Kamis, 15 Agustus 2013

Saya dan Ikhwanul Muslimin

Saya mulai mengenal Ikhwanul Muslimin ketika saya membaca buku "10 Wasiat Imam Hasan Al Banna" dan "Al Ma'tsurat". Kedua buku itu saya peroleh dari kakak saya yang dipinjam dari sekolahannya. Kebetulan pada saat itu kakak saya memegang kunci perpustakaan masjid, jadi leluasa meminjam buku untuk dibawa pulang ke rumah. Saya ingat saya membaca kedua buku itu saat saya duduk di bangku SMP. Setelah tamat membaca buku itu, saya dipinjami lagi oleh kakak untuk membaca buku-buku yang lain. Ada beberapa judul buku yang masih saya ingat, di antaranya: Studi Kritis atas Hadits Nabi karya Syaikh Muhammad Al-Ghazali dan buku Ayaturrahman fi Jihadil Afghan karya Syaikh Abdullah Azzam. Sejak saat itu saya mulai bertanya-tanya, siapa Imam Hasan Al Banna? Apa itu ikhwanul muslimin? 

Sewaktu SMA saya tidak begitu banyak membaca buku ikhwan kecuali saat kelas 3. Soalnya dari kelas 1 sampai kelas 2 saya bersekolah di Kabupaten Alor Provinsi NTT. Jadi saya sempat menjauh dari "sumber ilmu". Saat itu saya hanya punya sedikit buku agama, dan buku-buku itulah yang saya baca berulang-ulang untuk menghibur hati saya karena sedikitnya bacaan yang saya peroleh. Beruntung pada waktu itu saya berlangganan majalah Hidayatullah. Majalah ini terbit setiap bulan sekali. Setidaknya banyak memberikan pemahaman yang positif kepada saya. 

Ikhwan benar-benar "mendoktrin" saya untuk mencintai Islam baik dalam akhlak sehari-hari maupun dalam pilihan politik. Islam itu menyeluruh; Islam itu agama dan negara, politik, sosial dan budaya. Saya ingat ketika saya baru pertama kali ikut pemilu, saya mencoblos PPP. Karena pada saat itu hanya PPP yang bisa disebut partai Islam. Ditempat saya mencoblos ternyata hanya satu yang mencoblos PPP. Saya jadi merinding sendiri. Mungkin saya yang menjadi pelopor mencoblos partai islam di daerah itu.

Pada saat naik kelas 3 SMA, saya pindah sekolah ke kota Bandung. Disini saya sangat mudah mendapatkan buku-buku keislaman. Apalagi sekolah saya terletak dibelakang perpustakaan daerah provinsi Jawa Barat. Bila ingin membaca buku, sepulang sekolah saya bisa mampir dulu ke perpustakaan. Disana saya menemukan kembali buku-buku karya ulama Ikhwanul Muslimin lainnya, seperti buku karya Muhammad Quthb, Sayyid Quthb, Yusuf Al-Qaradhawi, Muhammad Al-Ghazali, Said Hawwa, Jabir Rizq, dan Anwar Al Jundi. Saya juga membaca buku Khalifah dan Kerajaan karya Imam Abul A'la Al-Maududi.

Sejak SMA inilah saya mulai berpikir, betapa banyaknya buku yang ditulis oleh ulama Ikhwanul Muslimin. Artinya, Ikhwanul Muslimin berupaya menyebarkan fikrahnya ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Kader-kader Ikhwan bukan sembarang kader, di antara mereka memang ahli dibidangnya dan tidak ketinggalan dikenal karena militansinya yang tinggi. Dalam bidang fikih kita mengenal Syaikh Sayyid Sabiq dan DR. Yusuf Al-Qaradhawi, bidang pemikiran Islam ada Quthb bersaudara.

Dalam bidang ilmu Al-Quran ada DR. Manna Al-Qathan dan DR. Fathullah Said, takhrij hadits ada Abdul Fattah Abu Ghuddah, psikologi islami ada Syaikh Muhammad Al-Ghazali, studi orientalis ada DR. Musthafa As-Siba'i, pendidikan anak ada DR. Abdullah Nashih Ulwan, dalam bidang sastra Islam ada Najib Khailani, Islamisasi sains ada DR. Zaghlul Najjar dan Syaikh Abdul Majid Az-Zindani, dalam bidang jihad ada DR. Abdullah Azzam & Syaikh Ahmad Yasin, tasawuf ada Said Hawwa dan DR. Ali Abdul Halim Mahmud. Saya hanya menyebutkan contohnya saja, pada hakikatnya kader-kader Ikhwan yang mumpuni dibidangnya sangatlah banyak. 

Sewaktu kuliah saya membaca buku karya-karya ulama IM yang lebih tebal dan lebih serius daripada sebelumnya. Kebanyakan di antaranya karya-karya DR. Yusuf Al-Qaradhawi seperti Fatwa-Fatwa Kontemporer 3 jilid, Berinteraksi dengan Al-Qur'an, Halal dan Haram, Fikih Prioritas, Taubat, Fikih Daulah, Bagaimana Memahami Hadits Nabi, dan Al-Qur'an Sumber Ilmu Pengetahuan dan Peradaban. Semakin banyak membaca buku-buku Syaikh Yusuf, membuat saya semakin mengagumi pendapat dan pemikiran beliau. Hal ini dikarenakan kekuatan dalil naqli dan aqli yang diutarakan Syaikh Yusuf sulit terbantahkan. Tidak heran bila beliau dijuluki oleh banyak ulama sebagai ulama abad ini. 

Pada masa ini saya juga berkenalan dengan ulama-ulama IM yang baru saya dengar namanya seperti Syaikh Abbas As-Sisi melalui karyanya "Bagaimana Menyentuh Hati" dan "Risalah Hati". Saya senang sekali membaca kedua buku ini. Tidak terlalu tebal tapi sangat berbobot. Khususnya "Risalah Hati" ditulis dengan gaya bahasa yang indah sehingga beberapa kalimatnya saya ulang beberapa kali karena keindahan bahasanya. Dari sini saya semakin menyadari gaya bahasa yang indah adalah salah satu unsur penting dalam penulisan karya dakwah. Sehingga orang pun akan tersentuh hati dengan apa yang kita sampaikan.

Masa kuliah adalah masa saya banyak memperoleh buku-buku karya ulama IM, baik saya peroleh dari perpustakaan maupun saya membelinya di toko buku. Ketika tahun 1999 pemilu pertama kali era reformasi diadakan dan partai keadilan didirikan. Entah kenapa saya merasa terpanggil pada saat itu. Padahal saya tidak begitu tahu siapa pendiri partai itu. Tapi yang jelas mungkin penampakan apa yang pernah saya baca dalam buku-buku karya ulama IM tergambar pada jati diri partai itu sehingga saya pun bergabung di dalamnya. Atau juga lantunan doa rabithah yang kemudian menarik saya ke dalamnya.

Ketika setahun yang lalu Ikhwanul Muslimin memenangkan pemilu di Mesir. Sebuah kemenangan yang tidak terduga oleh kaum sekuler Mesir. Mengapa mereka bisa menang? Ikhwanul Muslimin meskipun dianggap sebagai gerakan terlarang oleh rezim Mubarak, tapi tetap memainkan perannya yang sangat kuat ditengah-tengah masyarakat. Masyarakat Mesir pun semakin sadar siapa sesungguhnya kader-kader Ikhwanul Muslimin. Mereka semakin menaruh harapan besar kepada kader-kader Ikhwanul Muslimin. Ketika keran demokrasi dibuka, secara nyata Ikhwanul Muslimin lewat partainya yang bernama Freedom and Justice Party (FJP) memenangkan pemilu dengan perolehan suara sebanyak 47%. Kemudian setelah itu, Ikhwanul Muslimin berhasil memenangkan pemilu presiden dengan perolehan suara sebesar 52%.

Saya senang sekali mendengar kabar kemenangan ini. Saya menganggap kemenangan ini adalah kemenangan yang sangat membanggakan. Kemenangan yang sebelumnya diiringi dengan penindasan dan kerja keras yang panjang dan melelahkan.

Namun kemudian kemenangan ini dikudeta oleh militer yang didukung oleh segala kekuatan busuk yang ada di dunia. Mursi yang hanya berkuasa satu tahun lamanya. Mursi yang telah banyak prestasi digulingkan. Ribuan pendukung Presiden sah Mesir, DR. Muhammad Mursi, dibantai secara keji, ditembak kepalanya, dibakar, dan dihajar habis-habisan. Saya menangis ketika melihat tayangan yang disiarkan secara live oleh beberapa TV independen, itu pun sangat terbatas, karena penguasa militer Mesir tampaknya sangat tidak menyukai TV-TV itu.






Banyak sekali yang mati syahid di Rabiah dan Nahdhah. Tidak hanya pemuda, tapi juga wanita, kakek-kakek bahkan anak-anak pun turut dibantai secara keji. Sebagian foto-foto yang ditampilkan di sosmed seperti FB dan Twitter, tidak sanggup saya melihatnya karena begitu mengerikan.

Apa yang saya lihat, saya saksikan dan saya rasakan? Betapa tabahnya mereka. Betapa teguhnya pendirian mereka. Meskipun anak mereka dibantai atau ayah mereka syahid ditembak atau saudara mereka terbunuh atau cucu mereka tergeletak tak berdaya, mereka tetap mempertahankan cita-cita mulia mereka. Tetap berakhlak kepada saudaranya si pembunuh, di antara mereka ada yang berteriak, "Wahai saudaraku polisi, kami bukan Yahudi, kami saudaramu!" Setelah itu di dor kepalanya. Ada yang membagikan Al-Qur'an kepada polisi dan militer sebagai tanda cinta namun setelah itu di dor sampai mati.

Di sini saya tidak ingin bicara terlalu panjang tentang betapa sadis dan brutalnya polisi dan tentara Mesir. Karena mereka orang-orang yang keras hati, mungkin lebih keras daripada batu, sementara batu-batu itu sendiri ada yang memancarkan air karena takutnya kepada Allah. Sedangkan mereka? Mereka malah berpesta setelah membantai. Tidak punya rasa perikemanusiaan sama sekali.

Kader-kader Ikhwanul Muslimin dalam sejarahnya sering mengalami penyiksaan yang tragis. Di antara pemimpin di tembak, digantung, atau dibunuh secara keji. Penjara bukan lagi tempat yang asing bagi mereka. Bahkan penjara yang paling kejam yang ada di muka bumi ini sudah mereka rasakan. Semua ini terjadi bukan karena kegagalan mereka, tapi karena kemuliaan perjuangan mereka, karena cita-cita Islam yang mereka ingin mewujudkan mulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, negara, kekhalifahan hingga ustadziyatul alam.

Ikhwanul Muslimin, meskipun musuh-musuh Islam berupaya membubarkan, memutarbalikkan fakta, menjelek-jelekkan, dan membinasakanmu, tapi aku tetap setia bersamamu. Sampai Allah menghendaki. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar