Sabtu, 09 Juni 2012

Beginilah Ikhwan Disiksa

Rezim diktator Mesir memang biadab. Mereka malah membantai dan menyiksa orang-orang yang menyeru mereka pada kebaikan, yang mengajak mereka pada ketakwaan. Siapapun yang mengkritiknya, jika orang kaya maka akan dimiskinkan, jika pejabat akan dipecat, jika sudah tak mampu lagi untuk dilemahkan kemudian dipenjarakan. 

Gerakan Islam yang paling banyak menerima siksaan adalah Ikhwanul Muslimin. Mereka mendapatkan penyiksaan yang paling keji berpuluh-puluh tahun lamanya. Mereka diteror, dimiskinan, dihina, diinjak-injak layaknya binatang. 

Video youtube tentang penahanan Khairat Asy-Syathir pada tahun 2007, wakil Mursyid Am pada saat ini

Mengapa mereka di siksa? Karena mereka menyeru umat ini kepada agama Allah. Sedangkan diktator menyeru pada thagut. Mereka menyeru pada pembebasan Palestina. Sedangkan diktator berkomplot dengan Israel untuk menangkapi pejuang-pejuang tersebut. 

Buku yang menceritakan hari-hari seorang kader Ikhwanul Muslimin selama di dalam penjara.

Salah seorang ulama Ikhwan, DR. Muhammad Sayyid Al-Wakil, menggambarkan kekejian ini dengan berkata, "Seorang penulis betapapun piawainya, penanya tidak akan mampu menggambarkan kepedihan orang-orang yang terusir, tidak akan mampu mendeskripsikan rintihan orang-orang yang menderita. Begitu juga seorang pelukis, betapapun jeniusnya, tidak akan mampu menggambarkan dengan kanvasnya penderitaan orang-orang yang tertindas dan perasaan gusar orang-orang yang didera teror."

Begitu dahsyatkah penyiksaan itu sehingga Doktor mengatakan seperti itu? Lalu Syaikh Al-Wakil menceritakan beberapa kisah yang menyayat hati. Berikut ini saya kutipkan satu cerita yang menggambarkan betapa dahsyatnya penyiksaan itu. Mungkin ini adalah penyiksaan yang paling keji yang pernah saya ketahui:

Ini adalah kisah seorang pelajar yang baru berusia 15 tahun. Ia masih polos, namun harus mendekam dalam penjara selama lima tahun. Ia menuturkan: Apakah engkau ingin mengetahui kejahatan yang telah kami lakukan? Kami adalah murid-murid di sebuah sekolah. Kami berteman akrab dengan anak-anak Ikhwanul Muslimin yang bapak-bapak mereka sedang meringkuk dalam pandangan para penguasa Mesir.

Kami menyadari bahwa teman-teman kami ini berada dalam kemiskinan dan penderitaan yang sangat berat. Pakaian mereka yang compang-camping, kitab-kitab dan buku-buku mereka yang kumal menunjukkan betapa nestapa kondisi mereka ini. Mereka cenderung diam dan mengasingkan diri, serta tidak berbicara kecuali kepada orang yang mengajak mereka berbicara. 

Pada suatu hari salah seorang teman berkata kepada saya: "Kita harus melakukan sesuatu untuk menolong anak-anak yatim dan keluarga mereka." Ia berjanji untuk menghimpun dana dari kerabat dan teman-temannya, serta mengharap kami semua membantu dan memberikan dana itu kepada masing-masing keluarga Ikhwan. Saya pergi ke rumah-rumah Ikhwan. Saya melihat ibu-ibu mereka hidup bersama anak-anaknya dalam sebuah kamar sempit yang mengenaskan sebagaimana kondisi para janda miskin dan anak-anak yatim. Suami-suami dan bapak-bapak mereka meringkuk dalam tahanan dan penjara sejak tahun 1954. Padahal pada waktu itu kami sudah berada di tahun 1957. Bayangkanlah suatu keluarga hidup selama tiga tahun tanpa memiliki sumber penghidupan yang bisa diandalkan.

Kepala saya terasa pusing bila mengingat sebagian keluarga itu masih dalam kondisi yang mengenaskan hingga sekarang, selama 13 tahun. Saya bertanya pada diri sendiri: "Apakah ada seseorang yang pergi memberi bantuan kepada mereka setelah saya meringkuk dalam penjara?" Ketika saya berada di penjara Liman, saya selalu bertanya kepada diri sendiri: "Apakah ada seseorang yang datang ke rumah Ummu Samir dan tiga anaknya di sebuah lorong sempit untuk memberi bantuan kepada mereka?" Saya mengatakan kepada diriku sendiri: "Jika tidak ada seorang muslim pun yang mengasihani keluarga itu dan memberikan bantuannya, maka sungguh Allah akan menurunkan murka-Nya dari langit."

Kemudian pelajar ini menceritakan kisah penyiksaan terhadap dirinya:
Setelah memukul dan menyiksaku, mereka melemparkan aku dan teman-temanku di penjara Iskandariyah yang dikenal dengan nama Al-Khadhirah. Di penjara ini kami menerima penyiksaan yang biadab selama dua tahun, padahal kami masih kanak-kanak. 

Mereka memukuli kami dengan tongkat dan menggunakan alat penyiksaan baru yang mereka namakan dengan "larutan celak mata", yaitu bejana yang penuh dengan cabe merah yang dicampur dengan air. Lalu mereka memaksa seorang tahanan untuk mencelupkan wajah dan kepalanya ke dalam bejana itu dengan kedua mata yang terbuka, sehingga larutan cabe ini meresap dalam kelopak matanya. Saya tidak bisa menceritakan kepadamu rasa sakit yang kami derita karena larutan cabe ini.

Seringkali seorang tentara atau sipir penjara menghisap rokok, lalu ketika hendak habis ia mematikannya dengan menekankannya di anak telinga atau di leher seorang akh. Mereka juga menyulut api di bagian vital, bagian dari tubuh yang paling sensitif. Mereka menyiksa kami di siang hari, lalu di malam hari mereka memasukkan kami ke dalam sel-sel yang dipenuhi air sehingga kami tidak bisa tidur, duduk atau beristirahat sedikit pun. Kami tetap dalam keadaan seperti itu hingga pagi harinya, kemudian mereka mengeluarkan kami menuju ke tempat-tempat penyiksaan dan pembantaian. Begitu seterusnya. (DR. Muhammad Sayyid Al-Wakil, Pergerakan Islam Terbesar Abad ke-14 H hal. 262-263)

Dia hanya seorang pelajar yang tersentuh hatinya untuk menolong saudaranya yang kesusahan, tetapi kemudian dianggap turut serta dalam Jamaah Ikhwan. Bagaimana dengan orang yang jelas-jelas anggota Ikhwan? Sudah dipastikan mereka mendapat siksa yang jauh lebih kejam. Tokoh-tokoh seperti Yasser Arafat pernah dipenjara di Mesir karena pernah berhubungan dengan Ikhwanul Muslimin. Syaikh Ahmad Syakir, seorang ulama ahli hadits terkemuka, pun demikian. Padahal mereka berdua bukan anggota Ikhwan. Sudah begitu paranoidnya tentara Mesir pada saat itu. Sehingga mereka memenjarakan semua orang yang membantu anggota Ikhwanul Muslimin. Walaupun mereka sekedar bicara atau mengunjungi rumah mereka untuk bersilaturahim. Jamaah Ikhwanul Muslimin benar-benar di embargo oleh pemerintah Mesir pada saat itu. Tidak hanya orang yang dipenjara yang menderita, keluarganya yang tidak dipenjarapun ikut menderita.

Anehnya pada saat ini adalah seorang calon presiden Mesir, Ahmad Syafiq, yang merupakan bekas bawahan Husni Mubarak, mengatakan tentang Muhammad Mursyi, pesaingnya dari Ikhwanul Muslimin, bahwa Ikhwan akan memasukkan mesir ke zaman kegelapan. Komentar saya, apakah ikhwan sudah pernah memerintah Mesir? Bukankah selama ini orang-orang seperti Ahmad Syafiq-lah yang membawa Mesir pada kegelapan? Mereka telah menangkap dan menyiksa orang-orang beriman, sehingga menjadilah Mesir suram, dipenuhi dengan korupsi dan tindakan barbar lainnya. Bukankah selama ini Ikhwan sudah sangat dekat dengan rakyat? Mereka menjalankan aksi-aksi sosial dan menjadi tokoh-tokoh di tengah masyarakat yang mengajak pada kebaikan dan menjauhi kemungkaran. 

Saya berdoa kepada Allah, semoga aksi kekejaman diktator berhenti sejak tumbangnya rezim Husni Mubarak. Semoga kaum muslimin di Mesir memperoleh kemenangan yang kemudian menjalar pada saudara-saudaranya di negara yang lain. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar