Senin, 07 Mei 2012

Menjadi Pribadi Istiqomah dengan Muhasabah

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. al-Hasyr: 59).

Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya memberikan penjelasan seputar ayat ini. Makna Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah.” Artinya, Allah memerintahkan untuk bertakwa kepada-Nya. Pengertian takwa ini mencakup sesuatu yang telah diperintahkan dan meninggalkan sesuatu yang telah dilarang.

Selanjutnya, Allah Swt. berfirman, “dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat),” yaitu hisablah dirimu sebelum dihisab oleh Allah, dan lihatlah apa yang telah kamu tabung untuk diri-diri kamu, berupa amal saleh, untuk hari di mana kamu akan kembali dan berhadapan dengan Tuhan kamu.”

dan bertakwalah kepada Allah,” penegasan untuk kedua kalinya. sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Yaitu, ketahuilah, bahwa Allah Yang Maha Suci adalah Maha Mengetahui atas semua perbuatan dan hal ihwal kamu. Tidak ada sesuatu pun yang dapat kamu sembunyikan dari-Nya dan tidak ada perkara-perkara kamu yang gaib dari-Nya, yang besar atau yang kecil. (Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4).
  
Menurut Prof. Dr. Abdullah Nashih Ulwan, makna muhasabah sebagaimana disyaratkan oleh ayat ini, ialah: Hendaklah seorang mukmin mengintrospeksi dirinya ketika selesai melakukan amal perbuatan; apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan ridha Allah? Atau, apakah amalnya dirembesi sifat riya? Apakah dia sudah memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak manusia?

Setiap pagi hendaknya kita mewajibkan diri dan meminta perjanjian untuk memperbaiki niat, melaksanakan taat, memenuhi segala kewajiban, dan membebaskan diri dari riya. Demikian pula di sore hari, semestinya kita punya waktu untuk menyendiri dengan diri guna memperhitungkan semua yang telah kita lakukan. Bila yang kita lakukan itu kebaikan, maka hendaklah kita memanjatkan puji syukur kepada Allah atas taufiknya. Apabila yang kita lakukan itu bukan kebaikan, maka hendaklah kita bertaubat dan kembali ke jalan Allah; seraya menyesal, memohon ampunan, berjanji untuk tidak mengulangi, serta memohon perlindungan dalam khusnul khatimah kepada-Nya. (Lihat Kitab Tarbiyatur Ruhiyah karya Dr. Abdullah Nashih Ulwan)).

Umar Ra. berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang. Dan, bersiap-siaplah untuk pertunjukkan yang agung (hari kiamat). Di hari itu kamu dihadapkan kepada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dari amal kalian barang satu pun.”

Jika kita telah menghisab diri dalam urusan yang besar maupun yang kecil, dan berusaha keras menyendiri di malam hari dengan Allah untuk melihat apa yang akan dipersembangkan di hari kiamat nanti, maka dengan demikian kita telah melangkah menuju takwa.

Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk bermuhasabah sesudah beramal, agar amal yang kita lakukan tidak sia-sia. Karena, jika amal kita mengandung unsur riya – sekecil apa pun amal itu – tetap saja Allah mengetahuinya. Jawablah pertanyaan-pertanyaan muhasabah dengan jujur. Karena dari jawaban yang jujurlah, kita dapat mengetahui letak dan kualitas amal kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar