Minggu, 01 April 2012

Hakikat Musibah

Pakar bahasa Arab menjelaskan bahwa hakikat dari musibah adalah hal-hal tak disukai yang menimpa seseorang. Sementara Imam al-Qurthubi mengatakan bahwa musibah adalah segala sesuatu yang menyusahkan dan menimpa seorang mukmin.

Musibah senantiasa dihindari orang, sekecil apa pun, dan biasanya dikonotasikan dengan keburukan. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Ikrimah Ra. Menuturkan bahwa ketika lampu yang digunakan oleh Nabi Saw. tiba-tiba padam, beliau mengucapkan, “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un!” Lalu, ada sahabat yang bertanya, “Apakah peristiwa ini bisa disebut musibah, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya, setiap hal yang menyusahkan adalah musibah!”

Imam Muslim meriwayatkan bahwa Abu Hurairah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap kali seorang mukmin ditimpa kepedihan, kelelahan, sakit, dan kesedihan hingga merasa resah dan gelisah, Allah menghapus berbagai keburukannya dengan semua itu.”

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap kali suatu musibah menimpa seorang muslim, Allah menjadikannya sebagai tebusan baginya, bahkan duri yang menusuk kulitnya sekalipun.”

Jadi, setiap penderitaan, meskipun kecil seperti tertusuk duri, mati lampu, kendaraan mogok, dan hal-hal lainnya yang menyusahkan dan menggelisahkan kita, maka itu adalah musibah. Ketika kita mendapat musibah seperti ini, maka bersabarlah karena sesungguhnya Allah sedang mengampuni kita dengan cara-Nya ini.

Setiap Manusia Pernah Mengalami Musibah

Jika demikian, tentu setiap orang pasti pernah mengalami musibah, tidak terkecuali Rasul-Rasul-Nya. Melalui sanadnya, Imam Ibnu al-Jauzy meriwayatkan dari Abdullah bin Ziyad bahwa beberapa orang yang membaca kitab menuturkan bahwa sepulangnya dari misi penaklukan di belahan bumi Timur dan Barat dan sesampainya di negeri Babilon, Dzulqarnain pun sakit keras. Ketika sadar bahwa maut segera bakal menjempurnya, ia menulis surat kepada ibunya. Ia menulis:

“Wahai ibunda, buatlah makanan dan kumpulkanlah sejumlah orang semampu ibu, tetapi dengan satu syarat: Janganlah makanan itu disantap oleh orang yang pernah ditimpa musibah. Ketahuilah, pernahkah ibu menjumpai sesuatu yang memiliki putusan yang kekal dan juga bayangan yang terus-menerus? Sungguh, kini aku mengetahui dengan yakin bahwa tempat yang kini hendak kutuju lebih baik daripada tempatku.”

Begitu surat itu diterima, ibunya langsung membuat makanan dan mengumpulkan sejumlah orang. Lalu ketika semua yang diundang telah berkumpul, ibunya pun berkata, “Makanan ini tidak boleh disantap oleh orang yang pernah ditimpa musibah!” ternyata tidak ada seorang pun yang memakannya. Ia pun memahami apa yang dimaksud oleh putranya. Lalu ibunya berkata, “Barangsiapa menyampaikan kepadamu dariku bahwa engkau telah menasihatiku, maka kini aku pun menerimanya dan engkau telah menghiburku sehingga aku pun kini terhibur. Bagimu kesejahteraan ketika hidup dan mati!”

Abdullah bin Mas’ud Ra. Berkata, “Setiap kegembiraan pastilah mengandung kesedihan, dan setiap rumah yang penuh dengan kegembiraan pastilah juga mengandung kesedihan.”

Imam Ibnu Sirin berkata, “Setiap tawa pastilah diiringi tangisan sesudahnya.”

Imam Ibnu al-Manbaji berkata, “Setiap tempat yang dipenuhi dengan kegembiraan sudah barang tentu akan sarat pula dengan pelajaran. Setiap kesenangan yang diperoleh seseorang suatu hari pastilah menyembunyikan keburukan pada hari lainnya.”

Kisah dan nasihat-nasihat di atas, sangat bagus untuk direnungkan, sehingga orang-orang yang terkena musibah merasa terhibur dan menyadari bahwa setiap manusia pernah mengalami musibah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar