Kamis, 10 Mei 2012

Dari Irshad Manji untuk Anak Kita


Setelah membaca artikel http://politik.kompasiana.com/2012/05/06/poor-irshad-manji/?ref=signin saya menjadi semakin yakin bahwa apa yang menimpa Irshad Manji tidak jauh berbeda dengan apa yang menimpa tokoh-tokoh ateis seperti Nietszhe dan Freud atau tokoh-tokohbesar lainnya yang secara pemikiran menyimpang dari fitrah. 

Paul Vitz dalam bukunya Psychology as Religion: The Cult of Self Worship (1998) mengungkapkan bahwa penolakan terhadap Tuhan dan agama sering terjadi bukan karena hasil renungan dan penelitian yang sadar. Anda tidak percaya kepada agama bukan karena secara ilmiah Anda menemukan agama itu hanya sekumpulan takhayul. Kamu menolak agama bukan karena alasan rasional, melainkan faktor psikologis yang tidak Kamu sadari. Nietszhe menolak Tuhan, seperti diakuinya, bukan karena "pemikiran", melainkan karena "naluri".

Teori Freud bahwa agama itu ilusi tampaknya bulat-bulat mengambil dari Feurbach. Teori ini tidak punya dasar dalam psikoanalisis. Freud sendiri mengakuinya dalam surat yang dikirimnya kepada kawannya, Oskar Pfister: "Marilah kita berterus terang dalam hal ini bahwa pandanganku yang diungkapkan dalam bukuku, The Future of an Illusion, bukanlah bagian dari teori analitis. Semua gagasan di sana hanyalah pandangan pribadiku."

Teori agama Freud dirumuskan dari "pandangan pribadinya", lalu Paul Vitz merumuskan teori ateisme dari pandangan psikoanalisis Freud  dari Oedipus Complex. Ia menggabungkannya dengan pandangan pribadi Freud tentang proyeksi "pemuasan keinginan". Di samping proyeksi tentang agama, sekarang ada proyeksi tentang ateisme. Di samping teori ketidaksadaran, Oedipus Complex menjadi konsep sentral psikoanalisis. Sekali lagi singkat cerita, ketika anak berusia kira-kira 3 tahun anak laki-laki punya hasrat seksual kepada ibunya. Tetapi, ia berhadapan dengan "pesaing" yang sangat tangguh, yaitu ayahnya sendiri. Ia ingin menggantikan posisi ayahnya, tetapi tidak mampu. Ia bercita-cita untuk membunuh ayahnya. (Sebagai keterangan yang diselipkan dengan cepat, Saphocles dalam drama Oedipus Tyrannus menceritakan Oedipus yang membunuh ayahnya dan mengawini ibunya). Cerita tentang yang membunuh ayahnya terdapat dalam berbagai mitos, antara lain, sangkuriang di dalam legenda orang sunda. Maka, pandangan Freud yang menganggap Tuhan diciptakan dengan citra bapak, dan agama lahir sebagai cara untuk memuaskan keinginan untuk mendapat perlindungan bapak, keinginan untuk membunuh ayah dan menggantikan posisi ayah dengan dirinya, menjadi dasar psikologis ateisme. Membunuh ayah disublimasikan dengan membunuh Tuhan. Lihatlah, bagaimana Nietszhe menggambarkan Zarathustra yang berkata: "Gott ist gestorben. Tuhan sudah mati!"

Karena itu, ketika sebagian ilmuwan menyingkirkan Tuhan dari laboratorium alam semesta, ketika Freud menganggap Tuhan sebagai ilusi, ketika psikologi mengabaikan agama sama sekali, mereka adalah para Oedipus yang sedang membunuh ayahnya. Paul Vitz menunjukkan bahwa para ateis "dengan sedikit kekecualian" adalah orang-orang yang ditinggalkan ayah pada usia dini atau karena sesuatu hal yang membenci ayahnya itu. Seperti Nietzshe, Freud memandang ayahnya sebagai bapak yang lemah, pengecut, dan berprilaku seksual yang menyimpang. Ia membenci ayahnya, dan selanjutnya membenci Tuhan, yang tercipta berdasarkan citra ayahnya. Psikoanalisis akhirnya membuang Tuhan sebagai sekadar ilusi kekanak-kanakan.

Mereka dibesarkan di tengah keluarga yang buruk. Keburukan itu semakin bertambah buruk ketika seorang Irshad Manji menganggap bahwa semua itu berasal dari ajaran Islam. Bermula dari yang privat kemudian dia menganggap bahwa yang privat itu bagian dari ajaran Islam. Lantas dia memberitahukan kepada publik, dengan kacamata seseorang yang memandang Islam sebagai pesakitan.

Artinya, Irshad Manji itu sebuah tragedi kemanusiaan yang bisa saja menimpa anak-anak kita bila kita tidak membesarkannya dengan penuh cinta dan kasih sayang sebagaimana Rasulullah Saw., para sahabatnya, dan orang-orang beriman mencontohkannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar