Sikap sabar mampu menjadi salah satu senjata bagi orang beriman. Dengan kesabaran, orang beriman menjadi kokoh, kuat, dan bertindak dengan akal sehat. Dengan kesabaran, Allah bersama kita; menolong, memberikan jalan keluar dan kemudahan. Simaklah kisah teladan tentang kesabaran Nabi akhir zaman berikut ini.
Kesabaran Nabi dalam Menerima Ejekan dan Hinaan
Nabi Muhammad Saw. mengajarkan kebaikan, namun kafir Quraisy memberinya ejekan, hinaan, olokan, dan tertawaan. Mereka berkata, “Hai orang yang diturunkan Al-Qur’an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang gila.” (QS. Al-Hijr: 6)
“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: ‘Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta’.” (QS. Shaad: 4)
“Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al-Qur’an dan mereka berkata: “Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila’.” (QS. Al-Qalam: 51)
“Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?” (QS. Al-An’am: 53)
Kesabaran Nabi dalam Menghadapi Ejekan atas Ajaran-Nya
Nabi mengajarkan kebaikan, namun orang-orang kafir menjelek-jelekkan ajaran beliau, membangkitkan keragu-raguan, menyebarkan anggapan-anggapan yang menyangsikan ajaran-ajaran beliau dan diri beliau. Mereka tiada henti melakukannya dan tidak memberi kesempatan kepada orang-orang untuk menelaah dakwah beliau.
Dan orang-orang kafir berkata: “Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad dan dia dibantu oleh kaum yang lain”; maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar. (QS. Al-Furqon: 4)
Dan mereka berkata (tentang Al-Qur’an): “Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang.” (QS. Al-Furqon: 5)
Dan mereka berkata: “Mengapa rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar?” (QS. Al-Furqon: 7)
Kesabaran Nabi dalam Menghadapi Halangan dalam Berdakwah
Nabi mengajarkan Al-Qur’an, namun orang-orang kafir berusaha mengimbanginya dengan berbagai macam dongengan, agar orang-orang tidak lagi mau mendengarkan Al-Qur’an.
Mereka menyebutkan bahwa setiap kali An-Nadhr bin Al-Harits berkata kepada orang-orang Quraisy, “Wahai semua orang Quraisy, demi Allah, telah datang suatu urusan yang kalian belum juga mencari alasan untuk menghadapinya. Muhammad adalah seorang pemuda beliau di tengah kalian, yang paling kalian ridhai, paling jujur perkataannya, dan paling besar amanahnya sehingga tatkala kalian melihat uban di kedua pelipisnya dan dia membawa apa yang telah dia bawa kepada kalian, tiba-tiba kalian mengatakan, ‘Dia adalah laki-laki penyihir’. Tidak demi Allah, dia bukanlah laki-laki penyihir. Kita sudah mengetahui penyihir, hembusan, dan buhul talinya. Kalian mengatakan, ‘Dia adalah dukun’. Tidak demi Allah, dia bukanlah dukun. Kita sudah pernah melihat dukun-dukun, yang komat-kamit dan membacakan mantra. Kalian mengatakan, ‘Dia adalah penyair’. Tidak demi Allah, dia bukanlah penyair. Kita sudah mengetahui syair dan mendengar semua jenis-jenisnya, baik yang hazaj maupun rajaz. Kalian berkata, ‘Dia adalah sinting’. Tidak demi Allah, dia bukan orang sinting. Kita sudah mengetahui orang-orang sinting, sementara dia tidak menangis tersedu-sedu, tidak bertindak sekenanya, dan tidak berbisik-bisik layaknya orang sinting. Wahai semua orang Quraisy, lihatlah lagi kedudukan kalian. Demi Allah, kini ada urusan besar yang datang kepada kalian.”
Kemudian, An-Nadhr pergi ke Hirah. Di sana dia mempelajari kisah Raja Parsi, perkataan Rustum dan Asfandiyar. Jika Rasulullah Saw. mengadakan suatu pertemuan untuk mengingatkan kepada Allah dan menyampaikan peringatan tentang siksa-Nya, An-Nadhr menguntit di belakang beliau. Lalu berkata, “Demi Allah, penuturan Muhammad tidak sebagus apa yang kututurkan.” An-Nadhr berkisah tentang Raja Parsi, Rustum, dan Asfandiyar. Setelah itu dia berkata, “Dengan modal apa penuturan Muhammad bisa lebih baik daripada penuturanku?”
Tentang hal ini, turun ayat Al-Qur’an yang berbunyi, “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman: 6)
Kesabaran Nabi dalam Menghadapi Bujuk Rayu
Orang-orang kafir itu menyodorkan beberapa bentuk penawaran. Dengan penawaran itu mereka berusaha untuk mempertemukan Islam dan jahiliyah di tengah jalan. “Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (QS. Al-Qalam: 9)
Ibnu Ishaq meriwayatkan sebuah hadits yang menyiratkan sebab turunnya surat Al-Kafirun, “Selagi Rasulullah Saw. thawaf di Ka’bah, beliau berpapasan dengan Al-Aswad bin Al-Muthalib, Al-Walid bin Al-Mughirah, dan Al-Ash bin Wail As-Sahmy yaitu para tetua kaumnya. Mereka berkata, ‘Wahai Muhammad, ke sinilah! Kami mau menyembah apa yang engkau sembah, dan engkau juga harus menyembah apa yang kami sembah sehingga kita bisa saling bersekutu dalam masalah ini. Jika apa yang engkau sembah ternyata lebih baik dari apa yang kami sembah, kami akan melepas apa yang seharusnya menjadi bagian kami, dan jika apa yang kami sembah ternyata lebih baik dari apa yang engkau sembah, engkau harus melepas bagianmu’.”
Kesabaran Nabi dalam Menghadapi Siksaan
Setelah tidak mempan terhadap segala bentuk hinaan dan bujuk rayu itu, Nabi kembali menghadapi sebuah bentuk tekanan lainnya, yaitu siksaan!
Menurut Ibnu Ishaq, orang-orang yang biasa menyakiti Rasulullah selagi di dalam rumah adalah Abu Lahab, Al-Hakam bin Abul Ash, Uqbah bin Abi Mu’ith, Adi bin Hamra Ats-Tsaqafy, dan Ibnul Ashda Al-Hudzaly yang semuanya tetangga beliau dan sebagiannya masih berkerabat dengan beliau.
Di antara mereka ada yang melemparkan isi perut seekor domba selagi beliau shalat. Di antara mereka ada yang meletakkannya di dalam periuk beliau sehingga beliau perlu memasang bebatuan untuk memberi tanda pembatas agar tidak mereka langgar selagi shalat. Jika beliau dilempari kotoran-kotoran itu, beliau keluar rumah sambil memegangi sepotong dahan. Lalu, beliau berdiri di ambang pintu sambil membersihkannya, seraya bersabda, “Wahai Bani Abdi Manaf, tetangga macam apakah ini?” Kemudian, beliau membuang kotoran-kotoran itu ke jalan.
Uqbah bin Abi Mu’ith meletakkan kotoran di antara pundak Nabi ketika beliau sedang sujud shalat. Uqbah dan kaumnya tertawa terbahak-bahak sehingga badan mereka berguncang-guncang mengenai teman di sampingnya. Saat itu Rasulullah sedang sujud, tetap dalam keadaan sujud dan tidak mengangkat kepala hingga Fathimah datang menghampiri beliau. Dibuangnya kotoran itu dari punggung beliau. Baru setelah itu beliau mengangkat kepala. Kemudian, beliau bersabda, “Ya Allah, hukumlah orang-orang Quraisy ini!” Beliau mengucapkannya tiga kali, sehingga membuat mereka tersentak. Pada waktu perang Badar, semua yang didoakan beliau itu tewas mengenaskan!
Kesabaran Nabi dalam Menghadapi Pemboikotan
Semua usaha yang dilakukan kafir Quraisy kembali menemui jalan buntu. Pendirian Nabi Muhammad Saw. tidak mempan untuk dilenyapkan dari muka bumi. Menurut mereka, ini tidak lain karena Abu Thalib selalu melindunginya. Oleh karena itu, cara efektif untuk menghentikan dakwah beliau adalah dengan memboikot secara menyeluruh Bani Muthalib dan Bani Hasyim.
Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury dalam kitab Sirah Nabawiyah menjelaskan tentang pemboikotan ini, “Pemboikotan ini benar-benar ketat. Cadangan dan bahan makanan sudah habis sementara orang-orang Musyrik tidak membiarkan bahan makanan masuk ke Makkah atau barang yang hendak di jual. Mereka langsung memborong semuanya hingga keadaan Bani Hasyim dan Bani Muthalib benar-benar mengenaskan dan kelaparan. Akhirnya, mereka hanya bisa memakan dedaunan dan kulit binatang. Tidak jarang terdengar suara para wanita dan anak-anak yang merintih kelaparan.”
Wahai, hati siapa yang tidak bergetar haru? Mata mana yang tidak mau mengeluarkan airnya? Wahai mereka yang berselimut duka lara dan kecemasan. Ingatlah juga bahwa beliau juga hamba-Nya; yang berjalan seperti manusia biasa, yang makan seperti kita, menikah seperti mereka yang berkeluarga, bisa menangis seperti kita, bisa marah seperti orang lainnya. Lihatlah dan bersabarlah! Penderitaan Rasulullah ini jauh lebih dahsyat dibanding penderitaanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar