Senin, 16 April 2012

Jihad Intelektual


Kala itu, tahun 1967, tengah terjadi ketegangan antara bangsa Arab dan Israel. Tiba-tiba pada 8 Juni 1967, Israel menyerang Kapal Induk USS Liberty. Serangan diam-diam itu menewaskan 34 perwira muda AS, 171 orang terluka, 821 roket dan senjata mesin AS tenggelam.

Tetapi, reaksi yang muncul adalah tudingan kepada kelompok muslim Arab sebagai pelaku. Amerika dan sekutunya marah. Negara-negara Arab kembali diserang. Israel menang dan bertambah luas wilayah jajahannya. Begitulah James M. Ennes, penulis buku Assault on The Liberty (Random House 1980), salah satu saksi hidup dalam peristiwa itu menuturkan keprihatinannya. Harga kematian para perwira itu adalah sebesar kepentingan mereka yang berada di balik penyerangan itu.

Di tempat terpisah dan di waktu yang berbeda, Timothy Mc Veigh, seorang mantan marinir Amerika, yang mengebom bagian depan gedung federal Alfred P. Murrah, di Oklahoma City, Amerika, dengan sebuah bom truk, pada tahun 1995. 168 orang tewas. Untuk dan atas nama kematian orang-orang itu, seorang muslim tua dan buta bernama Omar Abdurrahman langsung ditangkap. Tetapi enam tahun lebih 55 hari kemudian, sepuluh wakil keluarga para korban itu bisa menyaksikan langsung pelaksanaan hukuman mati atas Mc Veigh, pelaku pemboman yang sesungguhnya.

Dari dua kisah di atas, sudah sepatutnya kita mengambil pelajaran, bahwa sangat penting bagi kita, selaku muslim, untuk check and recheck atas setiap berita-berita yang datangnya dari orang-orang yang memusuhi kita. Janganlah kita memandang mereka sebagai orang yang serba hebat, serba bisa, pintar, cerdik, dan puji-pujian lainnya yang sebenarnya terlalu berlebihan. Banyak pengamat mengatakan, bahwa sesungguhnya peradaban Barat sedang menunggu masa kehancurannya. Sekalipun penampilan mereka sangatlah luar biasa; dengan dipersenjatai peralatan canggih dan modern, namun jiwa mereka sangatlah rapuh dan labil.

Penyakit rendah diri (inferiority complex) sangat memandulkan daya pikir kita (jumud). Pada akhirnya kita hanya bisa membebek (muqallid), mengikuti pola pikir mereka; apa yang dikatakan mereka benar atau salah, bunga atau duri, kita telan bulat-bulat. Kita tidak lagi kritis dan memiliki rasa keingintahuan yang besar atas kebenaran yang sesungguhnya. Hal itu tentu saja membuat mental kita mengidap kemalasan yang akut (mental ignorance). Kita menjadi malas membaca, meneliti dan mengamati pelbagai berita yang berseliweran di hadapan kita.

Semua itu menghalangi kita menerima kebenaran yang sesungguhnya. Karena secara tidak langsung, kita sudah di doktrin (baca: dicuci otaknya) oleh musuh-musuh kita sendiri. Namun karena sudah berlangsung lama, kita tidak menyadarinya. Oleh karena itulah, Allah memberikan petunjuk kepada kita, agar jangan menjadikan orang-orang kafir harbi sebagai wali (pemimpin) karena apa yang mereka katakan sulit dipercaya.

Wahai generasi dakwah, bangkitlah untuk menulis; mengungkapkan kebenaran dan menjunjung tinggi keadilan. Betapa banyak ulama-ulama yang dipenjara namun masih menyempatkan diri menulis. Dinding-dinding yang membatasi mereka dengan dunia luar tidak menghalangi mereka untuk terus berkarya. Karya-karya mereka yang ditulis “di dunia yang sempit” itu justru kelak dibaca oleh generasi-generasi selanjutnya. Apa yang mereka lakukan adalah bagian dari jihad, sebagaimana sebuah hadits menyebutkan, bahwa di akhirat nanti tinta para ulama akan disejajarkan dengan darah para syuhada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar