Selasa, 09 Oktober 2012

Kiat Buya HAMKA dalam Mengatasi Kesedihan dan Kesulitan

Haji Abdul Karim Amrullah atau yang biasa dikenal dengan nama Buya HAMKA adalah ulama terkemuka asal Indonesia yang sangat produktif dalam menulis. Karya-karya beliau menjadi rujukan banyak ulama, sastrawan, cendikiawan muslim, hingga menjadi bahan penelitian para orientalis.

Buya HAMKA dikenal sebagai ulama yang tegas namun santun, gaya bicaranya puitis karena beliau adalah seorang sastrawan besar. Kehidupan beliau penuh dengan perjuangan dan kejujuran. Salah satu kisah perjuangan beliau berikut ini tercantum dalam Al-Azhar, kitab tafsirnya yang terkenal itu.

"Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan." Ini adalah Sunnatullah! Nabi Muhammad merasa berat beban itu sampai seakan-akan hendak patah tulang punggung memikulnya. Namun di samping beratnya beban, atau beserta dengan beratnya beban, namanya diangkat Tuhan ke atas, sebutannya dimuliakan! Karena demikianlah rupanya Sunnatullah itu; kesulitan selalu beserta kemudahan Yang sulit saja tidak ada! Yang mudah saja pun tidak ada! Dalam susah berisi senang,dalam senang berisi susah; itulah perjuangan hidup. Dan ini dapat diyakinkan oleh orang-orang yang telah mengalami.

Penulis tafsir ini sendiri mendapat pengalaman besar sekali untuk meresapkan intisari ayat ini seketika ditahan dua tahun empat bulan dengan secara kezaliman dan sewenang-wenang. Itu adalah kesulitan!

Kalau saya bawa bermenung saja kesulitan dan perampasan kemerdekaanku itu, maulah rasanya diri ini gila. Tetapi akal terus berjalan; maka ilham Allah pun datang. Cepat-cepat saya baca al-Quran, sehingga pada 5 hari penahanan yang pertama saja, 3 kali al-Quran khatam dibaca. Lalu saya atur jam-jam buat membaca dan jam-jam buat mengarang tafsir al-Quran yang saya baca itu. Demikianlah hari berjalan terus dengan tidak mengetahui dan tidak banyak lagi memikirkan bilakah akan keluar.

Akhirnya setelah terjadi kekacauan politik gara-gara Komunis pada 30 September 1965 itu dan di bulan Mei 1966 saya dibebaskan, saya telah selesai membaca al-Quran sampai khatam lebih dari 150 kali dalam masa dua tahun, dan saya telah selesai pula menulis Tafsir al-Quran 28 Juz'. Karena 2 Juz' 18 dan 19 telah saya tafsirkan sebelum ditangkap dalam masa dua tahun. Dan kemudian itu pada tahun 1968, atau 1387 hijriyah saya dan almarhumah isteri dapat naik haji. Kami bawa pula anak kami yang kelima, Irfan. Lebih dari separuh belanja perjalanan kami bertiga beranak ialah dari hasil royalti Tafsir Al-Azhar Juz' 1.

Saudaraku, dari kisah Buya HAMKA di atas, saya mendapat beberapa pelajaran berharga: Pertama, sikap Buya HAMKA dalam menghadapi ujian dan cobaan, beliau tetap tegar dan sabar serta beliau meyakini bahwa sesudah kesulitan pasti datang kemudahan. 

Kedua, bukannya malah melemah semangat beliau dalam beribadah, justru ketika berada di penjara beliau tambah rajin beribadah. Dalam waktu dua tahun beliau mampu mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak 150 kali. Jumlah khatam yang sangat banyak yang dibaca oleh seorang muslim. Tidaklah bisa dilakukan ibadah sebanyak itu kecuali orang yang merasakan kenikmatan dalam membaca Al-Qur’an.

Ketiga, meskipun mendapat ujian dan cobaan, tidak menyurutkan langkah beliau untuk berkarya. Justru ketika berada di dalam penjara itu, salah satu Kitab Tafsir paling fenomenal yang pernah ditulis ulama Indonesia, ditulis. Kesibukan pada kebaikan inilah yang memberikan kebahagiaan tersendiri di dalam hati. Kesempitan penjara tidak membuat hati beliau ikut sempit. 

Keempat, keyakinan beliau pada ayat "Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan." Terbukti membuahkan hasil. Yaitu, ketika beliau keluar dari penjara beliau mendapat royalti juz 1 dari 30 juz Tafsir Al-Azhar yang beliau tulis. Dan uang royalty tersebut menjadi bekal beliau dalam menunaikan ibadah haji. Subhanallah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar