Sebagian orang tidak menyadari bahwa nikmat yang ia peroleh adalah ujian dari Allah. Yaitu, apakah dia bersyukur atau kufur. Ketika seseorang bersyukur, berarti ia telah lulus dari ujian itu dan berhak mendapatkan tambahan nikmat lainnya. Namun jika ia kufur, justru ia akan mendapat azab dari Allah.
Mereka yang berpikiran bahwa nikmat yang mereka peroleh sebagai petunjuk kemuliaan diri mereka, dan penderitaan yang diperoleh orang lain sebagai keburukan orang tersebut. Sehingga kemudian mereka sombong dan menghalalkan segala cara karena menganggap bahwa Tuhan sudah meridhai apa yang diperbuatnya.
Padahal ukuran kemuliaan seseorang tidak diukur dari mendapat atau tidak mendapat nikmat, tetapi diukur dari rasa syukurnya ketika mendapat nikmat dan sabar ketika mendapat musibah.
Salah satu hamba-Nya yang bersyukur adalah Nabi Sulaiman, yakni ketika mendapat karunia, dia berkata, مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي ءَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَن شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencatat aku apakah aku bersyukur atau mengingkari. Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri.” (QS. an-Naml: 40).
Di sini Nabi Sulaiman telah menyadari hakikat kenikmatan itu, yaitu sebagai ujian dari Allah apakah ia bersyukur atau kufur. Dan setiap rasa syukur yang kita kerjakan adalah untuk kebaikan diri kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar