Dunia menulis tidak dapat dipisahkan dari dunia membaca. Dan, dunia membaca tidak dapat dipisahkan dari dunia menulis. Keduanya ibarat dua sisi dari sekeping uang logam. Dalam diri muslimah yang cerdas, terdapat dua keterampilan ini.
Seorang muslimah tidak hanya rajin membaca, tetapi ia juga harus melengkapinya dengan menulis. Bagaimana jadinya jika seseorang yang rajin membaca tetapi tidak dapat menulis atau malas menulis?
Pertama yang harus diperhatikan adalah, bahwa salah satu cara mengingat kembali ilmu yang kita miliki adalah dengan rajin mencatat apa yang telah kita pahami dari ilmu tersebut. Namun jika catatan itu tidak kita miliki, kemungkinan kita tidak paham dengan ilmu yang kita dapat jauh semakin besar. Ilmu itu akan mudah sekali hilang dalam ingatan kita. Seorang komposer ternama, Beethoven, adalah orang yang rajin mencatat. Baginya yang penting adalah mencatatkan ide dan gagasannya. Tidak penting apakah catatan itu dibaca kembali atau tidak. Pikirannya telah dipenuhi dengan pemahaman yang baik dari apa yang dikerjakannya. Begitupun jika kita melakukan hal yang serupa, kita dapat memenuhi ruang pengetahuan kita dengan pemahaman yang sempurna.
Tulis menulis sangat erat kaitannya dengan dunia kreativitas dan ingatan, hal ini diakui oleh banyak pakar dewasa ini. Sebut saja misalnya dalam buku Otak Sejuta Gigabyte karya , Bengkel Kreativitas karya Jordan E. Ayan, Quantum Learning karya Bobby de Porter, Accelerated Learningkarya Colin Rose, dan sebagainya. Oleh karena itu, sangat penting kiranya kita memiliki keterampilan menulis.
Kedua, otak kita ini ibarat sebuah ember. Dan apa yang kita baca ibarat air. Jika kita terus-menerus membaca, ini seperti air keran yang terus terpancar, hingga kemudian ember itu tidak dapat menampung lagi air. Air-air itu – jika tidak digunakan – akan terbuang percuma. Nah, cara efektif untuk menggunakan ”air” pengetahuan tersebut adalah dengan menuliskannya dalam buku harian atau selembar kertas.
Dengan menulis, kita akan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang kita miliki. Ia akan menunjukkan jati diri kita yang sesungguhnya. Pengembangan ilmu itu merupakan perpaduan dari apa yang telah kita baca, dengar, lihat, dan rasakan. Ide dan gagasan kita mungkin ada kemiripan dengan ide dan gagasan orang lain, tapi sesungguhnya ide dan gagasan itu sepenuhnya berasal dari diri kita. Orang lain tak mungkin dapat membuatnya sama persis. Inilah apa yang disebut dengan orisinalitas yang dimiliki seorang manusia. Dan apabila hal itu tergambar dengan jelas pada diri seseorang, berarti ia pantas disebut sebagai orang yang kreatif.
Ketiga, tumpukkan informasi yang telah kita dapatkan ”wajib” kita uraikan lewat tulisan. Tumpukkan-tumpukkan itu seperti jika kita sering menunda-nunda atau menumpuk-numpuk pekerjaan kita. Pada akhirnya pekerjaan itu tidak akan pernah terselesaikan. Hal ini tentu akan membuat kita stres, karena sementara yang lain sudah dapat menyelesaikannya, kita dipusingkan dengan pekerjaan-pekerjaan kita yang datang silih berganti. Dengan menulis, kita seperti membuka tutup botol, terasa plong dan pikiran ini terasa jernih kembali.
Ingatlah, selokan yang tersumbat karena banyaknya sampah akan terlihat keruh airnya. Sedangkan selokan yang tidak tersumbat akan terlihat jernih airnya. Orang yang membaca kemudian menulis, akan dapat mengaktualisasikan dirinya, menuangkan ide dan gagasannya, berbicara sepuasnya, menuangkan pikiran dan imajinasi sebebas-bebasnya dan sebanyak-banyaknya. Dengan menulis, kita akan bebas tertawa, marah, sedih, kecewa, dan meluapkan emosi lainnya. Tidak heran jika para ulama-ulama kita yang rajin menulis, tubuhnya tampak lebih sehat dan bugar di usia tuanya dibanding dengan orang yang malas menulis, entah ia berusia muda atau tua.
Mengapa seorang muslimah harus memiliki keterampilan menulis? Menulis seperti halnya membaca, ia berada dalam dunia intelektual. Menurut saya, keterampilan menulis termasuk bagian dari hadits “menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim”. Tidak mengenal laki-laki atau perempuan, menulis dapat dilakukan siapa saja kecuali bagi mereka yang tidak dapat menulis. Seorang buruh, satpam, cleaning service, bisa menjadi seorang penulis terkenal, bahkan karya tulisnya bisa mengangkat namanya melebihi ilmuwan yang telah berpangkat profesor doktor.
Saya teringat dengan sekolah menulis yang dibina oleh seorang pengarang terkenal. Kebanyakan anak didiknya adalah pekerja-pekerja kasar seperti yang saya sebutkan di atas. Dengan tekad yang kuat dan latihan yang disiplin, anak didiknya itu mampu membuat cerpen-cerpen bermutu yang kemudian dimuat di beberapa surat kabar nasional, yang kenyataannya sulit ditembus oleh seorang pengarang tingkat nasional sekalipun. Apakah orang yang berpendidikan lebih tinggi dari mereka mampu berbuat yang sama seperti mereka? Belum tentu!
Keempat, seorang muslimah adalah orang yang mencintai agama dan saudaranya seiman. Dia akan tersinggung (ghirah) dan marah jika agamanya di injak-injak, dihina, dan dilecehkan. Dirinya akan merasa kesakitan jika saudara-saudaranya dizalimi. Dia merasa berkepentingan untuk menyelesaikan permasalahan ini, yaitu dengan memberikan solusi terbaik bagi umat. Ia kemudian menulis dengan ilmu dan jiwanya; mengungkapkan bahwa yang haq itu haq dan yang batil itu batil.
Jika jilbab diserang dan dipaksa ditanggalkan dalam diri muslimah oleh musuh-musuh Islam, dengan penanya ia meluruskan, menjelaskan, dan mengobarkan perlawanan terhadap mereka. Siapa lagi yang mampu berjihad di dunia ini kecuali para muslimah itu sendiri. Karena para muslimah lebih tahu dunianya ketimbang kaum laki-laki.
Wahai muslimah! Saat ini duniamu ditikam dan dirobek-robek oleh musuh-musuh Islam. Bangkitlah dengan bersenjatakan pena. Dengannya ia dapat merubah dunia walau engkau mengerjakan karya tulismu di dalam rumah; di dalam kamar yang sempit; bertemankan secarik kertas dan pena!
Kiat Menulis Efektif
Buatlah gambaran dalam pikiran Anda tentang apa yang akan Anda tulis. Kemudian duduklah dan mulailah menulis. Jangan mencemaskan gaya, ejaan, tata bahasa, atau tanda baca dahulu. Teruslah menulis dengan mengalir dan cepat. Libatkan emosi Anda, sehingga Anda menyatu dalam pekerjaan Anda ini.
Tulisan yang baik mencakup 40 % penelitian, 20 % menulis, dan 40 % revisi. Tak ada orang yang pernah menulis sesuatu yang berharga tanpa setidaknya satu kali revisi. Jika Anda ingin tulisan itu bagus, bersiaplah melakukan beberapa kali revisi. Tujuan utama pelatihan menulis bebas adalah agar Anda melakukannya secara spontan. Ini berarti, tulisan Anda tak akan sempurna. Akan tetapi, juga tak akan kaku!
Sekarang, Anda memerlukan satu periode untuk berhenti memikirkan topik ini secara sadar. Periode inkubasi. Pada masa pengendapan ini, pikiran bawah-sadar mungkin akan mulai mengisi bagian-bagian yang hilang dan mengingat beberapa hal lagi. Pikiran ini juga mungkin akan berupaya mencari cara pengungkapan yang lebih baik dari maksud Anda. Inilah contoh kekuatan refleksi.
Setelah jeda – semalam jika mungkin – Anda bisa kembali ke laporan atau tulisan. Sekaranglah waktunya untuk menyadari gaya. Sekaranglah waktunya untuk bersikap kritis. Pagi-pagi, biasanya merupakan waktu yang baik untuk mulai menyunting. Kesibukan sehari-hari belum lagi mendesak keluar sumbangan potensial dari pikiran bawah-sadar.
Ketika mengedit, berbuatlah seolah-olah sedang membaca tulisan itu dengan sudut pandang orang lain. Apakah maknanya sudah jelas? Apakah tulisannya sudah mengalir? Apakah sudah ”membuka dengan pengantar bahasan Anda, membahas topik tersebut, lalu meringkas bahasan Anda tadi?” Dengan kata lain, apakah Anda sudah membangun argumen, lalu membuktikan dan menyimpulkannya dengan ringkasan pendek? Gambaran keseluruhan, detail, lalu ringkasan! Itulah bentuk paling memuaskan untuk sebagian besar topik.
Kata-katanya juga harus memuaskan. Sangatlah membantu jika membaca tulisan Anda keras-keras. Tujuannya adalah agar pembaca merasa Anda sedang berkomunikasi langsung dengannya. Tulisan bagus biasanya bernada seperti mengobrol. Tentu saja, untuk beberapa topik, gaya yang lebih formal pasti lebih sesuai – tetapi jangan salah menganggap bahwa bersikap serius itu sama dengan bersikap membosankan.
Anda hanya memiliki satu kesempatan untuk memberi kesan pertama. Jadi, bersikaplah wajar, personal, singkat, dan pikat minatnya sejak baris pertama. Alinea pertama akan menetapkan nada tulisan. Cobalah menulis atau menulis-ulang alinea pertama ini setelah seluruh tulisan Anda selesai.
Dalam hal ini ada beberapa aturan yang harus Anda perhatikan.
1. Pikirkan pembacanya. Siapa mereka? Apa yang mereka harapkan dari tulisan itu? Apa yang mereka minati? Jika bisa menjawab pertanyaan ini, Anda bisa mulai mendefinisikan gaya, bentuk, dan panjang artikel, laporan, atau pidato.
2. Pikat mereka! Kebanyakan orang tidak mau membaca tulisan Anda! Mereka akan memberikan kesempatan di alenia pertama. Oleh karena itu, Anda memiliki sekitar 30 detik untuk menarik mereka agar bersedia membaca tulisan Anda. Jadi, buatlah kalimat-kalimat pertama benar-benar menarik.
3. Beri mereka alasan agar tertarik. Pembaca akan selalu ingin tahu, ”Apa manfaatnya bagiku?” Anda bukan sedang menulis untuk diri sendiri – Anda menulis untuk pembaca.
4. Berbicaralah dalam bahasa aktif. ”Makalah itu sedang ditulis si Fulan” itu kalimat pasif. ”Si Fulan menulis makalah itu” itu lebih langsung, jelas, dan aktif. Kalimat aktif menggugah indra pembaca.
5. Jangan berpanjang-panjang. Orang lebih cepat memberikan respons pada kalimat pendek. Dengan kalimat panjang, pembaca akan kelelahan dan mudah sekali melupakan apa yang baru kita sampaikan. Jadi, pembaca akan tersesat dan cepat merasa bosan atau kesal.
6. Buatlah tampilannya memikat. Apa pun anggapan Anda mengenai isi buku ini, buku ini di pecah-pecah menjadi alinea yang tidak panjang. Ini membuatnya tampak mudah dibaca dan tidak melelahkan mata Anda.
Tampilan memikat juga dapat diperoleh dari mencantumkan kutipan-kutipan pendek, relevan, dan bunyinya enak; menggunakan metafora dan, bilamana mungkin melukiskan gambar dengan kata-kata. Memperkenalkan tulisan dengan frasa seperti ”bayangkanlah” dapat menggunakan pembaca berpartisipasi dalam hal yang Anda tulis.
7. Tutuplah dengan ledakan! Anda telah membuka dengan kalimat perenggut perhatian. Anda telah menulis terutama untuk memikat perhatian pembaca. Anda telah menulis seolah-olah tulisan itu adalah komunikasi pribadi dari Anda ke mereka.
Yang Anda butuhkan sekarang adalah penutupan yang ”menonjok”. Ini dapat berupa kutipan yang relevan dan kalimat, atau paling banyak sebuah alinea pendek yang meringkaskan tema yang baru saja Anda ungkapkan.
Jadi, bacalah ulang tulisan Anda dan sorotlah kata-kata kunci. Sepuluh atau dua puluh lima kata paling banyak. Sekarang carilah cara terpendek untuk mengaitkan semuanya. Itulah penutupannya. Penutupan ini memberikan ”pengulangan” akhir bagi pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar