"Bertanyalah kamu kepada hatimu sendiri. Kebajikan adalah sesuatu yang membuat jiwa dan hati menjadi tenang. Sedangkan dosa adalah sesuatu yang mengusik dalam hati dan menyebabkan keragu-raguan dalam dada." (HR. Ahmad).
Wahai sahabatku, sesungguhnya kebenaran ada di tangan Allah. Jika kita mengabaikan kebenaran itu, hidup kita hanya menjadi santapan kesesatan. Apabila kita tersesat, kesedihan, keragu-raguan, kegelisahan akan tumbuh di dalam hati kita.
Inilah petunjuk yang telah diperlihatkan-Nya kepadamu, apakah engkau akan mengambilnya? Bukti mana lagi yang perlu engkau ketahui, setelah engkau mengalami hal-hal yang tidak mengenakkan dalam hidupmu, ketika engkau berbuat maksiat kepada-Nya?
Imam Ibnul Qayyim berkata, "Kebanyakan yang dijadikan sebagai indikasi adanya kebajikan dalam hati seseorang adalah ketika dia bisa merasakan adanya iman dan rasa manisnya. Dan keimanan itu sendiri memunculkan perasaan tenang, tenteram, kelapangan, kekuatan dan kebahagiaan dalam hati. Karena memang keimanan itu sendiri menciptakan rasa bahagia, rasa manis dan rasa lezat di dalam hati. Barangsiapa tidak menjumpai rasa tersebut di dalam hatinya, berarti dia telah kehilangan iman atau kadar imannya mulai berkurang." (Zaad al-Muhajir Ilaa Rabbihi (Kembali kepada Allah), hlm. 23, Pustaka Azzam Cet. I 2001).
Wahai sahabatku, marilah kita renungkan kata-kata Imam Ibnul Qayyim di atas, apakah kita benar-benar telah beriman? Apakah kita telah berbuat kebajikan? Oleh karenanya, hadits di atas di mulai dengan kalimat, "Bertanyalah kamu kepada hatimu sendiri." Ya, karena kita sendiri pasti tahu akibat dari berbuat kebajikan, dan kita juga pasti tahu akibat dari berbuat kemaksiatan. Hampir-hampir saja hadits di atas tidak kita perlukan lagi, karena sudah jelas bahwa kebajikan mengantarkan pada kebahagiaan dan dosa mengantarkan pada kesengsaraan. Hadits di atas mengingatkan kita kembali tentang akibat dari kebajikan dan kemaksiatan.
Tanpa mengetahui hadits itu, engkau sudah pasti tahu apa yang engkau rasakan setelah berbuat kebajikan dan kemaksiatan. Apakah hal itu belum cukup bagimu? Masihkah engkau belum mau kembali kepada-Nya dengan sebenar-benarnya kembali?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar