Barry Farber dalam bukunya The 12 Cliches of Selling berkisah: “Saat saya pertama memulai latihan bela diri, seorang pria yang belum pernah saya kenal mengikuti kelas kami. Dia berpakaian T-shirt putih dan celana olahraga. Jelas-jelas ia bukanlah seorang pemula dan setelah latihan selesai, saya mengetahui bahwa dia sudah memiliki sabuk hitam. Saya bertanya kepadanya mengapa ia tidak mengenakannya.
‘Jika saya datang ke latihan ini dengan memakai sabuk hitam saya dan menganggap saya mengetahui segalanya, saya tidak akan belajar banyak,’ katanya. ‘Untuk menunjukkan rasa hormat saya kepada guru-guru di sini, saya datang tidak membawa apa-apa’.”
Kisah di atas adalah pelajaran berharga bagi kita. Jika kita ingin maju, syaratnya adalah menyingkirkan baju kesombongan dalam diri kita. Kita mesti melepaskan segala atribut yang membuat orang menganggap kita sebagai orang yang serba bisa dan serba tahu. Saya tahu, hal ini bukanlah soal mudah. Kadang, ego mengalahkan akal sehat kita. Kita lebih menginginkan pujian sesaat ketimbang pertumbuhan dan perkembangan.
Seorang Nabi sekalipun, ia tetap seperti manusia umumnya, bertanya jika tidak tahu, berjalan di pasar, berkumpul bersama sahabat, dan belajar dari orang yang lebih ahli ketimbang dirinya. Kisah Nabi Musa dan Nabi Khidir menunjukkan bahwa dalam segi keilmuan Nabi Khidir berada diatas Nabi Musa. Oleh karena itulah, Nabi Musa berguru padanya. Padahal kedudukan Nabi Musa sebagai Rasul bagi kaum Bani Israel, diturunkannya kitab Taurat, sungguh mulia. Demikianlah, karena Nabi Musa lebih memperturutkan keimanannya ketimbang hawa nafsunya.
Begitupun yang terjadi dengan para sahabat dan orang-orang shalih sesudahnya. Orang seperti Khalifah Umar bin Khaththab tak segan-segan meminta nasihat dari seorang nenek tua. Imam Malik pernah berkata “tidak tahu” dihadapan seorang musafir yang sengaja jauh-jauh datang kepadanya untuk menanyakan suatu perkara. Ada seorang ulama yang ketika melihat pengikutnya sudah banyak, ia segera mencari seorang guru untuk belajar. Dikemudian hari, pengikut-pengikutnya itu belajar kepada guru yang kini tempat gurunya belajar.
Apabila kesombongan sudah menyelimuti hati kita, pandangan kita terhadap orang lain akan cenderung menghinakan dan merendahkan. Tapi, apabila kerendahan hati menjadi bagian dari hidup kita, orang-orang akan senang bersama dengan kita. Siapa yang ingin melihat salah satu tanda orang yang ikhlas, mereka adalah orang-orang yang rendah hatinya. Jika Anda melihatnya, jadikanlah ia seorang sahabat.
Sahabatku, saat Anda berpikir Anda ada di puncak gunung, Anda akan berhenti mendaki. Saat Anda berpikir Anda mempunyai seluruh jawaban, Anda berhenti berusaha meraih, Anda berhenti berkembang. Orang-orang yang terlalu bangga akan dirinya sendiri biasanya tidak mempunyai banyak ruang yang tersisa untuk sebuah impian yang bisa mengubah hidup. Itulah mengapa menyingkirkan keangkuhan atau rasa bangga yang berlebihan itu sangat penting. Hal itu dapat menghalangi Anda untuk mencoba hal-hal baru atau menanyakan sesuatu kepada orang lain karena Anda khawatir terlihat bodoh. Ini membuat Anda ingin tinggal di zona nyaman daripada menderita untuk sampai di ujung zona itu. Keangkuhan menempatkan fokus Anda pada penampilan dan bukan pada kekuatan. Dan ini menghalangi Anda untuk mengambil risiko – sesuatu yang harus Anda lakukan untuk menemukan impian Anda. Jika Anda seorang yang angkuh, inilah waktunya untuk melepaskan keangkuhan dan genggamlah impian Anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar