Matanya bengkak karena banyak menangis. Telapak kakinya pecah-pecah karena lama berdiri shalat. Begitulah yang terjadi pada diri Rsulullah ketika beliau mengerjakan shalat tahajud. Dan hal itu disaksikan sendiri oleh Aisyah Ra., istrinya. Aisyah sangat khawatir melihat keadaan Rasulullah, bukankah beliau adalah orang yang telah diampuni dosanya baik yang telah lalu maupun yang akan datang? Lalu, mengapa Rasulullah beribadah sehebat itu? Aisyah menanyakan masalah itu pada beliau, dan beliau pun bersabda, "Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?"
Subhanallah! Jawaban yang sangat singkat namun padat. Jawaban yang menghadirkan definisi terbaik tentang makna syukur. Bersyukur tidak hanya diucapkan lewat lisan, tetapi juga melalui perbuatan, seperti yang dilakukan Rasulullah itu. Rasulullah telah menjadi teladan bagi orang-orang yang mau bersyukur. Jika Rasulullah mengerjakan shalat tahajud, bagaimana dengan kita? Bukankah dosa-dosa kita banyak dan belum tentu diampuninya?
Berhentilah menjadi orang munafik! Lakukan apa yang diajarkan Rasulullah kepadamu. Apakah engkau yakin dosa-dosamu diampuninya? Baiklah, jika memang Allah mengampunimu, apakah engkau setiap saat, setiap ketika memohon ampunan-Nya? Karena seiring dengan berjalannya waktu, ada dosa yang terselip didalamnya, namun sering kali tidak engkau sadari.
Bertahajudlah sebagaimana Rasulullah bertahajud. Bersyukurlah sebagaimana Rasulullah bersyukur. Beristighfarlah sebagaimana Rasulullah beristighfar. Bahkan Rasulullah beristighfar ketika mendapat kemenangan, sebagaimana yang tercantum dalam surat an-Nasr: "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat."
Karena dibalik kemenangan bisa jadi terselip kesombongan sehingga dapat mengotori kemenangan itu sendiri. Dan juga dosa-dosa yang lain yang mungkin tidak kita sadari. Dari sinilah kemudian kemenangan itu berulang. Yaitu dengan syukur dan istighfar. Mereka tahu bahwa kemenangan itu, kekuatan itu, dan pertolongan itu datangnya dari Allah.
Tidak pantas kiranya kita menjadi Qarun, yang mengatakan bahwa apa yang dia dapatkan berasal dari ilmu yang dimilikinya sendiri. Sebab, justru dari sanalah datangnya bahaya, yaitu azab dan kekalahan yang menyakitkan. Seluruh harta kekayaan qarun ludes ditelan bumi, dan Qarun mati mengenaskan.
قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرَ جَمْعًا وَلاَيُسْئَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ
"Qarun berkata: 'Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku'. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka." (QS. al-Qashash: 78).
Masihkah engkau ingat bagaimana kaum muslimin menderita kekalahan yang cukup menyakitkan pada perang Uhud? Sebabnya tidak lain adalah kesombongan yang ada dalam diri mereka. "...karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan." (QS. Ali Imran: 153).
Bertahajudlah! Karena, itu salah satu langkahmu untuk membuktikan rasa syukur kepada Nya. Kelak akan engkau rasakan kenikmatan-kenikmatan datang menghampirimu. Ini adalah janji Allah, dan Allah tidak pernah mengingkari janji Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar