Senin, 14 Mei 2012

Kemampuan Berbicara Tentang Kebenaran


Manusia memiliki banyak sekali kemampuan, salah satu contoh yang paling menonjol adalah kemampuan berbicara. Kemampuan ini dianugerahkan Allah Ta’ala kepada umat manusia agar mereka dapat saling berkomunikasi satu sama lainnya. Melalui kemampuan berbicara inilah seorang guru dapat menambah wawasan murid-muridnya melebihi yang lainnya yang tidak pernah berusaha memperluas wawasan ilmu pengetahuannya, dan membuat mereka lebih fasih dalam membicarakan sesuatu ilmu pengetahuan daripada orang-orang tersebut.

Namun, ada sejenis “kebisuan” yang bukan berupa tidak memiliki kemampuan berbicara (bisu) melainkan “kebisuan” berupa tidak memiliki argumen untuk mengajukan pembelaan diri dari dakwaan pihak lain, Allah berfirman tentang “kebisuan” Raja Namrudz ketika berdebat dengan Nabi Ibrahim as.: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu heran terdiam orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al Baqarah: 258).

Dengan demikian jelaslah bahwa kemampuan “berbicara” yang hakiki dalam pandangan Allah Ta’ala bukanlah berupa kemampuan berbicara yang secara alami dimiliki oleh umumnya umat manusia yang tidak bisu (tuna wicara) melainkan kemampuan berbicara mengenai haq (kebenaran) sebagaimana dicontohkan oleh para Nabi Allah.

Sahabatku, apakah kita hanya bisa diam membisu ketika penyeru kebatilan menyeru dengan lantang? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar