Jumat, 15 Juni 2012

Keberpihakan Intelektual Muslim Terhadap Agamanya (2)

Buku karya Syaikh Muhammad Al-Ghazali yang paling terkenal Min Huna Na'lam (Dari Sini Kita Mengetahui) adalah jawaban dari buku Min Huna Nabda (Dari Sini Kita Mulai) karya Syaikh Khalid Muhammad Khalid. Meskipun Syaikh Khalid adalah kawan akrabnya sejak lama, tetapi kebenaran lebih dicintai Syaikh Al-Ghazali ketimbang sebuah persahabatan yang berdiri diatas kemungkaran. 

Buku Min Huna Nabda membuat gembira luar biasa kalangan musuh-musuh Islam, mulai dari komunis, salibis, anggota Freemasonry, sampai kaum sekuler. Dari sinilah kemudian Syaikh Al-Ghazali tampil ke depan mengkritik dan menolak segala syubhat yang telah ditulis Syaikh Khalid. Artikel bersambung ini kemudian dibukukan dengan judul Min Huna Na'lam. Buku ini dianggap sebagai jawaban paling lengkap dan paling kritis terhadap buku Syaikh Khalid. Meskipun demikian, bahasa buku ini tampil dengan gaya bersahabat dan sopan mengingat hubungan akrab mereka di masa lalu.

Meskipun Syaikh Al-Ghazali berseberangan pendapat dengan Syaikh Khalid namun beliau tetap berbaik sangka kepadanya. Dan ternyata perjalanan hari selanjutnya membuktikan kebenaran dari baik sangka Syaikh Al-Ghazali. Syaikh Khalid Muhammad Khalid akhirnya bertaubat dan meralat karyanya itu. Dikemudian hari Syaikh Khalid Muhammad Khalid menjadi penulis buku-buku yang membela Islam. Mungkin para pembaca tahu dengan buku 60 Karakteristik Sahabat Nabi dan 5 Khulafaur Rasyidin. Dua karya hebat itu adalah karya Syaikh Khalid Muhammad Khalid.

Syaikh Muhammad Al-Ghazali juga menulis buku At-Ta'asshub wa at-Tasamuh baina al-Masihiyyah wa al-Islam (fanatisme dan toleransi antara Kristen dan Islam). Buku ini adalah jawaban terhadap buku dari salah seorang Kristen Koptik yang memojokkan dan menjelek-jelekkan Islam. Syaikh Al-Ghazali tidak menyebut judul buku dan siapa nama penulisnya hingga orang itu meninggal dunia. Syaikh Al-Ghazali hanya menyebut bahwa penulisnya adalah seorang pejabat penting pemerintahan. Mursyid Am kedua, Imam Hasan Al-Hudhaibi, mengamanahkan kepada beliau untuk mengoreksi isi buku itu dengan berbekal ilmu dan argumentasi tanpa harus menghina dan memojokkan penulisnya.

Syaikh Muhammad Al-Ghazali telah memberikan contoh teladan bagi seorang intelektual muslim membela agamanya. Seorang intelektual muslim hendaknya tidak diam ketika melihat kemungkaran pemikiran dihadapannya. Hendaknya dia tergerak untuk membela agamanya dari serangan musuh-musuh Islam tersebut. Bukan dengan jalan kekerasan. Tetapi dengan ilmu dan argumentasi yang dia miliki. Saya teringat dengan perkataan DR. Adian Husaini dalam salah satu seminar yang saya ikuti. Bahwa jika ada pemikiran menyimpang yang menyerang Islam dan umatnya, maka akan hadir buku-buku yang menanggapi dan meluruskannya. Tampaknya hal semacam ini belum begitu membudaya dalam tradisi keilmuan kita, meskipun minimal kita menanggapinya dengan menulis di blog atau mengomentarinya lewat suara pembaca di surat kabar atau majalah. 

Hendaknya pula ketika menanggapi sebuah tulisan, kita mempunyai niat baik dan akhlakul karimah. Dengan kedua amal tersebut, mudah-mudahan Allah memberkahi tulisan kita sehingga terlihatlah mana yang haq dan mana yang batil. Dan penulisnya akhirnya sadar dan bertaubat seperti yang terjadi pada diri Syaikh Khalid Muhammad Khalid dan Syaikh Ali Abdurraziq.    

Baca juga: 

Keberpihakan Intelektual Muslim Terhadap Agamanya (1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar