir kebanyakan pelajar mengikuti perkembangan lingkungan. Kebanyakan dari mereka ingin bergelut dalam bidang IT, kendati sebagian besarnya tidak berpotensi ke arah sana.

Kemajuan dan kesuksesan seorang pelajar akan terhambat bila ia lalai mengukur potensinya, tanpa perhitungan yang matang menggeluti sebuah bidang yang bukan menjadi kawasan potensinya.

Pemuda yang memiliki bakat sastra, akan mengalir karya-karya sastra dari lisan dan tulisannya, sementara – misalnya – kemampuan matematikanya rendah. Dalam hal ini sudah dapat dipastikan kesuksesannya tidak akan ditemukan kecuali di dunia sastra.

Dari catatan kenangan seorang pelukis besar, ada sebuah kisah tentang dirinya. Kala di SMA, ia adalah pelajar yang malas, tidak pernah belajar, dan selalu mengganggu teman-teman sekelasnya ketika mereka sedang belajar. Seorang guru memanggilnya. Sang guru memberikan peringatan kepadanya, “Seorang anak tidak selamanya bergantung pada ayahnya. Masalah kehidupan amatlah kompleks. Kebiasaanmu saat ini justru akan membuatmu mundur dan tertinggal.”

Di sela-sela lontaran peringatan, sang guru melihat muridnya melukis seekor burung yang hinggap di atas ranting-ranting penuh dedaunan. Guru yang bijak ini memahami bahwa muridnya memiliki bakat melukis, bukan menyelesaikan hitungan Aljabar. Sang guru pun mengerti apa yang harus dilakukannya. Kemudian ia menjelaskan kondisi ini kepada orangtua murid: “Anak Anda memiliki bakat besar dalam seni lukis. Bila Anda memotivasinya, mungkin suatu saat nanti ia akan sukses dalam bidang ini.”

Seiring waktu berlalu, ucapan sang guru terbukti kebenarannya. Muridnya tadi ternyata menjadi seorang pelukis besar dikemudian hari.

Suatu hari Thomas Alva Edison ditanya, “Mengapa kebanyakan anak muda tidak sukses?” Ia menjawab, “Karena mereka tidak mengenal jalan mereka dan melangkahkan kaki di jalan yang keliru.”

“Jarum” potensi setiap individu menunjuk pada perkara tertentu yang karenanya ia diciptakan. Orang sukses ialah orang yang para pembimbingnya menunjukkan arah “jarum” ini.

Dewasa ini, dengan tes-tes khusus, kita dapat menyingkap potensi setiap individu, dan mendorongnya menggeluti bidang yang menjadi kawasan bagi potensinya. Ilmuwan seperti Dr. Howard Gardner dan Dr. Thomas Amstrong telah mengungkap gagasannya tentang multiple intelegence (kecerdasan majemuk) yang terdiri dari beberapa kecerdasan yang dimiliki manusia, seperti: kecerdasan matematis, linguistik, visual, dan sebagainya.

Di masa kecilnya, Galileo gemar membuat mainan anak-anak. Ayahnya menentang kecenderungan si anak, ia memaksanya belajar kedokteran. Ia tidak berkembang dalam hal ini. Kemudian ia belajar matematika dan fisika. Alhasil, ia menampakkan kejeniusannya dalam ilmu astronomi. Galileo adalah orang pertama yang mengemukakan pendapat bahwa bumi mengitari matahari (heliosentris), dan orang pertama yang membuat jam bandul.

Tolstoy sejak kecil gemar sekali membaca buku, ia banyak membaca buku-buku sastra dan filsafat. Dan hingga akhir hayatnya, ia sangat mumpuni dalam dunia sastra dan filsafat.

George Morland, seorang pelukis besar, sejak usia enam tahun telah menampakkan jiwa seni lukisnya. Kala wafat di usia 41 tahun, ia meninggalkan kenangan berupa karya-karya mahal, yakni lukisan-lukisannya.

Waren Colburn, sejak kecil potensi matematikanya menonjol. Sekali waktu ia ditanya, “Dalam setahun ada berapa detik?” Setelah berpikir sejenak, ia menjawabnya dengan benar.

James Watt sejak kecil gemar sekali dengan penelitian, dan melalui jalan ini ia meraih beragam prestasi dalam ilmu pengetahuan alam.

Para ulama menganjurkan agar kita mengenali diri kita sendiri, sebagaimana seorang penyelam menyelami lautan. Dengan lentera yang sarat dengan sinar kekuatan diri, yang berupaya mengenalkan sesuatu yang terdapat di dalam diri kita, kita dapat mengenali bakat dan potensi sendiri.

Kecenderungan batin kita laksana magnet. Kecenderungan itu tersimpan di dalam suatu wadah yang dikenal dengan memori. Sehingga pada waktu tertentu, kecenderungan ini memberikan manfaat.

Bila sesuatu yang kita pelajari sesuai dengan bakat dan kecenderungan batin kita, maka kita dengan mudah bisa memasuki ruang memori lalu menjaga isi memori tersebut. Namun bila kita mengejar suatu hal yang berseberangan dengan bakat alami, niscaya memori tentang hal itu tidak bertahan lama di dalam ingatan dan otak. Dengan demikian prestasi yang dihasilkan dari pengejaran suatu hal yang berseberangan dengan bakat alami bermutu rendah. Alhasil, pribadi yang menyimpang dari kecenderungan-kecenderungan potensinya, laksana orang yang berenang berlawanan dengan arus air, ia dipermainkan oleh ombak-ombak besar yang menjulang atau berhadapan dengan keberhasilan semu.

Tidak sedikit anak-anak sekolah di awal belajar mereka tampak bodoh dan tidak pintar, tetapi pada tahun tertentu mereka menjadi cemerlang. Menurut hukum dasar alami, kecemerlangan adalah bentuk kelayakan yang meniscayakan kondisi-kondisi tertentu.

Dikisahkan, Einstein, fisikawan terbesar abad 20, di awal tahun ajaran pertama, ia tidak naik kelas. Akan tetapi di tahun ajaran tertentu, ia menunjukkan kemampuan potensinya.

Banyak orang besar di satu masa dikenal lemah, penakut dan tidak menonjol, tetapi pada suatu masa mereka menunjukkan kegemilangan-kegemilangan yang mencengangkan dari dalam diri mereka.

Seorang fakir miskin bernama Julaibib gugur dalam sebuah pertempuran di medan jihad. Lantas Nabi Muhammad Saw. pun memeriksa orang-orang yang gugur dan para sahabat memberitahukan kepada beliau nama-nama mereka. Akan tetapi, mereka lupa kepada Julaibib hingga namanya tidak disebutkan, karena Julaibib bukan seorang yang terpandang dan bukan pula orang yang terkenal. Sebaliknya, Rasulullah ingat Julaibib dan tidak melupakannya; namanya masih tetap diingat oleh beliau di antara nama-nama lain. Beliau sama sekali tidak lupa kepadanya. Lalu beliau bersabda: “Aku merasa kehilangan Julaibib!”

Akhirnya, beliau menemukan jenazahnya dalam keadaan tertutup pasir. Rasul membersihkan pasir dari wajahnya seraya bersabda sambil meneteskan airmata: “Ternyata engkau telah membunuh tujuh orang musuh dan engkau sendiri terbunuh. Engkau termasuk golonganku dan aku termasuk golonganmu; engkau termasuk golonganku dan aku termasuk golonganmu; engkau termasuk golonganku dan aku termasuk golonganmu.” Cukuplah bagi Julaibib dengan medali nabawi ini sebagai hadiah, kehormatan, dan anugerah.

Julaibib telah berjuang dengan apa yang ada pada dirinya. Dia tidak memamerkan dengan apa yang tidak dimilikinya. Cukup sudah hanya dengan rasa ikhlas keistimewaan itu bersinar dalam dirinya dan telah berjuang dengan apa yang tidak dimiliki orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar