Minggu, 04 November 2012

Hakikat Kejujuran

"Ash-Shadiq (orang yang jujur) adalah orang yang tidak mempedulikan tentang kemungkinan keluarnya segala ukuran dalam hati orang lain demi menjaga kebaikan di dalam hatinya sendiri, dan tidak menyukai jika harus menampakkan kebaikan amalnya meskipun sebesar biji dzarrah, dan dia tidak enggan jika orang lain harus mengetahui keburukan dari amal perbuatannya." (Imam Harits Al-Muhasibi)

Ketika saya membaca nasehat di atas, saya pun merenung, apakah saya sudah termasuk ke dalam golongan orang-orang yang jujur? Lalu, mulailah saya menggali mutiara hikmah yang berharga ini.

Pertama, orang yang tidak mempedulikan tentang kemungkinan keluarnya segala ukuran dalam hati orang lain demi menjaga kebaikan di dalam hatinya sendiri. Ada orang yang meremehkan kemampuanmu padahal engkau mampu melakukan apa yang diragukannya. Maka, bila engkau ikhlas, engkau tidak akan berhenti hanya karena ocehan negatif orang tersebut. Engkau akan terus beramal karena yang menjadi tujuanmu adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Jika engkau berhenti karena ocehan itu, berarti engkau termasuk ke dalam orang yang riya. Maka, berbuat baiklah, beramal salehlah sebanyak dan semampu yang engkau bisa meskipun seluruh manusia mencibirmu.

Kedua, orang yang tidak menyukai jika harus menampakkan kebaikan amalnya meskipun sebesar dzarrah. Orang-orang yang ikhlas dan jujur berusaha menutup-nutupi amalnya sendiri walaupun hal itu tidak bisa dilakukan seluruhnya. Mereka tidak berusaha menampakkan kerajinan dan ketekunan mereka dalam beribadah, keilmuan, dan sifat kedermawanan mereka. Mereka menjadi orang-orang biasa saja tidak berambisi pada dunia, tidak menonjolkan diri dengan harapan mendapat pujian. Walaupun pada kenyataannya pujian itu tak pernah lepas dari diri mereka, tapi mereka menganggap ada atau tidak adanya pujian sama saja bagi mereka.

Ketiga, orang tersebut tidak enggan jika orang lain harus mengetahui keburukan dari amal perbuatannya (kesalahannya). Mungkin inilah poin yang paling sulit dilakukan. Tapi, tidak akan sempurna kejujuran dan keikhlasan tanpa melakukan poin ketiga ini. Seringkali karena keegoan kita dan sikap selalu ingin dipuji, kita tidak menerima kritikan orang; tidak mau menerima perkataan orang tentang diri kita meskipun pada kenyataannya perkataan itu benar adanya. Maka, bagi orang yang jujur dia menerima semua itu dengan lapang dada karena dia menyadari bahwa apa yang ada dalam dirinya jauh lebih buruk daripada apa yang dikatakan orang itu kepadanya. Hanya saja Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang masih menutup aib-aibnya dan cukuplah itu sebagai karunia yang sangat besar baginya.

Sahabatku, betapa mahal harga kejujuran! Tidaklah mengherankan bila balasannya juga sangat mahal harganya melebihi kejujuran itu sendiri. "Sesungguhnya kejujuran membimbing pada kebaikan, dan kebaikan akan membimbing ke surga. Dan seseorang senantiasa jujur dan membiasakan untuk jujur hingga dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta membimbing pada kejahatan, dan kejahatan akan membimbing ke neraka. Dan seorang hamba senantiasa berdusta dan membiasakan untuk berdusta hingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta." (HR. Bukhari dan Muslim)

1 komentar: