Selasa, 15 Mei 2012

Lima Penyebab Doa Tidak Terkabul


Seringkali kita mengeluh betapa Allah tidak segera mengabulkan doa-doa kita. Hal ini ada beberapa penyebabnya mengapa Allah tidak mengabulkan doa kita. Dan semua sebab mengandung hikmah yang bermanfaat bagi kita.

Pertama, jika hamba menginginkan pengabulan dengan segera dan dia menganggap lambat pemenuhannya, lalu dia merasa letih, jemu dan akhirnya tidak mau berdoa lagi. Orang ini seperti menabur benih atau menanam tanaman, dia menyiangi dan menyiraminya, dan ketika dia merasa pertumbuhannya terlalu lama dan lambat, maka dia meninggalkan tanaman itu dan tidak lagi mempedulikannya.

Rasulullah Saw. bersabda, “Dikabulkan (doa) bagi seseorang di antara kalian selagi dia tidak terburu-buru, seraya berkata, ‘Aku sudah memanjatkan doa namun belum jua dikabulkan bagiku’.” (HR. Bukhari).

Di antara cara berdoa yang paling baik ialah terus-menerus dalam memanjatkan doa. “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang terus-menerus dalam berdoa.” (HR. al-Auza’y).

Kedua, memang doa merupakan obat yang bermanfaat untuk mengenyahkan penyakit dan musibah. Tetapi kelalaian hati dari mengingat Allah menggugurkan kekuatannya. Begitu pula memakan sesuatu yang haram, yang dapat menggugurkan kekuatan hati dan melemahkannya.

Rasulullah Saw. bersabda, “Hai manusia, sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik-baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan kepada para Rasul, lalu berfirman, ‘Hai Rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan’. (QS. al-Mu’minun: 51).

Allah juga berfirman, “Hai orang-orang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian.” (QS. al-Baqarah: 172).

Kemudian beliau menyebutkan seseorang yang mengadakan perjalanan jauh, lusuh dan berdebu, yang menengadahkan tangan ke langit seraya berkata, “Ya Rabbi, Ya Rabbi”, sementara makanannya haram, pakaiannya haram, mencari makan dengan cara yang haram, mana mungkin doanya itu dikabulkan?” (HR. Muslim).

Oleh karena itu, mari kita perhatikan tingkah laku kita, apakah sudah sesuai dengan apa yang diperintahkan-Nya atau belum. Jika masih ada kekurangan, segera perbaiki diri. Abu Dzar Ra. berkata, “Doa itu dicukupi dengan kebajikan, sebagaimana makanan yang dicukupi dengan garam.”

Ketiga, tidak yakin dengan pengabulan doa. Doa diibaratkan senjata, senjata karena sabetannya dan bukan karena ketajamannya belaka. Jika suatu senjata benar-benar sempurna tanpa ada cacatnya, lengan yang memegangnya lengan yang kuat dan penghalangnya tidak ada, maka senjata itu tentu efektif untuk mengalahkan musuh. Jika salah satu di antara tiga faktor itu tidak terpenuhi, pengaruhnya akan menyusut dan pengaruhnya tidak akan tampak.

Kedahsyatan doa adalah buah dari kekuatan keyakinan (akidah). Barangsiapa yang akidahnya baik, niscaya pengabulan doa akan tampak dihadapannya.

Selagi kekuatan akidah sampai ke dalam hati, maka ia akan memenuhinya dengan cahaya dan kemuliaan, membersihkannya dari keragu-raguan dan kemarahan, kekhawatiran dan kesedihan, mengisinya dengan cinta kepada Allah, rasa takut, ridha, syukur, tawakal dan penyandaran kepada-Nya. Abu Bakar bin Thahir berkata, “Ilmu masih dimungkinkan untuk diragukan. Sedangkan di dalam yaqin tidak ada keraguan sama sekali.”

Mari kita cermati ayat berikut ini: Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. as-Sajdah: 24).

Dari ayat ini dapat kita lihat, bahwa hanya orang-orang yang memiliki kekuatan akidahlah yang mampu meraih tampuk kepemimpinan.

Keempat, bisa saja pengabulan doa ditunda demi suatu maslahat, sementara jika doa segera dikabulkan akan menimbulkan bahaya. Barangkali dengan tercapainya apa yang kita inginkan akan bertambah pula dosa-dosa kita. Atau, bisa jadi hal itu akan mengurangi derajat amal kita dalam kebaikan, maka tidak langsung dikabulkannya doa-doa kita saat itu akan berakibat baik bagi kita.

Kelima, mungkin saja apa yang tidak kita capai itu merupakan rahmat agar kita tetap dekat dengan pintu-Nya. Di sisi lain, keberhasilan kita dikhawatirkan akan menjauhkan kita dari pintu harapan kepada-Nya, dengan dalil bahwa andaikata kita tak tertimpa suatu musibah, mungkin kita tidak terlalu dekat dengan-Nya.

Allah Mahatahu apa yang harus dilakukan-Nya terhadap para hamba. Tidak jarang, ketika seorang hamba mendapat nikmat, ia sangat disibukkan dengan nikmat itu. Oleh sebab itu, ditengah-tengah nikmat itu datanglah cobaan yang membuatnya lari menuju pintu-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya. itulah sebuah nikmat yang dibungkus dengan bala dan cobaan. Cobaan yang sesungguhnya ialah cobaan yang mengingatkan kita untuk kembali kepada Allah ketika kita terlalu sibuk dengan apa yang kita alami. Di situlah kita akan mendapat keindahan yang tiada terkira.

Allah Maharaja yang memiliki kekuasaan dan wewenang untuk memberi ataupun tak memberi. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk menentang kuasa-Nya.

Hikmah-hikmah-Nya telah tergambar dengan jelas lewat dalil-dalil yang absah. Mungkin kita menilai sesuatu baik untuk kita, namun dibalik itu ada hikmah yang tidak kita ketahui. Ibarat seorang dokter, yang memberikan resep yang tidak kita ketahui hikmahnya, karena secara lahiriah obat adalah pahit. Hal itu bisa kita bandingkan dengan hikmah Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar