Sejarah adalah guru terbaik bagi kehidupan. Tentu kita mempunyai sejarah kita masing-masing. Bahkan, detik yang baru saja berlalu di hadapan kita adalah bagian dari sejarah hidup kita. Kita dapat bertanya dalam hati, seperti apakah sejarah yang telah kita torehkan? Apakah sejarah itu adalah sejarah perjuangan, kesabaran, kejujuran, dan ketaatan? Atau sejarah kemalasan, kemarahan, kedustaan, dan kemaksiatan? Bertanyalah pada hati kita dan ia akan menjawabnya dengan penuh kejujuran.
Sejarah hidup kita semakin meluas, berbanding terbalik dengan sisa umur yang kita miliki. Umur kita semakin berkurang sedangkan kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari atau semenit kemudian. Kita hanya bisa merencanakan dan berharap sesuatu yang tidak kita inginkan tidak datang secara tak terduga. Kita menginginkan sisa waktu yang lebih panjang lagi untuk mengganti sejarah kelam hidup kita. Tetapi, kadang, dan mungkin sering kali, apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Oleh karena itu, bukanlah saatnya kita berpanjang angan-angan. Tetapi sudah saatnya, yang muda maupun tua, berbenah diri guna menyongsong hari esok yang lebih baik.
Allah memerintahkan kita untuk mengganti keburukan yang pernah kita lakukan dengan berbuat kebajikan. Misalnya saja, kita pernah memakan makanan yang haram, kemudian kita menghindarinya dan hanya memakan makanan yang halal. Raihlah kekuatan jiwa dengan tekad membaja yang tidak pernah melemah, kesetiaan yang tidak mengenal kemunafikan dan pengkhianatan, semangat berkorban yang tidak terkotori oleh ketamakan dan kebakhilan, pengetahuan dan keyakinan, serta penghormatan yang tinggi terhadap ideologi yang diperjuangkan. Hilangkan segala noda kehidupan kita dengan taubat. Ambillah ketaatan sebagai jalan kehidupan.
Renungkan sejarah kehidupan kita; lupakan seberapa banyak kebaikan yang telah kita lakukan, tapi ingatlah seberapa banyak keburukan yang telah kita lakukan; lupakan seberapa banyak sedekah yang telah kita berikan, tapi ingatlah seberapa banyak harta yang belum kita sedekahkan; lupakan seberapa lapar dan dahaga yang kita rasakan ketika berpuasa, tapi ingatlah kenikmatan yang akan kita rasakan; lupakan seberapa banyak amal ibadah yang kita lakukan, tapi ingatlah apakah semua itu dikerjakan dengan penuh keikhlasan. Karena, kita sering kali tertipu dengan apa yang telah kita lakukan. Seseorang yang beribadah qiyamul lail, merasa dirinya seorang ahli ibadah dan ia merasa orang lain berada di bawah dirinya. Bukanlah itu yang dimaksud dengan ibadah, tetapi ibadah adalah sesuatu jalan yang dapat mendekatkan diri kita kepada Allah dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.
Apakah kita merasa menjadi seorang ahli ilmu hanya karena telah membaca sebuah buku? Ingatlah di atas langit ada langit. Semakin berisi padi, semakin merunduk tawadhu. Ilmu Allah jauh lebih luas dan dahsyat, tetapi kita tidak merasa Dia sombong, padahal Dia pantas untuk sombong. Masih banyak yang belum kita ketahui. Semakin banyak yang kita ketahui, semakin banyak pula yang belum kita ketahui. Seolah-olah ilmu Allah luas tak bertepi. Waktu kita sempit, sementara kewajiban sangatlah banyak. Ilmu sangat banyak yang harus kita pelajari, tapi hal ini berbanding terbalik dengan waktu yang kita miliki. Walaupun kita berharap bahwa kewajiban-kewajiban itu dapat kita lakukan, tetapi hal itu sering kali hanya angan-angan kosong, dan kemudian kita tidak melakukan satu kewajibanpun dalam sehari.
Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi kita, meskipun sesaat lagi kita wafat. Karena, udara kehidupan masih mengalir dalam tubuh kita bersamaan dengan beban kewajiban yang harus kita pikul. Kita tidak harus cukup hanya dengan membaca satu, dua, atau tiga buku. Kita harus berusaha membaca banyak buku. Begitupun dengan amal saleh lainnya. Istighfar harus kita perbanyak, karena kita tidak tahu pada bilangan istighfar ke berapa ampunan Allah itu turun. Kita juga memperbanyak membaca kalimat la ilahaillallah agar iman kita cenderung naik atau terus terbaharui. Karena, dengan imanlah semangat kita beramal tumbuh, dan apabila ia redup dalam jiwa kita, maka redup pula semangat hidup kita.
Tiada hari, tiada menit, tiada detik tanpa ketaatan. Setelah mengerjakan satu amal saleh, kita kembali mengerjakan amal saleh lainnya. Jika telah selesai dari urusan duniamu, maka kerjakanlah urusan akhiratmu. Fokuskanlah dirimu pada setiap pekerjaan yang engkau lakukan agar ia menghasilkan sesuatu yang baik bagimu di dunia dan akhirat.
Ingatlah kewajiban kita lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Jangan engkau anggap kewajiban itu hanya berkisar pada shalat, puasa, zakat, dan pergi haji. Tetapi, kewajiban itu lebih dari itu semua; kita memiliki kewajiban untuk menjaga tubuh kita agar sehat yaitu dengan istirahat yang cukup, memakan makanan yang halal dan bergizi, membersihkan tubuh, dan berolahraga. Kita memiliki kewajiban untuk menjawab salam terhadap orang yang memberi salam. Kita memiliki kewajiban menjenguk sahabat-sahabat kita yang sedang sakit. Ghibah, hasad, dusta, dan akhlak-akhlak buruk lainnya adalah dilarang, bukankah akhlak itu wajib kita jauhi? Namun, tentu saja kewajiban itu bertingkat-tingkat sesuai dengan skala prioritas. Menegakkan shalat tentu tidak bisa digantikan dengan memakan makanan yang halal.
Dan, ingatlah pula, jangan engkau abaikan sarana yang akan mengantarkanmu pada tujuan. Sekilas, bisa saja orang mengatakan membuat pakaian tidak ada hubungannya dengan agama. Tetapi, bukankah dengan memakai pakaian maka aurat kita tertutup? Dengan demikian, kita telah menjalankan salah satu kewajiban agama. Jika seorang pembuat pakaian meniatkan apa yang dilakukannya itu untuk meraih ridha Allah, niscaya ia telah menjalankan salah satu perintah agama. Dan, pekerjaannya itu adalah bagian dari ibadah yang berbuah pahala. Begitupun dengan menghapuskan kemiskinan, yaitu dengan jalan bersedekah, berdemonstrasi menuntut keadilan, dan menjadi pejabat yang tidak korupsi, itu adalah bagian dari ibadah jika diniatkan untuk meraih keridhaan Allah. Bukankah kemiskinan lebih dekat pada kekufuran? Dan, bukankah kekufuran sangat dimurkai Allah? Semoga kita terhindar dari kekufuran, baik yang kecil maupun yang besar.
Sahabatku, dunia ini adalah ladang untuk kita beramal yang akan kita panen di akhirat nanti. Semoga saja sejarah kehidupan kita adalah sejarah orang-orang saleh. Meskipun kita pernah berbuat maksiat, tapi kita segera menggantinya dengan kebajikan dan taubat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar