Ada sebuah pernyataan menarik di situs http://nukencong.or.id/relasi-tasawuf-dengan-muhadditsin/.
Saya tidak ingin membahasnya secara keseluruhan isi tulisan itu, tapi cukup satu bagian saja
yang ingin saya bahas. Yaitu sebuah jawaban atas sebuah pertanyaan yang disampaikan kepada seorang Syeikh tentang seseorang yang mengaku mendapat ilmu
laduni. Lalu Syeikh itu menjawab, bahwa
hal tersebut bisa langsung dilihat kepada kepribadian dan tingkat keshalehan
dari orang yang berbicara. Otoritasnya adalah sebuah kesalehan. Lalu, bisa
dilihat dari interaksi dia dengan syariat. Apakah itu bertentangan dengan
nilai-nilai agama Islam atau tidak.
Saya pernah menulis tentang hal ini pada tulisan saya yang
berjudul "Jalan
Menuju Hakikat". Pada kesempatan ini,saya hanya sedikit menambahkan
saja dari tulisan yang pernah ada sebelumnya. Jawaban Syeikh terhadap si
penanya bagus sekali. Menurut saya, jawaban ini harus menjadi rujukan bagi
setiap muslim.
Seorang muslim tidak melihat betapa hebatnya seseorang yang
kebal ditusuk senjata tajam, bisa terbang atau melakukan hal-hal yang ajaib
lainnya. Seorang muslim lebih melihat interaksi orang tersebut pada syariat.
Jangan sampai orang yang seharusnya dianggap sebagai wali setan, lalu kita anggap
sebagai wali Allah; orang yang seharusnya kita anggap sebagai orang liberal,
lalu kita anggap sebagai orang beriman. Ada Kyai yang pemikirannya liberal dan
menyimpang secara syariat tetapi oleh pengikutnya dianggap sebagai ulama atau
wali Allah. Ini kan terlalu. Hanya karena Kyai tersebut alumni pesantren atau
bisa melakukan hal-hal yang ajaib kemudian mereka menyebut Kyai ini sebagai
wali Allah. Atau ada Kyai yang memberhalakan pancasila, mendukung Syiah dan
kehadiran Lady Gaga, masih saja mereka sebut sebagai warisatul anbiya.
Tolok ukur yang disampaikan Syaikh di atas jelas, yaitu
Al-Qur'an dan As-Sunnah. Maka, siapa yang keluar dari tolok ukur tersebut tidak
bisa dikatakan sebagai ulama apalagi wali Allah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar