Jumat, 13 April 2012

Mimpi dan Alam Nyata

Saya pernah bermimpi dikejar-kejar orang tidak dikenal. Saya berlari menyebrangi jalan, berkeringat dan nafas saya terengah-engah. Saya menjadi demikian tegang, mengigau tidak karuan sehingga ibu saya menyadarkan saya dan menyuruh saya untuk membaca istighfar dan taawudz.

Ketika sadar, ternyata saya masih berbaring ditempat tidur. Detak jantung saya masih berdegup kencang. Seandainya ibu saya tidak menyadarkan saya, bisa-bisa saya mati “dibunuh” oleh orang asing itu. Subhanallah, seolah-olah mimpi itu menjadi benar-benar nyata!

***

Prof. Herbert Menson, MD dalam bukunya Beyond Relaxation Response menyebutkan sebuah hasil penelitian, bahwa kebanyakan kematian terjadi antara pukul lima atau enam pagi. Beliau juga mengemukakan bahwa selama tidur serangan angina pektoris (nyeri di dada yang berkaitan dengan sejenis penyakit jantung) sangat berkaitan dengan “tidur gelisah”. Mengapa demikian? Penjelasan nyata adalah, selama bermimpi, pikiran kita “percaya” bahwa yang sedang kita mimpikan merupakan suatu hal yang benar-benar terjadi, dan tubuh kita merespons sesuai keadaan tersebut. Jika kita berlari dalam mimpi, kita mengalami akibat fisik lari pada tubuh kita, padahal saat itu kita terbaring tidur. Hasilnya mungkin keletihan yang sangat dan rasa sakit, sekalipun kita tidak pernah meninggalkan tempat tidur.

Mimpi juga dikaitkan dengan laju meningkatnya pengeluaran asam lambung pada pasien-pasien yang menderita infeksi usus duabelas jari. Dalam satu penelitian, Dr. R. H. Armstrong dan koleganya melaporkan bahwa pada empat atau lima pasien terjadi peningkatan laju pengeluaran asam selama saat-saat bermimpi. Armstrong menyimpulkan, “Banyak, walaupun tidak semua, mimpi penderita infeksi usus duabelas jari menyebabkan peningkatan tinggi laju pengeluaran asam lambung. Laju peningkatan yang tinggi. Ini tidak pernah teramati dalam keadaan tanpa mimpi.”

Hans Reichenbach dalam bukunya The Rise of Scientific Philosophy pada halaman 263 mengatakan tentang hal ini: “Sejenak kita bermimpi, kita tak tahu bahwa kita sedang bermimpi; hanyalah setelah sadar, baru kita dapat mengenali mimpi sebagai mimpi. Bagaimana kita bisa mengklaim bahwa apa yang kita alami saat ini lebih dapat dipercaya daripada apa yang kita alami dalam mimpi? Fakta bahwa itu semua berhubungan dnegan perasaan tentang realita, tidak membuatnya menjadi lebih dapat diandalkan, karena kita memiliki perasaan yang sama ketika bermimpi. Kita tidak dapat sama sekali menghilangkan kemungkinan bahwa pengalaman yang akan datang tidak akan membuktikan bahwa kita sedang bermimpi, bahkan sekarang.”

Descartes juga membuat preposisi yang sama: “Dalam mimpiku, aku melihat diriku pergi ke berbagai tempat; ketika aku bangun aku sadar bahwa aku tidak kemana-mana dan mendapati diriku hanya terbaring saja ditempat tidur. Siapa yang dapat meyakinkanku bahwa aku tidak sedang bermimpi saat ini, atau bahwa seluruh hidupku bukan sekedar mimpi? Untuk alasan-alasan ini, realita dunia di mana aku hidup menjadi sebuah konsep yang sangat meragukan.”

Jadi, apakah beda antara mimpi dan kehidupan nyata? Apakah perbedaan itu terletak pada fakta bahwa kehidupan nyata memiliki sifat yang kontinyu dan terputus-putus, atau karena mekanisme nalar yang berbeda berlaku di dalam mimpi? Ini bukan perbedaan yang penting, karena kedua macam pengalaman tersebut sama-sama dialami dalam otak.

Jika kita dapat hidup dalam sebuah kehidupan virtual ketika bermimpi, apakah itu berarti kita tidak hidup dalam kehidupan virtual pula ketika kita tidak sedang bermimpi? Tak ada alasan yang logis yang dapat mencegah kita untuk mulai berpikir bahwa kita sedang hidup dalam sebuah mimpi panjang yang kita sebut “kehidupan nyata” saat kita sedang terjaga.

Saya beruntung ketika saya mendapat sebuah kesimpulan manis, berkaitan dengan hal ini, yang saya peroleh dalam buku Mungidz Min Dhalal-nya Imam Al Ghazali yang mengutip sebuah ayat: لَّقَدْ كُنتَ فِي غَفْلَةٍ مِّنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنكَ غِطَآءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu (kiamat) amat tajam.” (QS. Qaaf: 22). Hadits Nabi Saw menguatkan pandangan Al Quran: “Manusia itu tertidur; setelah mati mereka akan terjaga.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar