Senin, 02 April 2012

Bagaimanakah Cara Mengobati Penyakit Hati?

“Izinkanlah saya berkata kepada kalian, jika kalian melangkahkan kaki di atas jalan dakwah dengan perasaan yang lebih dingin daripada perasaan hati kalian terhadap istri-istri dan anak-anak kalian, maka percayalah, kalian akan pulang dengan kegagalan yang teramat besar, sehingga generasi-generasi yang akan datang tidak berani berpikir untuk berharokah seperti ini. Hendaknya kalian melihat kekuatan hati dan akhlak kalian sebelum berniat untuk melangkah lebih jauh.” (Al-Maududi, Tadzkiroh Du’atil Islam, hlm. 57-59)

***

Mendiagnosa penyakit

Yang pertama harus dilakukan adalah mendiagnosa penyakit, karena tidak semua obat cocok dengan penyakit yang di derita. Diagnosa yang benar akan menghasilkan obat yang benar pula dan hal itu juga akan mempercepat kesembuhan.

Penyakit harus diobati dengan kebalikannya

Suatu penyakit yang membuat badan kesakitan, harus diobati dengan kebalikannya. Jika badan terasa panas, maka harus diobati dengan yang dingin. Jika badan kedinginan harus diobati dengan yang panas. Begitu akhlak-akhlak yang hina, yang termasuk penyakit hati, harus diobati dengan kebalikannya. Penyakit kebodohan harus diobati dengan ilmu, penyakit kikir harus diobati dengan kedermawanan, penyakit takabur harus diobati dengan tawadhu’, penyakit rakus harus diobati dengan menghentikan hal-hal yang menggugah nafsunya. (Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm. 192 Penerbit Pustaka Al-Kautsar (1997))

Kekuatan hasrat

Yang sangat diperlukan orang yang melatih jiwanya sendiri adalah kekuatan hasrat. Selagi dia maju mundur, tentu tidak akan berhasil. Selagi merasa hasratnya melemah, maka dia harus bersabar. Jika hasratnya semakin merosot, maka dia harus menghukumnyaagar tidak terulang, seperti kata seseorang kepada dirinya sendiri, “Mangapa engkau mengatakan sesuatu yang tidak perlu? Akan kuhukum jiwamu dengan puasa.” (ibid, hlm. 192)

Zuhud dan pendek angan-angan

Menurut Imam Al Ghazali, sebab-sebab manusia panjang angan-angan dan lalai dari mengenal Allah disebabkan oleh cinta dunia dan kebodohan. Ada seorang wanita yang menghadap Aisyah ra menanyakan obat bagi orang yang sedang mengalami kegelisahan. Maka Aisyah menjawab “Ingatlah mati”. Obat itu sungguh mujarab dan beberapa waktu kemudian wanita itu kembali datang menghadap Aisyah dengan wajah berseri-seri bahagia. (Al Ghazali, Metode Menjemput Maut, hlm. 29, penerbit Mizan cet. IX (2001))

Apa yang disinyalir oleh Al Ghazali juga dibenarkan oleh Imam Ibnul Qayyim. Beliau berkata, “Menyia-nyakan hati disebabkan dari sikap yang lebih memprioritaskan kehidupan dunia daripada akhirat, dan membiarkan waktu terbuang dengan anggapan esok masih ada (thulul amal). Yang dimaksud dengan kerusakan secara menyeluruh adalah kerusakan yang disebabkan memperturutkan hawa nafsu dan menganggap usianya masih panjang. Sedangkan seluruh nilai kebaikan dan kesalehan disebabkan senantiasa mengikuti petunjuk Allah dan bersiap diri untuk masa pertemuan dengan-Nya di akhirat.” (Ibnul Qayyim al-Jauziah, al-Fawaid, hlm. 112)

Hidup bersama orang-orang yang taat

Agar hati ini mau lurus, maka jalan pemaksaan yang lembut adalah hidup bersama orang-orang yang taat. Imam Syafi’i berkata, “Setiap orang pasti mempunyai orang yang ia cintai dan yang ia benci. Jika itu benar, maka seharusnya seseorang selalu bersama orang-orang yang taat kepada Allah Swt.” (Imam Nawawi, Bustanul Arifiin, hlm. 42)

Sebab tabiat itu bisa diibaratkan pencuri, yang bisa mencuri kebaikan dan keburukan. Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah Saw., “Seseorang itu berada pada agama teman karibnya. Maka hendaklah salah seorang di antara kalian melihat siapa yang menjadi temannya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad)

Apabila kita berbaur dengan orang-orang yang tidak sehat hatinya (qolbun maridh wa qolbun mayyit) penyakit menyebar kemana-mana dan ilmu pun hilang, obat hati dan penyakit hati sama-sama dibiarkan, manusia hanya sekedar melakukan ibadah-ibadah zhahir, sedangkan di dalam batinnya hanya sekedar tradisi. Inilah yang disebut tanda sumber penyakit. (Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm. 193, Penerbit Pustaka Al Kautsar (1997))

Tiga tempat menghidupkan hati

Ibnu Mas’ud berkata kepada orang yang sedang gelisah hatinya, “Carilah hatimu di tiga tempat (kesempatan): Saat mendengar ayat-ayat al-Quran dikumandangkan, di majelis-majelis tempat orang berdzikir dan di saat engkau berada sendirian di tempat sunyi. Jika tidak kamu dapatkan hatimu di tempat-tempat ini, maka bermohonlah kepada Allah agar memberikan karunia hati, sebab pada dasarnya engkau tidak mempunyai hati.” (Ibnul Qayyim al-Jauziah, al-Fawaid, hlm. 148)

Dzikrullah

Sahl bin Abdullah berkata, “Saat itu aku masih berumur tiga tahun. Suatu malam aku bangun dari tidur dan menunggui shalat pamanku, Muhammad bin Siwar. Suatu hari paman berkata kepadaku, “Tidakkah engkau mengingat Allah yang telah menciptakan dirimu?”

“Bagaimana aku mengingat-Nya?” Aku balik bertanya.

Katakan di dalam hatimu tiga kali tanpa menggerakkan lidah, ‘Allah besertaku. Allah melihatku. Allah menyaksikanku.’”

Jika malam hari aku mengucapkan di dalam hati yang seperti itu, hingga dapat mengenal-Nya. Lalu paman berkata lagi kepadaku, “Ucapkan yang seperti itu setiap malam sebelas kali!”

Maka kulakukan sarannya, sehingga di dalam hati ada sesuatu yang terasa nikmat. Setahun kemudian paman berkata kepadaku, “Jaga apa yang sudah kuajarkan kepadamu dan terus laksanakan hingga engkau masuk ke liang kuburmu.”

Maka sarannya itu terus kulaksanakan hingga aku benar-benar merasakan kenikmatan di dalam batinku. Kemudian paman berkata kepadaku, “Wahai Sahl, siapa yang Allah besertanya, melihat dan menyaksikan dirinya, maka mana mungkin dia akan mendurhakainya? Jauhilah kedurhakaan.” Setelah itu aku melanjutkan perjalanan ke sekolah untuk menghafalkan Al-Quran, yang saat itu umurku baru enam atau tujuh tahun. Setelah itu aku banyak berpuasa, makan hanya dengan roti dan setiap malam mendirikan shalat. (Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm. 200-201)

Puncak kesembuhan

Puncak dari kesembuhan hati ialah “merasakan di dalam hatinya bahwa Allah senantiasa besertanya.” (Ibid, hlm. 201)

Perisai

Kesembuhan itu memang diperlukan, namun ingatlah wahai sahabat, sesungguhnya setan itu tidak jemu-jemunya menggoda manusia. Lindungilah hatimu itu dengan perisai yang dapat melindunginya dari godaan-godaan setan, yaitu dengan “hidup menyendiri, melakukan amal-amal yang bisa digunakan untuk melawan hawa nafsu, banyak berdzikir dan membaca wirid.” (Ibid, hlm. 201)

16 komentar:

  1. Sama-sama, alhamdulillah bisa bermanfaat

    BalasHapus
  2. minta izin share ya tadz... (utk semua artikelnya, hehehe :D)

    BalasHapus
  3. terima kasih banyak,,,,
    ini sangat menyejukan jiwa..

    BalasHapus
  4. Alhadulillah...,ilmu yang sangt bermanfaat untuk membenahi diri agar menjadi yang lebih baik. Terima kasih banyak ya...,

    BalasHapus
  5. Mohon ijin publikasi, semoga menjadi ladang amal ibadah. amin

    BalasHapus
  6. Bukankah obat hati itu harus berzikir

    BalasHapus
  7. Bukankah obat hati itu harus berzikir

    BalasHapus
  8. Bismillah,, terimah kasih banyak artikelnya sangat membantu

    BalasHapus
  9. Bismillah,, terimah kasih banyak artikelnya sangat membantu

    BalasHapus
  10. Artikelnya sangat bermanfaat.

    BalasHapus
  11. I'm really enjoying the design and layout of your website. It's a very easy on the eyes which makes it much more pleasant
    for me to come here and visit more often.
    Qassim & QU


    BalasHapus