Kamis, 14 Juni 2012

Pengaruh Perang Salib Terhadap Kebangkitan Eropa


Perang Salib mulai bergejolak pada masa kedaulatan Fatimiyah di Mesir, tepatnya tahun 498 H/1096 M, dan berakhir pada masa kedaulatan Mamluk, yaitu pada tahun 692 H/1292 M. Ia merupakan episode pertama bagi serangkaian kerakusan Eropa di negeri-negeri Islam. Ia merupakan bentuk awal dari wajah kolonialisme, yang menjadi catatan sejarah pada abad-abad sesudahnya. Di samping itu, ia juga merupakan pertentangan antara Timur dengan Barat, perselisihan antara peradaban Islam dengan peradaban Eropa.

Maka muncullah kajian baru tentang sejarah di Eropa, yang mempelajari faktor-faktor hakiki bagi penyerangan pasukan Salib terhadap negeri-negeri Timur, membenarkan pendapat-pendapat lama yang salah, yang mana pendapat-pendapat yang salah tersebut dilatarbelakangi oleh jiwa atau rasa fanatisme agama yang tumbuh subur pada zaman pertengahan. Para sejarawan Barat menulis sejarah Zaman pertengahan tersebut dengan didasari fanatisme yang sangat berlebihan (ekstrem).

Pembahasan yang singkat ini tidak mungkin membeberkan faktor-faktor penyerangan pasukan Salib ke negeri Timur tersebut, karena banyak faktor yang melatarbelakangi, di antaranya faktor politik, sosial, dan ekonomi. Namun, semua itu dibungkus dengan fanatisme agama, meskipun pada dasarnya fanatisme agama merupakan motivasi yang sebenarnya.

Perang Salib ini merupakan bentuk lama kerakusan bangsa Eropa yang kita saksikan dalam sejarah modern, yaitu mencari wilayah-wilayah baru. Dalam sejarah modern ini, para kolonialis menyamarkan dirinya dengan dalih sebagai delegasi, sedangkan pasukan Salib bersembunyi di balik topeng agama. Mereka menggambarkan kolonialisme ini sebagai perang antara agama Islam dengan Kristen, padahal sebenarnya ketamakan dan agresif ras mereka tidak bersangkut paut dengan agama sama sekali.

Mayoritas sejarawan modern Eropa mengakui kebenaran adanya motivasi perang Salib. Dalam mukadimah buku Hadharatul Arab (Kebudayaan Arab), Gustav Le Bonn mengatakan, “Keinginan pasukan Salib merebut Palestina telah mengobarkan semangat juang dalam jiwa mereka. Setiap individu mengharapkan perbaikan kondisi masing-masing, sehingga hamba sahaya ingin melepaskan dirinya dari perbudakan. Orang-orang yang tidak mendapatkan harta warisan pun berkeinginan hidup bahagia. Akhirnya hilanglah akal sehatnya. Maka, semakin kuatlah keinginan para raja (penguasa), pemuka agama, wanita, dan seluruh manusia untuk melanjutkan perjalanan mereka menuju Palestina. Seakan bangsa Eropa telah siap memusnahkan Asia.”

Demikianlah, perang Salib telah mengancam peradaban islam. Pada saat itu, pasukan Salib berbuat brutal dan membuat kerusakan di kota-kota negeri Syam (Syiria), membakar masjid-masjid dan perpustakaan-perpustakaan, khususnya perpustakaan Darul Hikmah di Tripoli, yang mempunyai koleksi buku sekitar seratus ribu buah.

Propaganda Salib ini tidak mempunyai misi peradaban tertentu, dan tidak pula mempunyai tujuan yang tetap serta matang. Ia hanya refleksi dari semangat yang datang begitu saja, didorong oleh fanatisme agama yang berlebihan serta kerakusan politik dan ekonomi.

Pada dasarnya, peperangan yang terjadi di dunia ini selalu mempunyai tujuan mewujudkan kemerdekaan atau penyebaran misi peradaban atau juga memajukan masyarakat. Sedangkan pasukan Salib tidak mempunyai tujuan melainkan hanya kerusakan dan pertumpahan darah, sebagaimana diakui sendiri oleh para sejarawan Eropa. Misalnya, Stanley Lane Poole mengatakan, “Pasukan Salib telah berubah dari tujuan utamanya, dan akhirnya melakukan perampokan, perampasan dan menyakiti kaum Muslimin.”
                                                                                                   
Negara-negara di Timur Tengah tidak mendapatkan keuntungan sama sekali dari kehadiran pasukan Salib, bahkan yang diperolehnya hanyalah kerusakan dan kehancuran. Orang-orang Salib sendiri telah melanggar ajaran Kristen yang menjadi kepercayaan mereka. Di antara ajaran yang dilanggar misalnya, anjuran menyebarkan kasih sayang kepada orang lain dan menyebarkan kebaikan. Namun sebaliknya, keberadaan pasukan Salib di Timur Tengah selama dua ratus tahun menjadikan mereka terpengaruh oleh peradaban dan moral Islam, yang kemudian hal itu mengurangi kebiadaban dan kebengisan mereka. Bahkan, sebagian dari pasukan Salib ada yang memeluk Islam. Secara rinci Thomas Arnold – seorang Orientalis – telah membahas pemelukan Islam oleh sebagian pasukan Salib dalam bukunya berjudul Ad Da’wah Ilal Islam dalam bab “Kondisi orang-orang Salib berpaling ke Islam.” Di Mesir saja jumlah mereka mencapai dua puluh lima ribu orang.

Sesungguhnya perang Salib telah mempengaruhi perjalanan sejarah Eropa dan peradabannya, sehingga melemahkan sistem perekonomian mereka sendiri yang merupakan dasar kehidupan sosial dan ekonomi Eropa. Namun demikian, kehadiran mereka di negeri Arab (Islam) telah menjadikan sistem perekonomian mereka semakin maju, hubungan negeri Timur dan Barat semakin meningkat, dan sarana transportasi darat serta laut semakin semarak. Perang Salib, di samping merupakan pertempuran militer, juga merupakan pertemuan peradaban antara dunia Islam dengan dunia Eropa yang Kristen, sehingga peradaban Islam tersebar ke berbagai penjuru negeri Eropa.

Orang-orang Eropa banyak belajar dari kaum Muslimin tentang cara bercocok tanam, berdagang, dan berindustri, sebagaimana juga mereka telah terpengaruh oleh ilmu pengetahuan dan moral kaum Muslimin. Dalam hal ini, Horinzo (Sejarawan terkemuka) mengatakan, “Pasukan Salib keluar dari negerinya adalah untuk memerangi kaum Muslimin, namun ketika sampai ditujuan, mereka mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan dari kaum Muslimin. Para tentara Salib tercengang ketika melihat kaum Muslimin menolak aspek teologi mereka yang bersandar pada keduniaan. Kaum Muslimin tidak mendapatkan keuntungan sama sekali dari kehadiran pasukan Salib, tetapi sebaliknya, pasukan Saliblah yang banyak mengambil manfaat dari kaum Muslimin. Mereka menimba ilmu dari sumur-sumur peradaban Islam yang tak pernah kering.”

Dalam kitab Hadharatul Arab, Gustav Le Bonn mengatakan, “Orang-orang Timur (Islam) telah dapat menikmati peradaban yang sangat agung, sedangkan orang-orang Barat tenggelam dalam kebodohan dan kenistaan.” Dari kenyataan seperti itu, kaum Muslimin tidak mendapatkan keuntungan apa-apa. Bagi orang-orang Timur (Islam), perang Salib tidak memberikan manfaat sama sekali, melainkan hanya menanamkan rasa benci terhadap orang-orang Barat sampai anak keturunannya.

Sebelum terjadi Perang Salib, hubungan antara Timur dengan Barat sangat terbatas. Hanya sebatas hubungan para pedagang dan orang-orang Kristen yang pergi berziarah ke Palestina dan negeri Syam (Syiria). Akhirnya perang salib ini menjadi pertemuan peradaban Islam, serta bertambahnya ilmu pengetahuan orang-orang Eropa yang diperoleh dari negeri-negeri Islam.

Orang-orang Barat dan Eropa melihat umat Islam telah berhasil melangkah jauh di berbagai bidang peradaban, dan mereka menyaksikan umat Islam telah terbebas dari cengkraman para rahib penguasa agama, sebagai kebalikan yang dialami bangsa Eropa dan Barat. Akhirnya pasukan Salib banyak mempelajari  peradaban Islam , khususnya bentuk dan sistem pemerintahan, sistem perpajakan dan perekonomian, serta membangun sekolah-sekolah dan universitas-universitas.

Penyerapan dari peradaban Islam ini merupakan langkah pertama bagi era kebangkitan kembali ilmu pengetahuan di Eropa. Le Bonn berkata, “Pengaruh Timur (Islam) dalam peradaban Barat sangat besar sekali sebagai hasil dari perang Salib. Pengaruhnya dalam bidang seni, industri, dan perdagangan sangat jelas. Apabila kita melihat secara teliti kemajuan hubungan perdagangan Barat dan Timur serta perbedaan yang muncul antara orang-orang Salib dengan orang-orang Timur dalam bidang seni dan industri, maka jelas bagi kita bahwa orang-orang Timurlah yang mengeluarkan orang Barat dari kehancuran, dan mengantarkan mereka menuju kemajuan, karena ilmu-ilmu pengetahuan Arab dan sastranya telah diambil dan dipelajari oleh universitas-universitas di Eropa. Maka mulailah era kebangkitan Eropa pada masa itu.”

Kata-kata diatas telah menggambarkan kepada kita, betapa besar pengaruh peradaban Islam terhadap peradaban Barat. Sumbangsihnya tidak dapat diukur dengan emas permata atau dibalas dengan uang dolar yang tak seberapa. Bagi peradaban yang besar ini (baca: Islam) hanya membutuhkan sikap saling pengertian, kasih sayang dan saling menghormati. Di zaman ini, apa yang telah umat Islam dapatkan? Dari Kashmir hingga Afghanistan, dari Chechnya hingga Dagestan, dari Palestina hingga Sudan, dari Irak hingga Bosnia, dari Ambon hingga Moro. Kita hampir berada dalam ketertindasan. Umat menangis menjerit, darah mengalir, dan serpihan-serpihan daging bertebaran dimana-mana. Sungguh memilukan hati dan perasaan. Sumbangan yang kita berikan untuk mereka ternyata dibalas dengan senjata dan kekerasan. Air susu telah dibalas tuba. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar