Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk Allah, tercipta bersama keterbatasan-keterbatasan yang senantiasa melekat pada dirinya. Kita belum juga mengetahui secara detail DNA yang ada di dalam diri kita. Ya, yang ada di dalam diri kita! Kita belum sepenuhnya dikenal, siapakah kita sebenarnya. Sehingga seorang peraih Nobel Kedokteran, Alexis Carrel, menulis masalah ini dalam bukunya Man Unknown. Ilmuwan dari berbagai negara – dari Amerika serikat sampai Cina – telah 10 tahun bekerja untuk memecahkan 3 miliar kode kimia yang terdapat di dalam DNA.
Walaupun kemajuan yang telah dicapai sangatlah menggairahkan dan merupakan perkembangan yang penting, seperti Dr. Fancis Collins, pimpinan Proyek Genome Manusia katakan, bahwa ini hanyalah langkah pertama dalam memecahkan kode informasi yang terkandung di dalam DNA.
DNA dari satu sel manusia saja sudah berisi informasi yang cukup untuk mengisi ensiklopedi yang terdiri dari sejuta halaman. Kita tidak mungkin habis membacanya dalam seumur hidup. Jika seseorang mulai membaca satu kode DNA per detik, tanpa henti, sepanjang hari, setiap hari, akan diperlukan waktu 100 tahun. Sebab, ensiklopedia tersebut berisi hampir tiga miliar kode yang berbeda-beda. Jika kita tulis semua informasi DNA pada kertas, maka panjangnya akan membentang dari Garis Katulistiwa mencapai Kutub Utara. Ini berarti sekitar 1000 jilid buku - lebih dari cukup untuk mengisi satu perpustakaan yang besar.
Lebih dari itu, semua informasi ini terkandung dalam inti setiap sel. Artinya, bila setiap individu terdiri dari sekitar 100 triliun buah sel, maka akan terdapat 100 triliun versi dari perpustakaan yang sama.
Bila dibandingkan dengan jumlah informasi yang telah dicapai pengetahuan manusia hingga saat ini, kita tidak mungkin memberikan contoh yang setara besarnya. Sebuah gambaran yang sulit untuk dipercaya: 100 triliun x 1000 buku! Ini lebih banyak dibandingkan jumlah butir pasir di dunia. Lebih jauh lagi, jika kita kalikan jumlah tersebut dengan enam miliar yang kini hidup di Bumi, ditambah miliaran yang telah hidup sebelum kita, angka yang didapatkan akan berada di luar jangkauan pemahaman kita. Jumlah informasi itu mencapai ketakterhinggaan. Subhanallah!!
Sekalipun luas ilmu kita akan selalu ada “sesuatu yang tidak kita pahami”. “Ada sangat banyak organisasi materi yang tidak kita ketahui,” demikian Prof. Keith Ward, seorang ilmuwan ternama berkata. Jika kita mengatakan: “tidak ada yang tidak kita pahami,” maka kita sudah mengetahui segala sesuatu secara mutlak. Kemutlakan pada ilmu yang dimiliki manusia jelas-jelas suatu hal yang mustahil. Penegasan bahwa eksistensi alam semesta ini merupakan keniscayaan berarti juga bahwa tidak ada semesta lain yang mungkin ada, sedangkan kita – selaku Muslim – mengetahui adanya semesta lain di samping alam semesta yang kita huni ini, yaitu adanya alam ruh, alam barzah, dan alam akhirat. Bahkan kosmolog yang paling percaya diri pun curiga bahwa ada sesuatu yang tidak mereka ketahui. Karena itu, tampaknya tidaklah mungkin keniscayaan semesta ini dapat ditentukan.
Realitas, bagi orang-orang beriman dapat dipahami secara utuh oleh akal yang mahasempurna dari Tuhan. Boleh jadi pemahaman total atas segala sesuatu (everything) terlalu berlebihan bagi otak manusia yang kecil. Orang-orang beriman yang berpikir tidak akan berkata: “Jangan coba-coba memahami hal ini; ini pengetahuan terlarang.” Sebaliknya mereka akan berkata: “Tuhan telah menciptakan kamu untuk memahami dan menghormati ciptaan-Nya; karena itu carilah kebenaran sekuat tenagamu.”
Namun, orang-orang beriman juga ingin mengatakan bahwa tidak hanya ada satu jenis pemahaman. Selain analisis ilmiah yang dingin, tak terlibat, juga ada kontemplasi seni yang terlibat, penuh gairah, pencarian kebenaran moral, serta pencarian realitas paling dasar, Sang Maha Pencipta itu sendiri. Dalam pergulatan seperti itu, akan ada tempat bagi misteri, bagi sesuatu yang melampaui analisis intelektual; dorongan pemahaman yang melampaui kemampuan yang terbatas, abstrak dan diskursif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar