Sidney J. Haris dalam
bukunya, Mind Power, berkisah: “Aku berjalan dengan seorang temanku
menuju sebuah stand koran malam itu. Ia membeli sebuah koran. Dengan sopan ia
mengucapkan terima kasih kepada penjualnya. Namun, penjual koran itu tidak
mempedulikan ucapan tersebut.
“Orang yang tidak sopan,
ya?” komentarku.
“Oh, setiap malam ia
selalu begitu,” sangkal temanku.
“Lalu, mengapa Anda terus
begitu sopan kepadanya?” tanyaku.
“Mengapa tidak?”
sanggahnya. “Mengapa aku membiarkannya menentukan bagaimana aku akan
bertindak?”
Saat memikirkan kejadian
itu selanjutnya, muncul dalam benakku bahwa ungkapan yang penting adalah
“tindakan”. Temanku bertindak terhadap orang lain; kebanyakan kita bereaksi
terhadap mereka.
Ia memiliki suatu indera
keseimbangan mental yang tidak ada pada sebagian besar kita; ia tahu siapa
dirinya, untuk apa ia bersikap, dan bagaimana ia akan berperilaku. Ia tidak mau
membalas ketidaksopanan dengan ketidaksopanan karena dengan itu ia tidak lagi
mampu mengendalikan perilakunya.”
Setiap hari, sikap kita
ditantang oleh orang lain dari peristiwa di luar. Bagaimana kita akan bersikap?
Apakah akan membiarkan kemalangan atau rintangan menghentikan kita untuk terus
maju? Atau apakah kita akan melihat situasi dengan obyektif dan mencari
pelajaran yang bisa di dapat atau tindakan yang bisa dilakukan untuk merubah
keadaan? Apakah kita akan membiarkan orang yang negatif mempengaruhi hari kita,
hidup kita?
Tidak! Tidak ada yang
dapat mengubah pendirian kita. Kita akan terus berkarya walau orang-orang
menghina, mencibir dan mencemooh kita. Kita akan bertekad hingga tugas yang
kita kerjakan selesai. Jika mereka memandang kita dengan sebelah mata, jadikan
itu sebagai cambuk bagi kita untuk berbuat terbaik, semaksimal mungkin. Kita
tidak mungkin dikalahkan oleh keadaan karena kita diciptakan sebagai pemenang!
Sesungguhnya perbuatan
baik kita pada orang lain akan kembali pada diri kita. Jika orang tidak
menghormati atas apa yang telah kita lakukan, bukan tugas kita membuat orang
itu menghormati kita. Yang penting bagi kita berbuat kebaikan sebaik-baiknya
dan sebanyak-banyaknya. Bukankah Nabi Muhammad Saw. adalah seorang dermawan,
jujur, lagi santun? Namun ketika orang-orang mulai menyiksa dan menghinanya,
apakah hal itu membuatnya mundur ke belakang dari tugas dakwahnya? Tidak!
Bahkan beliau berkata, andaikan bulan ditangan kiriku dan matahari ditangan
kananku, beliau tak akan menghentikan dakwah itu.
Begitupun dengan yang
terjadi pada Imam Ahmad bin Hanbal. Di saat negara mengadopsi pemikiran
mu’tazilah yang mengatakan bahwa al-Quran adalah makhluk, di saat
pembesar-pembesar negeri saat itu memaksa sejumlah ulama untuk mau mengakui
doktrin itu, ia dengan tegas menolaknya. Beliau tetap dengan pendiriannya,
al-Quran adalah kalamullah. Sebuah kebenaran itu tidak dilihat dari
sudut pandang banyak atau sedikitnya orang. Kebenaran itu diberikan kepada
orang-orang yang istiqomah dan tidak goyah oleh serbuan-serbuan informasi yang
belum tentu benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar