Senin, 08 Oktober 2012

Menjaga Kesinambungan Dakwah dengan Menjaga Ruhiyah


Terjadi penurunan kualitas keislaman pada komunitas rohani Islam, mulai dari hafalan Al Qur’an hingga amalan-amalan ibadah. Fakta ini dibenarkan oleh anggota Dewan Syuro Ikatan Da'i Indonesia (IKADI), Dr Ahzami Samiun Jazuli.

Ahzami menyebut fenomena ini sebagai kefuturan (penurunan keislaman) Rohis, disebabkan minimnya program rohis yang mengarah pada tarbiyah yang integral dan menyeluruh dalam menanamkan nilai-nilai Islam yang fardhu dan sunnah. Rohis saat ini terlalu ditolerir dengan hal-hal mubah. Alhasil menyebabkan lebih terbiasa dengan hal mubah dan melalaikan hal-hal fardhu dan sunnah.

“Bukan berarti Islam memerangi yang mubah, tapi mubah itu ada porsinya,” jelas Ahzami kepada Hidayatullah.com, Sabtu (06/10/2012).

“Ulama dahulu memberikan nasehat kepada kita, jangan memperbanyak dalam hal yang mubah. Logikanya sederhana, yang fardhu ain banyak, yang fardhu kifayah banyak, yang sunnah masih banyak, itu saja belum dilakukan semuanya, kok langsung mempromosikan yang mubah?” tambahnya lagi.

Ahzami juga mengutip nasehat dari Umar bin Khaththab ra. "bahwa kami adalah generasi yang meninggalkan sembilan persepuluh yang dibolehkan (mubah), karena takut hal yang dibolehkan itu justru menjadi pintu masuk hal-hal yang haram."

Karena itu, Ahzami menilai, solusi masalah ini ada pada dua hal. Pertama harus ada keteladanan dari para orang tua. Orang tua di sini bukan hanya yang di rumah, tapi juga para alumni dan pembina rohis juga harus tegas meninggalkan hal-hal yang mubah.

Jika pembinanya saja masih lebih suka mendengarkan musik, bahkan menghabiskan waktu dengan nasyid daripada menghafal Al Qur’an, maka wajar jika adik-adik binaannya banyak yang kelewatan lagi. Hal ini terkait sikap kritis Ahzami terhadap fenomena ngeband yang mulai digemari anak-anak rohis.

Solusi kedua, menurut Ahzami, pembinaan rohis harus lebih dikentalkan lagi pada rutinitas mutaba’ah (evaluasi ibadah), seperti memberikan tugas-tugas hafalan Al Qur’an yang termonitor dengan rutin, termasuk juga membiasakan menghidupkan shalat berjamaah di masjid, sholat dhuha hingga sholat tahajud secara rutin. Juga mengadakan kajian-kajian keislaman, baik tentang sejarah Nabi Muhammad Saw hingga pembinaan tarbiyah yang komprehensif.
“Jika program-program keislaman ini dijalankan, maka tidak mungkin ada anak rohis yang terbuai dengan hal-hal mubah, apalagi sampai ngeband,” jelasnya lagi.

Ketika disinggung dengan isu terorisme, menurutnya, tuduhan rohis sebagai bagian dari jaringan terorisme adalah hal yang biasa. Anak-anak rohis tidak perlu gentar. Semua itu adalah fitnah akhir zaman yang harus dihadapi dengan elegan dan dijawab dengan cara-cara yang intelektual.

Ahzami juga meminta umat Islam untuk bersatu mengawal keberadaan rohis di Indonesia. Hal ini karena karena rohis adalah aset kaderisasi dakwah umat dalam melawan hegemoni hedonisasi yang dimulai dari dunia remaja, di mana serbuan hedonisasi adalah akar pertama ditanamnya gaya hidup sekulerisme sebagai dasar bertumbuhnya gaya hidup liberalisme dan pluralisme.

"Karena itu mengawal keberadaan rohis adalah tanggung jawab seluruh umat Islam," katanya. (http://www.hidayatullah.com/read/25275/07/10/2012/dr-ahzami:-anak-rohis-jangan-dibiasakan-dengan-hal-mubah.html#.UHJf0vWujE0.facebook )

Komentar:
Alhamdulillah ustadz, saya setuju dengan apa yang ustadz sarankan. Terjaganya kesinambungan dakwah adalah karena terjaganya ruhiyah. Bila membaca Al-Qur'an digantikan dengan menyanyi; bila berzikir digantikan dengan mengobrol yang tak berguna, bila yang mubah lebih disukai daripada yang fardhu maupun sunah, maka saksikanlah dakwah akan mulai berhenti (futur) setelah sebelumnya bergerak.


Subhanallah, semoga kita merenungkan apa yang disampaikan Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu yang berkata, "Bahwa kami adalah generasi yang meninggalkan sembilan persepuluh yang dibolehkan (mubah), karena takut hal yang dibolehkan itu justru menjadi pintu masuk hal-hal yang haram."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar