Secara rasional, Islam itu dapat diterima. Tidak heran bila kita menemukan di dunia Barat, para mualaf adalah orang-orang yang berpendidikan, cerdas, kritis, dan memiliki rasa keingintahuan yang tinggi. Sebagian dari mereka benar-benar mengkaji dengan penuh ketekunan; melakukan studi komparasi agama-agama dan akhirnya menemukan Islam sebagai agama yang mereka cari selama ini.
Kebalikannya, mereka yang murtad dari agama Allah, bukan didasari oleh pemahaman yang baik tentang agama yang mereka anut sebelumnya dan agama yang mereka anut setelahnya. Sehingga argumentasi kemurtadan mereka sangat mudah dibantah terutama oleh kalangan orang-orang berilmu. Sebagian dari mereka juga murtad karena iming-iming materi; sekedar mendapatkan mie instan dan roti atau mendapatkan uang bulanan. Banyak kasus pemurtadan ternyata terjadi di pedesaan atau daerah-daerah yang berpenduduk miskin secara ekonomi. Di sisi lain, mereka juga miskin secara akidah sehingga mudah sekali untuk dibelokkan atau dicuci otaknya.
Kasus pemurtadan yang paling mencolok adalah saat terjadi bencana alam. Saat itu banyak orang menjadi goyah keyakinannya. Apalagi setelah ditinggal orang yang dikasihinya. Ini merupakan pukulan yang menyakitkan baginya. Kemudian datanglah orang-orang yang berusaha mengisi kekosongan itu. Orang yang sedang galau itu sangat mudah dipengaruhi, apalagi dengan pendekatan persuasif. Lama kelamaan secara tidak sadar orang seperti ini akan tercuci otaknya. Sebelumnya membenci jadi mencintai, dan yang sebelumnya dicintai menjadi yang dibenci.
Terlihat sangat jelas, para mualaf dan para murtadin berbeda 180 derajat bagaimana mereka masuk agama baru mereka. Semakin jelas kebenaran Islam dan kesalahan agama-agama selainnya. Kenyataan seperti ini mudah-mudahan semakin membuat kita berpegang teguh pada syariat Islam. Mari kita memohon kepada Allah agar kita, istri atau suami kita, dan anak cucu kita wafat dalam keadaan muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar