Pada suatu hari, saya berdiskusi dengan seorang teman. Temanya tentang penyakit kejiwaan. Katanya, penyakit kejiwaan ada yang bawaan atau faktor genetik. Dia meminta pendapat saya tentang hal ini. Saya katakan, saya tidak tahu kalau ada penyakit jiwa bawaan. Saya hanya sebatas tahu orang yang sakit jiwa itu seperti orang gila. Teman saya itu kemudian mengatakan jika penyakit kejiwaan karena faktor genetik itu benar-benar ada.
Lalu saya katakan padanya, oke kalau itu memang benar-benar ada. Lebih baik jangan minta pendapat saya tentang hal itu karena saya tidak tahu apa-apa. Lalu dia kembali berkata, masalahnya bukan pada ketidaktahuan saya. Tapi tentang keadilan Allah. Kenapa Allah menurunkan penyakit dari orangtua kepada anaknya? Bukankah anak tersebut tidak bersalah atas apa yang dilakukan kedua orangtuanya?
Pertanyaannya semakin berat saja. Saya bukanlah orang yang ahli menjawab semua pertanyaan itu. Tapi sedikit saja saya memberikan gambaran kepadanya. Saya berkata, setiap orang pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Dan kelebihan serta kekurangan itu memiliki kemiripan dengan kelebihan dan kekurangan kedua orangtuanya. Seorang anak memiliki sifat pemarah. Misalnya ini seperti bapaknya. Mengapa sifat seperti ini tidak kita katakan juga suatu yang negatif, sedangkan penyakit kejiwaan atau penyakit fisik lainnya kita anggap sebagai sesuatu yang negatif?
Kita seharusnya memahami bahwa semua kekurangan itu ada. Dan, itu adalah sesuatu hal yang wajar. Sebagaimana juga Allah memberikan kelebihan kepada masing-masing kita. Ada anak yang jelek nilai matematikanya, tetapi dia sangat bagus dalam membuat sebuah puisi atau sebuah cerpen. Lalu, mengapa kita tidak mengatakan kemampuan sastra yang dimiliki anak tersebut adalah kelebihan atau keistimewaan sang anak? Mengapa kita menganggapnya bodoh hanya karena dia mendapat nilai jelek pada pelajaran matematika?
Maka, ketika kita menyadari bahwa Allah, selain memberikan kekurangan kepada diri kita, juga menitipkan kelebihan untuk diri kita. Allah telah meletakkan keadilan pada tempatnya. Hal inilah yang membuat alam semesta beserta isinya berjalan dengan teratur.
Lalu, mengapa ada anak yang tidak menderita penyakit kejiwaan, sementara saudaranya menderita penyakit kejiwaan sebagaimana yang diderita orangtuanya? Genetika itu seperti sebuah pistol yang berisi berbagai informasi berharga tentang kehidupan seseorang. Dia tidak akan berfungsi jika tidak ada yang meletuskannya. Oleh karena itu, meskipun seseorang dapat menderita penyakit yang diderita kedua orangtuanya, tetapi dia tidak membuat suatu tindakan atau perbuatan yang membangunkan penyakit itu dalam dirinya. Akhirnya dia tidak merasakan sakit sebagaimana kedua orangtuanya merasakannya. Sementara saudaranya justru melakukan perbuatan yang mengarah membangunkan penyakit yang sama menimpa orangtuanya padahal dia beresiko menderita penyakit yang sama..Maka, ketika sudah sampai disini, salah siapa? Allah atau dirinya sendiri? Jangan menyalahkan Allah karena sejak awal Allah menciptakan segala sesuatu dengan keadilan-Nya.
Hal ini seperti halnya firman Allah yang menerangkan penyebab kekalahan dalam perang uhud. Yaitu, berasal dari kesalahan pasukan Islam sendiri, "Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu
telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan
Badar), kamu berkata: 'Darimana datangnya (kekalahan) ini?' Katakanlah: 'Itu
dari (kesalahan) dirimu sendiri'. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu." (QS. Ali Imran: 165)
Allah sudah mengutus kepada mereka seorang Nabi dan Rasul yang akan membimbing mereka meraih kemenangan, tetapi mereka malah menyalahi perintah tersebut. Sehingga jadilah mereka menderita kekalahan. Dalam hal ini, Allah telah memberi pengetahuan kepada kalian tentang hidup sehat, tetapi kenapa kalian menyalahinya sehingga akibatnya kalian menderita suatu penyakit? Itu karena kesalahan yang kalian perbuat sendiri dan bukan sebagai bentuk ketidakadilan Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar