Sabtu, 04 Januari 2014

Kehidupan Zuhud Ulama Kaya Raya

Mungkin sudah biasa kita dengar bila ada ulama miskin hidup zuhud. Tapi sungguh luar biasa bila ada ulama kaya raya tapi dapat hidup dengan zuhud. Kekayaan yang ada padanya tidak menghalanginya hidup zuhud. Betapa banyak manusia yang terjerembab dalam kekayaan. Mereka gunakan kekayaan sebagai jalan melakukan kemaksiatan. Para pezina tentu tidak sedikit dalam mengeluarkan uang. Begitupun dengan orang zalim mengeluarkan uangnya untuk menyiksa orang yang tidak berdosa. Sedangkan para ulama itu, mereka menjadikan kekayaan yang dimilikinya sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Salah satu di antara ulama kaya yang zuhud adalah Imam Laits bin Sa'd. Dari segi keilmuan nama beliau disejajarkan dengan Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Bahkan Imam Syafi'i pernah mengatakan jika Imam Laits itu lebih fakih ketimbang Imam Malik. Hanya saja Imam Malik memiliki karya tulis sedangkan Imam Laits tidak. Di kesempatan lain Imam Syafi’i pernah berdiri di sisi kubur Imam Laits seraya berkata, “Demi Allah wahai Imam, engkau telah mengumpulkan empat sifat yang tidak dimiliki oleh ulama lainnya: ilmu, amal, zuhud dan kedermawanan.” 

Berapa penghasilan Imam Laits per tahun? Muhammad bin Ramh salah seorang sahabatnya berkata, “80 ribu dinar dalam setahun.” Saat ini satu keping dinar seharga dengan 2 juta rupiah. Artinya 80 ribu dinar setara dengan 160 miliyar rupiah. Penghasilan yang sangat fantastis. 

Contoh lain adalah kisah hidup Imam Abdullah bin Al-Mubarak Al-Marwazi (wafat pada 181 H). Dia adalah seorang ulama besar dan ahli di bidang hadits. Dalam biografi dia disebutkan Imam Al-Fudhail bin ‘Iyadh pernah bertanya kepadanya apa sebab dia memiliki perniagaan besar dengan mengekspor barang-barang dagangan dari negeri Khurasan ke Mekah.

Imam Abdullah bin Al-Mubarak menjawab pertanyaan Imam Al-Fudhail itu dengan mengatakan, ”Sesungguhnya aku melakukan itu untuk menjaga mukaku (agar tidak meminta-minta kepada orang lain), memuliakan kehormatanku, dan menggunakannya untuk membantuku dalam ketaatan kepada Allah.”

Ucapan ini benar-benar terbukti, karena dia sangat terkenal dengan sifat dermawan dan selalu membantu orang miskin dengan sumbangan harta yang sangat besar setiap tahun. Tidak hanya itu, Imam Abdullah bin Al-Mubarak juga menulis kitab tentang zuhud. Hal ini semakin menunjukkan meskipun kaya raya, zuhud telah menjadi bagian dari hidupnya.

Kisah Imam Sufyan Ats-Tsauri, seorang ulama terkemuka di Basrah, juga contoh yang harus kita ketahui. Suatu hari ia memerintahkan seorang santri yang bernama Abdullah untuk menyampaikan kepada Ahmad, guru Abdullah di kampung. Sufyan berpesan, ”Sampaikan kepada gurumu, agar ia tidak cinta dunia.”

Mendengar pesan itu Abdullah merasa bingung. Di matanya, Ahmad adalah seorang yang sangat sederhana, bahkan miskin. Sedangkan Imam Sufyan Ats-Tsauri yang menyampaikan pesan itu adalah seorang yang kaya-raya. Rumahnya besar lengkap dengan perabotan mewah. Kebunnya sangat luas dan juga memiliki ternak sapi yang amat banyak.

Dalam kebingungan tersebut, Abdullah pulang ke tempat asalnya. Dan menyampaikan pesan Imam Ats-Tsauri kepada Ahmad. Mendengar isi pesan itu, Ahmad terenyuh dan meneteskan air mata. Ia justru membenarkan ucapan Imam Ats-Tsauri karena selama ini dalam kemiskinannya ia masih saja memikirkan dunia.

Demikianlah sahabatku keadaan alim ulama yang saleh, kaya raya namun zuhud. Saya berdoa kepada Allah semoga Allah memberi kita rezeki yang melimpah, hati yang zuhud, akhlak yang baik, dan ilmu yang bermanfaat. Kekayaan hanyalah wujud materi sedangkan ruhaninya adalah zuhud. Semua orang zuhud adalah kaya tapi tidak semua orang kaya dapat hidup zuhud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar