Sesungguhnya kita pantas bersedih dengan adanya ilmuwan
muslim yang berpikiran liberal, padahal sumbangsih mereka untuk kebangkitan
Islam sangat dinantikan. Alih-alih memberikan sumbangsih, mereka malah
mengadopsi pemikiran Barat yang sekuler dan kemudian menganggapnya sebagai
bagian dari ajaran Islam. Mereka memandang Islam sebagai pesakitan dan
memandang dunia Barat sebagai dokter yang akan mengobatinya. Kemudian mereka
membedah Islam dengan pisau bedah Barat.
Bukannya kita menolak segala kebaikan yang datang dari
dunia Barat – untuk hal ini kita berterima kasih – tetapi alangkah lancangnya
jika ada seorang muslim mengatakan pluralisme adalah fakta sejarah. Apakah
benar demikian? Mungkin benar jika fakta itu diarahkan dan dikonsumsi oleh
masyarakat Barat, sebagaimana ungkapan Marx, agama adalah candu masyarakat.
Untuk meneliti hal ini, kita dapat membaca buku Janji-Janji Islam karya Roger Garaudy, Keadilan Sosial dalam Islam karya Sayyid Quthb, Peradaban Islam Dulu, Kini, dan
Esok karya Musthafa
as-Siba’i, hingga buku Trend
Pluralisme Agama-nya Anis Malik Thoha.
Kiprah Dr. Adian Husaini, Adnin Armas, Dr. Anis Malik
Thoha, Akmal
Sjafril, dan Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi sangat dinantikan. Apa yang
antum tulis adalah bagian dari jihad intelektual, sebagaimana juga dilakukan
para ulama kita. Dr. Musthafa as-Siba’i lewat al-Hadits
Sebagai Sumber Hukum Kedua dan Orientalisme banyak mengungkap kekeliruan
orientalis Goldziher dan murid-muridnya. Dr. Dhiyauddin Ra’is menulis buku Teori Politik Islam yang mengkritik buku sekuler, Islam dan Pemerintahan, karya
Abdurraziq.
Imam
Hasan al-Banna pernah menulis komentar atas buku tokoh sekuler Mesir, Dr. Thaha
Husein, yang berjudul Mustaqbal
Tsaqofah fi Mishr (Masa Depan
Kebudayaan di Mesir), yaitu ketika sedang dalam perjalanan naik kereta. Imam
Muhammad Abduh pernah menulis buku berjudul Ilmu Pengetahuan Menurut Peradaban
Islam dan Kristen hanya dalam sehari karena geram dan marah Islam telah dihina
dan diinjak-injak oleh seorang orientalis Perancis (Ernest Renan) pada saat
itu. Syaikh Muhammad al-Ghazali menulis buku Min
Huna Na’lam (Dari Sini Kita
Ketahui) sebagai counter atas pemikiran sekuler Syaikh Khalid Muhammad Khalid
dalam bukunya Min Huna Nabda (Dari Sini Kita Mulai) dan terbukti
kemudian Syaikh Khalid mengakui kekeliruannya dan bertaubat dengan menarik
bukunya tersebut dari peredaran dan menulis buku yang membela Islam.
Pekerjaan-pekerjaan seperti itu juga pernah dilakukan
oleh ulama-ulama kita beberapa abad yang lalu. Imam al-Ghazali lewat karyanya, Mungidz min Dhalal, Ihya Ulumuddin, dan Tahafut Falasifah,
mengungkapkan kerusakan pemikiran filsafat, kebatinan, dan kalam, lantas
kemudian mengunggulkan tasawuf di atas pemikiran itu. Imam Bukhari dan Imam
Muslim hanya mengumpulkan hadits-hadits shahih saja dalam kitab yang
disusunnya, karena di zamannya banyak hadits-hadits palsu bermunculan. Untuk
tetap menjaga kemurnian Islam, mereka bersusah payah mengumpulkan hadits-hadits
shahih tersebut.
Ulama seperti Ibnu Hazm telah menulis 400 jilid dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ia telah menjadikan buku-bukunya sebagai
tameng dan senjata ketika menghadapi pihak musuh. Dia adalah seorang ulama
terbesar yang pernah dilahirkan di tanah Andalus Spanyol. Seorang Yahudi
bernama Ibnu an-Naghrilah di zaman Ibnu Hazm pernah menghina dan
“menginjak-injak” al-Quran, namun tidak ada yang menegurnya apalagi
menghukumnya. Bahkan pemimpin di negerinya, Badis bin Habus, justru membela si
Yahudi itu. Dengan kemarahan yang menyala-nyala, Ibnu Hazm kemudian menulis
buku berjudul ar-Rad’ ala Ibni
an-Naghrilah al-Yahudi (Bantahan
terhadap Ibnu an-Naghrilah si Yahudi).
Begitupun
dengan Imam Ibnu Taimiyah, beliau telah menulis kitab ash-Sharim al-Maslul ‘ala Syatim ar-Rasul sebagai respon terhadap seorang
nashrani di zamannya yang telah menghina dan mencaci maki Rasulullah Saw..
Beliau juga menulis buku ar-Rad
al-Aqwam Ala Ma Fi Kitabi Fushushil Hukmi yang
merupakan respon terhadap pemikiran wahdatul
wujud-nya Ibnu Arabi.
Dalam
sejarah selalu terlihat para ulama berjihad di jalan ini. Mereka tidak akan
tinggal diam ketika agamanya dihina dan dicaci maki. Mereka memiliki apa yang
disebut "ghirah" atau kecemburuan dalam hatinya ketika melihat
kemungkaran dihadapannya. Mereka menggoreskan ilmu mereka dalam lembar demi
lembar kertas dengan sangat cepat. Sehingga ada yang mampu menulis buku hanya
dalam sekali duduk, walaupun duduknya berjam-jam lamanya. Hal itu menunjukkan
semangat yang membara dalam dadanya sehingga mampu menyelesaikan sebuah buku
dalam waktu yang singkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar