Selasa, 21 Januari 2014

Akhir Kehidupan Kita adalah Cermin Masa Lalu Kita

Beberapa hari yang lalu saya bertemu sepasang suami istri. Keduanya menemui saya untuk membeli 350 Al Quran. Total pembeliannya mencapai sekitar 15 juta rupiah. Terus terang pembelian ini adalah pembelian eceran terbesar yang pernah saya dapatkan. Saya merasa penasaran untuk apa Al Quran sebanyak itu. Jawaban sang ibu, untuk disumbangkan sebagai wakaf anaknya yang wafat seminggu yang lalu. Anaknya wafat dalam usia 7 tahun. Anaknya ini sudah hafal 2 juz Al Quran; juz 29 dan 30. Disaat menjelang wafat, sang anak selalu mengulang-ulang hafalannya. Hingga saat membaca surat An Naba ayat pertama dan kedua, anaknya menghembuskan nafas terakhir. (Catatan ayat pertama dan kedua berbunyi: "tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar (hari berbangkit).")

Saya tertegun mendengar kisah ini. Membuat bulu kuduk saya merinding. Subhanallah dihari itu saya mendapatkan pelajaran berharga dari seorang anak kecil yang istiqomah menjaga hafalan Qurannya.

Saya pernah mendapat cerita yang hampir serupa dari seorang teman yang berprofesi sebagai perawat di bagian UGD sebuah rumah sakit di kota Bandung. Sering dia temui orang-orang yang sedang sakaratul maut melakukan hal yang aneh. Di antara mereka ada yang mengigau menyanyi lagu dangdut, ada yang menanyakan masalah-masalah duniawi, ada yang kesulitan melafalkan kalimat talqin, dan sebagainya. Sebaliknya ada yang terus menerus berdzikir hingga wafatnya.

Kata teman saya ini, biasanya apa yang terjadi di akhir kehidupan kita menjadi cermin dari apa yang biasa kita lakukan di masa lalu kita. Orang yang senang menyanyi dangdut ya ujung-ujungnya menyanyi dangdut pula. Orang yang senang berdzikir, ujung-ujungnya senang berdzikir pula. Begitu seterusnya.

Semoga Allah memberikan kita hidayah dan kekuatan untuk beramal saleh dan menjauhi apa-apa yang dilarang-Nya. Semoga Allah mewafatkan kita dalam keadaan husnul khatimah dan pulang dengan membawa rahmat-Nya yang mulia.

3 komentar: