Abdullah
bin Salam suatu saat mengangkat sendiri ikatan kayu bakar di atas punggung
beliau, padahal beliau adalah seorang ulama besar. Hal itu mengundang orang
yang menyaksikannya bertanya,”Bukankah pembantu dan anak Anda bisa
melakukannya?”
Abdullah bin Salam pun menjawab,”Benar, namun aku ingin menguji
diriku, apakah hatiku merasa berat dengan pekerjaan ini atau tidak.”
Abdullah
bin Salam tidak mencukupkan hanya dengan berazam untuk meninggalkan rasa gengsi
dan sombong, sebelum beliau membuktikan sendiri apakah benar hatinya tidak
berubah keadaan tatkalah melakukan pekerjaan yang dianggap oleh banyak manusia
sebagai pekerjaan “rendahan”.
Atas
dasar itu, Imam Al Ghazali memberi tips untuk mengetahui apakah diri kita
sombong atau tidak, yakni dengan menyengaja membawa barang belanjaan dari pasar
menuju rumah. Jika seseorang tidak merasa berat karena ada manusia yang
menyaksikannya maka ia terjangkit riya’. Namun jika ia merasa berat meski
manusia tidak menyaksikannya maka ia sombong. (lihat, Ihya Ulumuddin, 11/1986)
Kisah di atas mengajarkan kepada kita cara yang baik tentang
bagaimana mendeteksi kesombongan. Saya kira hal ini dapat kita terapkan dalam
kehidupan kita sehari-hari. Contoh yang lain misalnya, bagi para suami dapat
membantu pekerjaan istrinya. Misalnya, mengasuh anak, mencuci piring, menyapu
lantai, mengepel, dan menyapu halaman rumah. Mungkin akan kita temukan
komentar-komentar negatif orang lain tentang diri kita, apalagi bila kita
bermukim dikawasan elit. Mungkin kita akan disangka pembantu rumah tangga.
Padahal kenyataannya kita sang pemilik rumah dan orang yang cukup kaya.
Pekerjaan-pekerjaan
rendah semacam itu seringkali membuat kita lebih sabar dan ikhlas. Karena kita
harus menguatkan diri kita sendiri, bukan berdasarkan dorongan orang lain.
Godaannya pun berat sehingga kita harus berani melawan arus pendapat orang lain
tentang diri kita. Seiring dengan berjalannya waktu, mujahadah ini akan
membuahkan hasil yang manis yaitu membuat pribadi kita lebih sabar dan ikhlas.Kita
telah mengatur pola pikir dan pola hidup kita berdasarkan rasa cinta kita
kepada Allah. Bukan cinta kepada makhluk. Rasa pamrih kepada Allah. Bukan
pamrih kepada manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar