Senin, 13 Januari 2014

Surat Dukungan untuk Muslimah Berjilbab

Saya bangga dengan adinda Anita Wardhani. Di saat wanita lain enggan berjilbab, dia tampil berjilbab. Padahal usianya masih sangat muda, 17 tahun, sudah ingat mati. Karena mereka yang sudah tua pun belum sadar-sadar juga tentang kewajiban menggenakan jilbab. Karena ditunda-tunda, alasannya hati ini perlu dijilbabkan terlebih dahulu, sampai mati dia tidak menggenakan jilbab. Entah apa yang dimaksud menjilbabkan hati. Padahal perintah berjilbab adalah perintah lahiriah. Bukan batiniah. Urusan batiniah yang tahu hanya Allah dengan dirinya. Bagaimana saya tahu Anda ikhlas meskipun Anda mengatakan, "Saya ikhlas." Karena urusan ikhlas adalah urusan hati, bukan urusan ucap mengucap.

Jilbab, kata Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi, adalah sebuah kewajiban, tiada ulama menyelesihinya. Baik dari kalangan ulama Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, maupun Hanbaliyah. Semua setuju jilbab adalah wajib. Namun bila ada seorang yang berilmu agama tinggi mengatakan jilbab tidaklah wajib, jangan di dengar karena dia bukanlah ulama. Yang disebut ulama tentu mengatakan apa yang seharusnya dikatakan. Ulama sangat takut kepada Allah bila apa yang dikatakan tidak sesuai dengan kenyataan.

Ayo para muslimah, berjilbablah. Jangan tunggu waktu yang tepat bila sudah saatnya kewajiban itu menyertaimu. Karena waktu yang tepat itu sesungguhnya tiba saat engkau sudah akil baligh, bukan tepat menurut anggapanmu. Apa yang baik bagimu belum tentu baik bagi Allah. Tapi, apa yang baik bagi Allah sudah pasti baik untukmu.

Adinda Wardhani adalah salah satu contoh muslimah yang telah memenuhi janjinya. Saat dia mengetahui jilbab adalah sebuah kewajiban, dia pasrahkan dirinya untuk menjalankan perintah Tuhan. Walaupun rintangan dan hambatan yang dialaminya begitu menggelora, dia tetap menggenakan jilbab! Kepala Sekolah melarangnya menggenakan jilbab berarti ini ujian bagi dirinya apakah tetap teguh pada pendirian atau tidak, apakah patuh kepada Sang Khaliq atau patuh pada makhluq. Manisnya iman itu diperoleh dari kesabaran dalam menjalankan ketaatan atau kesabaran dalam menjauhi kemaksiatan atau kesabaran dalam menghadapi cobaan.

Saya ingat dengan pertama kali kewajiban berjilbab turun, para muslimah langsung menutup aurat meskipun dengan jalan merobek kain untuk kemudian dikenakannya. Saya juga ingat dengan perkataan Imam Bukhari, saat dia tahu, misalnya, dengki itu dilarang, maka beliau menjauhi kedengkian itu. Maka sejak ini, saat engkau mulai mengetahui kewajiban-kewajiban yang harus engkau laksanakan, engkau harus melaksanakannya. Semata untuk kebaikan dirimu sendiri. Bukan untuk orang lain, apalagi Tuhan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar