Manusia yang hidup dengan diwarnai nilai-nilai keislaman adalah manusia yang akan merasakan kedamaian, kebahagiaan, dan keteduhan. Manusia yang beragama (baca:Islam), dan taat mengikuti ajarannya, pada hakikatnya adalah manusia yang berpengetahuan. Sebaliknya dengan manusia yang hidupnya jauh dari nilai-nilai agama, pada hakikatnya adalah manusia yang tidak berpengetahuan. Allah berfirman:
قُلْ أَفَغَيْرَ اللهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ
“Katakanlah: ‘Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (QS. Az-Zumar: 64).
Ketika ayat Allah mengenai orang ‘yang buta’ tidak akan masuk surga turun, seorang sahabat Nabi yang buta matanya merasa sedih mendengar ayat itu. Lantas bertanya kepada Nabi Saw. perihal itu. Nabi Saw. dengan tersenyum menjawab, bahwa yang dimaksud dengan ‘buta’ itu bukan buta matanya tetapi buta hati dari melihat kebenaran Ilahi. Berkata Syaikh Muhammad al-Ghazali dalam bukunya al-Ghazali Menjawab, halaman 18: “Kalau memeluk agama (Islam) sama dengan kebodohan tentu Anda lebih menyukai hidup tanpa agama. Kalau agama itu sama dengan beban yang memberatkan jiwa, atau cenderung kepada kehinaan dan kenistaan, atau sama dengan rasialisme, tentu Anda lebih menyukai hidup tanpa agama! Tetapi agama bukanlah seperti itu semua, bahkan menentang semuanya itu. Orang-orang atheis demikian buruknya mencampuradukkan antara kebenaran yang diturunkan Allah dan kebatilan yang dibuat oleh manusia atas dorongan nafsunya, kemudian menganggapnya sebagai agama. Orang yang mengetengahkan suatu kebatilan sebagai agama adalah pendusta, dan mengingkari apa yang diketengahkannya itu berarti hukumnya wajib.”
Manusia yang tidak memiliki pegangan hidup yang utuh dan sempurna (Islam), tingkah laku mereka lebih dekat pada binatang daripada manusia, sekalipun ia seorang yang ‘berilmu tinggi’. Hal inilah yang harus disadari oleh kita selaku muslim, bahwa perbedaan kita dengan mereka terletak dari segi pegangan hidup. Pegangan hidup kita adalah al-Quran dan Sunnah. Karena itulah jalan keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat, yang memberi landasan akhlak, ibadah, muamalah, dan aqidah. Sikap orang-orang yang ingkar terhadap ajaran Allah jauh lebih jahat daripada sikap seorang anak yang berani melawan ayah bundanya – karena sikap ingkar itu akan berdampak jauh lebih luas. Mereka yang menganggap diri mereka adalah orang yang pandai dari segi mengumpulkan ilmu, tetapi mereka sangat lemah dalam kaitannya dengan pelaksanaan hukum Allah, bahkan dengan terang-terangan mereka menolak hukum Allah Azza Wa jalla. Mereka telah diperbudak oleh hawa nafsunya. Allah berfirman:
أَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلاَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلاً {43} أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلاَّ كَاْلأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلاً
“Tahukah engkau orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya? Apakah engkau dapat menjadi pemelihara (yang bertanggung jawab) atasnya? Ataukah engkau menyangka kebanyakan mereka itu dapat mendengar dan memahami? Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat jalan hidupnya.” (QS. Al-Furqon: 43-44).
Dalam ayat lain disebutkan:
مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّآ أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لاَّ يُبْصِرُونَ {17} صُمُّ بُكْمٌ عُمْىُُ فَهُمْ لاَ يَرْجِعُونَ
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Al-Baqarah: 17-18).
Perumpamaan-perumpamaan yang semisal banyak sekali bertebaran dalam al-Quran maupun as-Sunnah. Benarlah apa yang dikatakan oleh al-Ustadz asy-Syahid Sayyid Quthb, tidak ada persentuhan (perdamaian) antara al-Haq dan al-Bathil pada satu titik pun. Tidak akan sama orang yang berpengetahuan dan tidak berpengetahuan, tidak akan sama antara gelap dan terang. Jelaslah sudah mana yang haq dan mana yang bathil. Oleh karena itu, berbedalah sikap dan tingkah laku kita dari mereka. Yakinlah bahwa kemenangan kelak akan datang kepada kita. Yakinlah bahwa ia (kemenangan itu) amatlah dekat.
Dapatlah kita simpulkan uraian di atas dengan sebuah kalimat arif dari Syaikh Muhammad al-Ghazali dalam bukunya yang sama pada halaman 22: “Tidak akan lurus dan bijaksana orang yang hidup tanpa Islam, tidak mengenal Islam adalah suatu kekurangan yang amat fatal, dan orang tidak akan dapat menyempurnakan dirinya kecuali dengan Islam.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar